SLIDER

Avatar The Last Airbender Live Action yang mengecewakan (lagi)

Rabu, 15 Mei 2024

Sejak pertama kali tahu kalau Avatar mau dibuat versi live action, saya jadi salah satu yang paling deg-degan ingin lihat seperti apa hasilnya. Beda dengan One Piece, saya punya kenangan cukup dalam dengan Avatar anime. Saya nggak terlalu yakin apakah dari episode pertama nontonnya, tapi yang jelas saya paham betul alur cerita dan karakter tokoh-tokohnya. Avatar adalah salah satu acara TV yang menemani saya melalui masa-masa kekosongan ketika saya masih pengangguran dan tanpa harapan. Waktu adaptasi filmnya pertama kali muncul saya juga langsung cari akses untuk bisa nonton bajakan dengan kualitas terbaik 😂 (mohon maaf dari dulu saya nggak suka ke bioskop). Dan sama juga kayak fans yang lain, saya kecewa berat sama film itu.

Saya nggak pernah nonton ulang Avatar dan bahkan sempat melupakannya sampai pada suatu hari seorang Youtuber favorit menyebutnya sebagai salah satu cerita terbaik sepanjang masa. Sepanjang menyimak penjelasannya, saya lalu mulai mengingat-ingat lagi setiap episode dan scene-scene yang disebutkannya itu dan akhirnya setuju. Memang sebagus itu jalan cerita Avatar, dan kalau dipikir-pikir saya dulu sampai tertegun sendiri ketika melihat adegan Azula yang marah membabi-buta putus asa  waktu bertarung dengan Zuko. Mungkin yang membuat saya nggak terlalu ingin mengulang nonton Avatar adalah karena saking nggak enaknya kondisi saya disekitaran tahun 2006-2008 itu. 😁

Di radar saya, kabar pembuatan serial Avatar Netflix muncul berbarengan dengan tayangnya One Piece live action. Hal itu membuat saya berharap agak banyak karena melihat One Piece live action yang digarap cukup baik sama Netflix. Nonton trailernya pun saya sempat terkagum-kagum. Tapi kemudian kabar bahwa authornya lepas tangan di tengah proyek pembuatan serial, saya mulai ragu deh. Sampai akhirnya hari itu pun tiba, dan ternyata benar, saya kembali kecewa. Butuh waktu sampai selama ini untuk saya meyakinkan diri bahwa memang Avatar Netflix gagal total, meskipun sudah dibungkus budget mahal dan aktor-aktor berwajah oriental.

Bahas Avatar, saya nggak bisa nggak membandingkannya dengan One Piece dalam hal penggarapannya. Di awal, Avatar dan One Piece sama-sama dijanjikan akan dibuat bersama dengan penulisnya. Untuk One Piece, Eiichiro Oda sendiri bahkan yang memilih langsung aktor-aktornya dan ikut menentukan jalan cerita untuk versi live actionnya. Tim pembuat serialnya pun diketahui adalah fans berat One Piece. Avatar, di sisi lain meskipun di awal penggarapannya didampingi oleh 2 orang author aslinya, ternyata beredar kabar bahwa mereka memutuskan untuk meninggalkan proyek itu ditengah jalan. Kepergian mereka pun akhirnya menimbulkan banyak spekulasi dikalangan fans. Banyak yang khawatir Avatar akan jadi kegagalan lain dari Netflix.

Saya yang hanya fans kasual sebenarnya nggak mau terlalu ikut mikirin itu, tapi ternyata kepikiran dong setelah nonton. Jadi, di sinilah saya akan tuliskan perasaan saya ketika menonton Avatar live action, biar lega hati ini.

Baca review saya tentang One Piece Live Action

Menurut saya, secara umum ada tiga hal yang paling menarik dari Avatar. Pertama, worldbuilding dan magic system yang ada di dunianya. Konsep tentang keseimbangan 4 elemen di dunia mungkin memang bukan hal baru, tapi ketika nonton anime Avatar saya sangat terkesan dengan konsep pengendalian elemen dan bagaimana kemampuan itu bisa ditingkatkan sampai tahap yang sangat sakti. Dari pengendali air jadi pengendali darah? Itu keren banget, woy! Toph yang berhasil mengendalikan besi? Cheff's kiss. Kedua, character development. Avatar menceritakan karakter-karakter yang masih terbilang anak-anak. Bagi saya yang waktu nonton animenya masih seusia Zuko, karakter-karakter di Avatar anime terasa sangat relatable. Saya bisa merasakan para tokoh itu tumbuh dari yang tadinya sering mengambil keputusan-keputusan konyol dan tidak bertanggung jawab di episode-episode awal, sampai akhirnya bisa dengan penuh kesadaran menentukan pilihan di episode-episode akhir. Dan itu semua didukung dengan hal ketiga; kemampuan penulisnya mengangkat tema-tema yang berat dan gelap jadi lebih mudah dicerna oleh anak-anak. Kalau butuh contoh cerita yang "Show, don't tell" dalam karya fiksi, Avatar adalah juaranya. Genosida, penjajahan, misogini/patriarki, trauma, dan beberapa tema berat lainnya nggak jadi menyeramkan ketika menonton Avatar tapi bukan dalam bentuk romantisasi. Justru di situ kita ditunjukkan betapa buruknya hal-hal itu hingga tanpa sadar kita menaruh simpati pada karakter-karakter yang menghadapi luka dan trauma dari peristiwa-peristiwa menyedihkan dalam hidupnya.

Kegagalan Avatar live action adalah terlalu fokus pada hal pertama dan tidak memedulikan hal kedua dan ketiga. Padahal justru pada dua hal itulah Avatar jadi punya makna yang mendalam bagi fans. Netflix menghabiskan banyak dana untuk kostum dan CGI tanpa mikirin script yang bisa menopang pembangunan karakter yang kuat. Selama nonton dari episode 1 sampai 8, saya sering banget merasa cringe dengan dialog-dialog para karakter. Beberapa kali saya nangis pun, yang terjadi adalah saya mengingat scene tersebut di anime. Bukan karena aktornya yang bisa bikin dialog jadi hidup.

Humor-humor yang ditampilkan pun rasanya kering. Jauh dari kesan konyol yang biasa kita tangkap ketika nonton anime. Aang dibuat jadi terlalu serius, padahal dia masih 12 tahun. Di beberapa interview, mereka memang menjelaskan kalau ingin mengurangi jokes receh supaya lebih menyesuaikan dengan penonton dewasa. Tapi saya nggak nyangka kalau akan jadi sekering itu. Kalau dibandingkan dengan One Piece, saya masih bisa lho sedikit-sedikit ketawa di beberapa scene. Nontor Avatar, seingat saya nggak ada yang bikin saya ketawa karena vibenya nggak cocok buat diketawain. Sering banget malah saya sampai mempertanyakan keputusan si pembuat serial ini, 'yakin ini buat penonton yang lebih dewasa?' karena saya merasa seperti dianggap anak-anak pada beberapa scene. Di tiap episode kita sebagai penonton rasanya berulang kali diingatkan tentang betapa menderitanya Aang, Katara dan Zuko sampai bosen lihatnya. So much of this show felt it was written by AI, there was no heart and soul in it.

And this is the ultimate problem: the writing. Plot, pacing, dialogue, storyline, nggak ada yang bener. 

Opening Scene

Everything wrong with the opening scenes. Mari kembali kita bandingkan dengan One Piece. One Piece anime dan Avatar anime sama-sama punya opening yang iconic. Beberapa kalimat pembuka itu jadi semacam rangkuman dan latar belakang dari cerita yang akan kita tonton. Kita jadi tahu bahwa One Piece sangat menarik perhatian para bajak laut karena itu adalah 'warisan' Raja Bajak Laut. Di Avatar, kita jadi tahu apa yang sedang terjadi di 'dunia' dan mengapa kita butuh Avatar. Nggak cuma itu, Katara yang menarasikan kisah itu jadi penegas bahwa cerita ini akan berfokus pada perjuangan anak-anak yang berusaha menjadikan dunia kembali seimbang. The centre of the story is about the kids fighting back against the oppressive regime. Tapi apa yang kita dapat di live action?! INI??? 👇

Ok, memang ada bagian opening lines itu tapi diubah kalimatnya dan naratornya bukan Katara. WHY? Kenapa bukan Katara? Padahal Katara adalah salah satu karakter paling penting di cerita. Dan kenapa harus diganti? Biar apa? Padahal tinggal dibaca ulang, kan?! Itu grand-grand tahu ceritanya! Word by word. Tapi kayak nggak ada nyawanya saya dengernya. We don't need that intro. We want Katara!!! Dengan menghapus Katara sebagai narator intro, mereka menghapus peran penting Katara dalam cerita. Dan memang itu yang terjadi sampai akhir. Katara hampir seperti karakter yang nggak berguna. Padahal dia adalah ibu bagi tim Avatar dan guru pengendalian air Aang.

Mengapa opening scene ini penting? Karena dari sini akan terbentuk konsep dalam pikiran penonton dimana pusat ceritanya. Di anime, the center of the story adalah Aang dan kawan-kawannya. Tapi di live action, secara nggak langsung opening scene ini menunjukkan bahwa pusat cerita ada di Negara Api dan sepanjang cerita memang begitu yang saya lihat. Avatar live action lebih fokus ke villain daripada karakter protagonisnya. 

Useless addition, deleting important parts

Penambahan yang sangat jelas tentu saja opening scenes yang menunjukkan pusat cerita pada Negara Api, berlanjut dengan scene The Air Nomads Genocide yang lagi-lagi membuat kita fokus kepada kekuatan Negara Api. Penambahan ini jelas sekali menghapus esensi Avatar yang komedik menjadi gelap dan berat. Tapi bukan cuma itu, nilai dan moral yang diangkat dalam kisah original Avatar juga tereduksi habis.

Pertama, Aang diberi tahu tentang takdirnya hanya beberapa saat sebelum dia pergi bersama Appa. Hal ini menjadi tidak masuk akal ketika disambungkan dengan fakta bahwa dia merasa bersalah ketika bangkit dari es. Karena di sini dia pergi hanya untuk cari angin. Bukan kabur dari takdir sebagai Avatar. Di anime, Aang sudah tahu lama bahwa dirinya Avatar. Makanya dia merasakan perbedaan perlakuan orang-orang di sekitarnya dan merasa tidak nyaman dengan itu. Aang benar-benar kabur. Dia pergi, dia tidak mengambil tanggungjawab sebagai Avatar ketika dia dibutuhkan, dan itu membawa penyesalan berat dalam dirinya ketika bangun dan wajar semua orang menyalahkannya.

Di live action, there's no reason to hate Him! Di mata teman-temannya Aang hanyalah anak istimewa yang mempunyai kemampuan di atas rata-rata sehingga lebih disayang daripada mereka. Ketika diberi tahu tentang takdirnya, Aang hanya pergi menenangkan diri. Bukan mau kabur dari tanggungjawabnya. Jadi sangat tidak masuk akal ketika Bhumi begitu membencinya, karena memang Aang nggak salah. Mengubah cerita ini, menghilangkan nilai yang diajarkan oleh anime Avatar, bahwa perbuatan tidak bertanggungjawab bisa membawa konsekuensi yang besar. Sementara di live action, mereka seolah-olah menunjukkan bahwa ini semua hanya salah paham. Dan sepanjang serial, Aang berkali-kali ngomong di depan kamera betapa menyesalnya dia karena sudah kabur, padahal nggak, dan berkali-kali juga diberi tahu orang-orang disekitarnya bahwa dia tidak bersalah. Which is sickening! Saya merasa dianggap bodoh sama yang buat serial ini.

Satu-satunya yang bener di live action adalah dia

Kedua, Aang belajar dari buku catatannya Zuko?! Again, live action Avatar seolah ingin menonjolkan Negara Api dibanding Avatar sendiri. Karena Aang nggak punya informasi apa-apa tentang Avatar, dia butuh bantuan untuk memahami perannya. Dan yang membantunya adalah orang dari negara api. Great! 😈 Kenapa harus begitu? Karena sejak awal memang sudah disettingnya begitu. Aang nggak dikasih kesempatan untuk tahu tugas dan informasi apapun tentang Avatar. Ini nggak ada di anime, karena di anime Aang sudah tahu dia harus ngapain, tapi kabur. Jadi ketika dia bangun, dia hanya butuh untuk melaksanakan tanggungjawabnya dan menebus kesalahan.

Eliminating the role of female characters

Di anime, es yang membungkus Aang pecah gara-gara Katara yang lagi ngamuk ke kakaknya, Sokka. Dari situ saja, kita bisa tahu betapa hebatnya kekuatan Katara dan seperti apa karakter Katara dan Sokka. Sementara di live action, es itu pecah gitu aja. Ujug-ujug, kayak cuma udah bosen aja gitu. Katara dan Sokka cuma mancing berdua, ribut biasa kayak saudara pada umumnya. Katara cuma berusaha narik perahu mereka yang hanyut dan tiba-tiba es di belakangnya pecah(?!) Nggak ada yang istimewa. Nggak ada dialog Sokka yang meremehkan Katara yang bikin dia marah, yang alasannya katanya supaya mengurangi sexismnya Sokka, yang padahal itu penting banget untuk pengembangan karakternya Sokka sendiri dan perempuan-perempuan di sekitarnya.

Lihat bedanya? Masa tangan ke depan yang pecah belakang???

Kedua, ketika es yang membungkus Aang pecah Katara adalah wajah yang pertama kali dilihat oleh Aang. Dari situ romance Aang-Katara mulai tumbuh, that scene is important! Pada kisah selanjutnya selalu Katara yang membantu Aang ketika dia terjebak pada Avatar State. Dan karena scene ini dihapus, maka seeeemua hal-hal penting yang terjadi dengan bantuan Katara di episode-episode berikutnya juga hilang, termasuk ketika mereka mengunjungi Kuil Pengendali Udara, teriakan Katara nggak ngefek apa-apa karena memang dia bukan siapa-siapa. Sementara di anime, Katara yang menenangkan Aang, bukan Gyatso.

Katara yang seharusnya menjadi gurunya Aang, nggak punya peran apa-apa di live action. Justru yang terjadi sebaliknya, Aang yang berkali-kali ngajarin Katara teknik pengendalian. Di Omashu, Jet yang ngasih dia visi untuk menyempurnakan jurus. Now, that's sexism. Avatar live action seolah-olah menunjukkan kalau Katara nggak akan bisa menguasai elemennya dengan baik kalau tanpa bantuan Aang dan Jet. Dan ketika Jet mengingatkan tentang hal itu, dia nggak ngaku(?!) How arrogant she is?? Kok malah jadi kayak mereka mau bikin Katara jadi cewek nyebelin? 

Girl, He literally gave you an advice!

Pada akhirnya, karakter Katara jadi meaningless karena dia memang nggak ada gunanya. Bener-bener cuma pelengkap yang kalau nggak ada juga nggak pa-pa. Katara yang temperamental dan kompetitif di anime jadi seperti emotionless, padahal seharusnya dari sifatnya itulah dia akan terus tumbuh menjadi pengendali air yang hebat. Sementara di live action, proses itu nggak terlihat sama sekali. Di awal dia tiba-tiba bisa nangkis serangan apinya Zuko, besoknya bikin ombak aja nggak bisa(?!) Katara yang seharusnya jadi inti tim Avatar seolah-olah cuma numpang di perjalanan Aang menuju Kutub Utara.

Next, Suki 😒. Aktor pemeran Suki, memang cantik. Beneran cocok banget jadi Suki. Tapi ya Allah kenapa ceritanya harus begitu??? Makin terlihat betapa sexist pembuat live action Avatar di episode ini. Peran Suki yang sangat penting bagi Sokka justru diputarbalik, seolah Sokka yang jadi gurunya Suki. Well, bukan guru dalam artian harfiah. Tapi sedikit konflik yang terjadi antara Suki dan emaknya (yang nggak ada di anime) menunjukkan kalau Suki seperti terperangkap di Pulau Kyoshi. Kebanggaannya sebagai Kyoshi Warrior seolah hanya kamuflase. Sehingga dia merasa perlu berterimakasih ke Sokka yang sudah datang dan memberi sedikit warna dalam hidupnya. Pret, lah!!

Dia yang ngajarin, dia yang bilang makasih?

Padahal di anime, Suki yang ngajarin Sokka untuk menghormati perempuan. Suki yang membuat Sokka mau berlutut mohon-mohon buat diajari cara bertarung yang benar. Sokka yang biasanya meremehkan Katara, dibully parah di Pulau Kyoshi sampai dia benar-benar sadar akan kesalahannya. Di situ pelajarannya, gaeees!!! Sokka akhirnya minta maaf sama Suki dan dia belajar bahwa perempuan juga bisa menjadi warrior. That's why, Sokka's sexism is necessary, to give him a lesson. Saya benar-benar heran kok bisa mereka nggak bisa nangkep pesan seterangbenderang itu, atau mereka memang sexist sejak awal? They just hate women so bad that they deliberately distort the story. Belum lagi Avatar Kyoshi yang ditampilkan sooo grumpy? Biar apa gitu?

Azula, ya Rabbi I have a lot to say about this. Tapi udah panjang tulisannya. Intinya, Azula yang gila nggak saya lihat di live action. Seperti Ozai, Azula yang seharusnya tampil kejam tanpa emosi justru terlihat tertekan di sini. Ozai nggak berkaca-kaca waktu bakar Zuko, woy! Dia memang sekejam itu, please!!! Kita seolah diminta untuk berempati sama dia. Azula yang seharusnya tampil segila Joker justru terlihat cuma kayak anak biasa yang minta perhatian bapaknya. Padahal Azula itu mengerikan banget, She is craaazy!!! Dia nggak peduli sama Zuko, dia nggak butuh pengakuan bapaknya, She's just obsessed with perfection! Saya nggak peduli Azula mau diperanin cewek tembem atau kurus, poinnya adalah karakter Azula sebagai antagonis yang kejam nggak saya dapatkan di live action. Dan itu membuktikan tulisan saya di atas. Avatar live action ingin penonton menaruh perhatian besar kepada Negara Api, bersimpati kepada karakter-karakter antagonisnya.

Just watch the original, please...

Kalau dilanjut tulisan ini mungkin bisa jadi makalah panjang. Intinya, Avatar live action nggak ngambil apapun dari anime kecuali konsep worldbuilding dan magic systemnya. Nyawa dari kisah Avatar benar-benar hilang. Mereka menghapus hal-hal penting dan justru menambahkan hal-hal yang nggak ada hubungannya sama cerita. Beberapa fans bahkan ada yang menghitung waktu tayang live action yang ternyata nggak beda jauh sama anime, dan mempertanyakan pilihan yang diambil oleh Netflix. 

Mari bandingkan lagi dengan One Piece yang menghapus banyak karakter dan adegan, itu karena memang Season 1 One Piece live action mengcover banyak sekali episode dan mereka menghormatinya dengan tetap menyebutkannya di beberapa adegan. Mereka ngasih tahu penonton. Mereka tahu adegan itu ada dan mereka menyebutnya supaya penonton baru penasaran dan mencarinya di manga atau anime. Meskipun Garp dikenalkan terlalu awal, penonton paham kenapa dia harus ada di live action sejak season 1, karena keberadaan Garp membantu mengisi kekosongan dari episode/chapter yang dihapus dari anime.

Avatar di sisi lain, hanya mengcover 20 episode dan total tayangnya hanya beda 30 menitan dibanding live action. Kenapa nggak pindahin aja semua jadi live action? Kenapa harus nampilin Azula di season 1? Padahal Book 1 Avatar anime harusnya fokus sama proses belajarnya Aang mengendalikan air. Tapi nggak ada itu di live action. Aang sama sekali nggak belajar apapun. Avatar live action nggak ngasih kita apapun selain kostum bagus. Actionnya juga nggak istimewa, standar aja. Nggak ada nilai dan moral yang kita ambil dari serial ini. Wajar kalau penulisnya kabur di tengah jalan.

Dah, gitu aja. Saya butuh minum Pocari Sweat kayaknya.

Fitrah: Sifat bawaan setiap anak

Rabu, 08 Mei 2024

Mengapa anak-anak tidak mengalami kesulitan untuk beriman kepada Allah dan risalah-Nya, meskipun mereka tidak dapat melihat-Nya? Mengapa seorang anak merasa begitu mudah dan alamiah untuk berdoa, berpuasa, dan mengenakan hijab, dan seringkali menikmati prosesnya? Mengapa seorang anak yang baru berusia dua tahun mampu salat sendiri, melindungi dirinya dari segala bentuk gangguan?

Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan ini sangat jelas dan sederhana -Allah telah menempatkan di dalam diri kita masing-masing sebuah anugerah yang menarik dan istimewa yang tidak akan kita sadari jika bukan karena Islam. Ini adalah anugerah fitrah (kecenderungan bawaan untuk mengenal Allah). Ini adalah salah satu cara agar kita dapat memahami keberadaan Allah (selain alam, wahyu, dan akal) dan menyadari tujuan penciptaan kita. Ini juga merupakan nikmat yang penting bagi orang tua ketika mereka berusaha untuk mengajarkan anak-anak mereka tentang Allah dan agama Islam. Ini adalah fondasi yang menjadi dasar dari segala sesuatu yang dibangun, yang sudah ada sejak lahir. Ini adalah benih yang ditanam di dalam diri setiap anak kita yang perlu dipelihara untuk menghasilkan tanaman yang berbunga indah. Sebagai orang tua, kita hanya perlu menyediakan air dan sinar matahari. Dengan pemahaman ini, pendekatan pengasuhan anak menjadi lebih positif dan penuh harapan.

Photo by Wil Stewart on Unsplash

Apa itu fitrah?

Fitrah biasanya digambarkan sebagai sifat bawaan dan murni dalam diri manusia yang membuat manusia mampu mengenal Allah dan menerima agama-Nya. Fitrah adalah kecenderungan bawaan menuju kesadaran akan Allah dan penegasan akan keberadaan-Nya; pengetahuan bahwa ada Dzat Yang Maha Esa yang menciptakan kita dan dunia di sekitar kita. Ini adalah kemampuan yang diciptakan oleh Allah di dalam diri manusia yang terukir di dalam jiwa kita. Hal ini dijelaskan dalam Al-Qur'an oleh Allah .

فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًۭا ۚ فِطْرَتَ ٱللَّهِ ٱلَّتِى فَطَرَ ٱلنَّاسَ عَلَيْهَا ۚ لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ ٱللَّهِ ۚ ذَٰلِكَ ٱلدِّينُ ٱلْقَيِّمُ وَلَـٰكِنَّ أَكْثَرَ ٱلنَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ

"Maka, hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam sesuai) fitrah (dari) Allah yang telah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah (tersebut). Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui." (QS Ar-Rum:30)

Pada dasarnya, maksudnya adalah bahwa setiap orang dilahirkan dalam keadaan suci di mana tauhid menjadi pusatnya. Hal ini kemudian mendorong seseorang untuk tunduk sepenuhnya pada kehendak Allah dan mencari cara untuk lebih dekat dengan-Nya. Islam sendiri disebut sebagai din al-fitrah (agama fitrah manusia) karena Islam adalah agama yang akan membimbing manusia menuju keimanan yang benar kepada Allah dan pemenuhan potensi ini secara sempurna. Para nabi diutus untuk mengingatkan manusia akan fitrah ini dan mengajarkan mereka hukum Islam sebagai panduan komprehensif untuk hidup dalam ketundukan kepada Allah. Para nabi sendiri, sebagai berkah dari Allah, mempraktikkan panduan ini dan menjadi contoh yang teguh dan patut diteladani bagi umat manusia.

Perjanjian tauhid yang tertulis pada setiap jiwa

Pada saat jiwa-jiwa diciptakan, setiap orang membuat perjanjian dengan Allah. Allah  menyebutkan perjanjian tersebut dalam ayat berikut:

هَـٰذَا مَا تُوعَدُونَ لِكُلِّ أَوَّابٍ حَفِيظٍۢ. مَّنْ خَشِىَ ٱلرَّحْمَـٰنَ بِٱلْغَيْبِ وَجَآءَ بِقَلْبٍۢ مُّنِيبٍ

"(Dikatakan kepada mereka,) “Inilah yang dijanjikan kepadamu, (yaitu) kepada setiap hamba yang bertobat lagi patuh. (Dialah) orang yang takut kepada Zat Yang Maha Pengasih (sekalipun) dia tidak melihat-Nya dan dia datang (menghadap Allah) dengan hati yang bertobat." (QS Qaf:32-33)

Dalam ayat lain, Dia  menjelaskan perjanjian ini,

وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِنۢ بَنِىٓ ءَادَمَ مِن ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَىٰٓ أَنفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ ۖ قَالُوا۟ بَلَىٰ ۛ شَهِدْنَآ ۛ أَن تَقُولُوا۟ يَوْمَ ٱلْقِيَـٰمَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَـٰذَا غَـٰفِلِينَ

"(Ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan dari tulang punggung anak cucu Adam, keturunan mereka dan Allah mengambil kesaksiannya terhadap diri mereka sendiri (seraya berfirman), “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab, “Betul (Engkau Tuhan kami), kami bersaksi.” (Kami melakukannya) agar pada hari Kiamat kamu (tidak) mengatakan, “Sesungguhnya kami lengah terhadap hal ini,” (QS Al-A'raf:172)

Dengan demikian, salah satu cara kita mengetahui tentang Allah adalah bahwa Allah ada di dalam jiwa kita sendiri; Allah ada di dalam fitrah kita. Keyakinan akan tauhid (keesaan Allah) terukir di dalam diri kita. Ini adalah perjanjian kita dengan Allah. Setiap anak dilahirkan dengan kecenderungan alami untuk percaya dan menyembah Allah, untuk menjadi orang yang saleh dan berbudi luhur, dan untuk memiliki pemahaman yang benar tentang posisinya di alam semesta. Dia yang berserah diri secara alami akan menjadi seorang Muslim, karena semua manusia dilahirkan sebagai Muslim. Jika tidak ada perubahan yang terjadi pada pembawaan anak, ia secara alami akan condong kepada Allah dan akan mengikuti kehendak-Nya. Ketika ia mencapai usia baligh, ia akan dengan mudah memilih agama Islam daripada sistem kepercayaan lainnya. Inilah hubungan dengan Sang Pencipta yang akan membimbing anak pada pemahaman tentang kebaikan dan keburukan, serta kebenaran dan kebatilan sepanjang hidupnya.

Photo by Collabstr on Unsplash

Pengaruh orang tua

Anda mungkin bertanya pada diri sendiri, “Mengapa begitu banyak orang yang menjauh dari sifat alami mereka? Mengapa begitu banyak orang memilih penindasan di bumi?” Hal ini dapat dijelaskan oleh hadis Nabi  berikut ini, yang mengatakan: “Setiap anak yang baru lahir dilahirkan dalam keadaan fitrah. Kemudian kedua orang tuanya yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi, sebagaimana seekor binatang dilahirkan dalam keadaan fitrah. Apakah kamu melihat ada di antara mereka yang dilahirkan dalam keadaan dimutilasi?” Hadits ini menjelaskan fakta bahwa pengaruh lingkungan setelah kelahiran membuat seseorang menyimpang dari fitrah dan jalan Allah. Penyimpangan ini tidak ada hubungannya dengan sesuatu yang salah dalam diri seseorang, karena fitrah itu murni dan baik. Mereka yang menolak agama Islam, pada dasarnya, melawan fitrah mereka. Jika dibiarkan sendiri, tanpa campur tangan, seseorang akan secara alamiah beriman kepada Allah, tauhid, dan Islam.

Seperti yang disebutkan dalam hadis, orang tua adalah faktor lingkungan utama yang menjauhkan seseorang dari fitrahnya. Orang tua yang membesarkan anak sebagai seorang Yahudi, Nasrani, Majusi, atau penganut agama lain, seringkali mewariskan agama yang sama dengan yang diajarkan oleh orang tua mereka. Orang tua berbagi keyakinan, nilai, moral, dan cita-cita dengan anak-anak mereka. Hal ini dilakukan melalui pemodelan, interaksi, pengajaran, dan sebagainya. Penelitian, pada kenyataannya, telah menunjukkan bahwa ketika anak muda memasuki usia dewasa, mereka membawa nilai dan moral yang sama atau serupa dengan yang diajarkan oleh orang tua mereka. Efeknya umumnya menarik dan bertahan lama. Penting untuk dicatat bahwa meskipun orang tua adalah faktor kunci dalam penyimpangan dari fitrah, pengaruh lingkungan lainnya juga dapat berperan. Sekolah, guru, teman, anggota keluarga besar, dan media semuanya memberikan pengaruh terhadap pikiran dan perilaku seorang anak.

Pengaruh setan

Setan juga berperan dalam upaya mengganggu fitrah. Tekanan dan kekuatan setan dan para pendukungnya dalam kehidupan manusia sangat jelas. Setan akan berusaha menipu kita dengan cara apa pun yang ia bisa, dan ia mulai bekerja pada anak-anak sejak mereka dilahirkan. Kita diperingatkan dalam Al-Qur'an,

قَالَ فَبِمَآ أَغْوَيْتَنِى لَأَقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَٰطَكَ ٱلْمُسْتَقِيمَ. ثُمَّ لَـَٔاتِيَنَّهُم مِّنۢ بَيْنِ أَيْدِيهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ أَيْمَـٰنِهِمْ وَعَن شَمَآئِلِهِمْ ۖ وَلَا تَجِدُ أَكْثَرَهُمْ شَـٰكِرِينَ

"Ia (Iblis) menjawab, “Karena Engkau telah menyesatkan aku, pasti aku akan selalu menghalangi mereka dari jalan-Mu yang lurus. Kemudian, pasti aku akan mendatangi mereka dari depan, dari belakang, dari kanan, dan dari kiri mereka. Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur.” (QS Al-A'raf:16-17)

Sarana yang telah Allah berikan kepada orang-orang beriman dirancang untuk melindungi fitrah dari tipu daya dan jebakan setan.

Tanggung jawab orang tua dalam kaitannya dengan Fitrah

Pengetahuan ini secara eksplisit menyoroti peran penting orang tua dalam membesarkan anak-anak mereka. Orang tua bertanggung jawab untuk memelihara kecenderungan fitrah dan melindunginya dari kerusakan. Hal ini dapat dilakukan dengan mengajarkan anak tentang Allah dan Islam sejak ia dilahirkan. Kata-kata pertama yang didengar oleh seorang bayi adalah “Allahu akbar, Allahu akbar”, bagian dari adzan, yang diucapkan di telinga anak pada saat ia lahir. Kehidupan anak harus ditanamkan dengan mengingat Allah sejak saat itu dan seterusnya. Ia harus melihat orang tuanya berdoa dan membaca Al Qur'an setiap hari dan mendengar mereka mengucapkan bismillah, alhamdulillah, dan bentuk-bentuk pujian lainnya kepada Allah. Semua bentuk keburukan harus dihindari sejauh mungkin. Jika hal-hal ini tercapai, anak akan mengembangkan iman dan taqwa dan akan berusaha untuk menaati Allah. Pengembangan pemikiran dan perilaku Islami pada anak kemudian akan menjadi tugas yang mudah, hampir tanpa usaha.

Benih fitrah membutuhkan sinar matahari dan air yang dapat disediakan oleh orang tua. Hal ini akan memungkinkan iman tumbuh menjadi tanaman yang kuat dan indah. Adalah tanggung jawab orang tua untuk menjadi tukang kebun dan pemelihara fitrah ini. Orang tua berkewajiban untuk mengarahkan wajah anaknya ke arah agama Islam. Mereka tidak boleh membiarkan pengaruh lingkungan merusak tanaman yang sedang tumbuh ini. Allah telah menciptakan kita dengan cara tertentu dan Dia telah memberi kita alat untuk menyelesaikan tugas tersebut. Sebagaimana tanaman yang dipelihara akan tumbuh dengan mudah, demikian juga dengan iman anak Anda. Dengan dasar fitrah, pertumbuhan iman merupakan pengalaman alamiah manusia.

Pengetahuan dan Pendidikan dalam Islam

Rabu, 01 Mei 2024

"Pandanglah orang yang lebih rendah derajatnya darimu, tetapi janganlah kamu memandang orang yang lebih tinggi derajatnya darimu, karena hal itu akan membuat nikmat (yang dianugerahkan Allah kepadamu) menjadi tidak berarti (di matamu)."

Pentingnya ilmu pengetahuan

Rasulullah  bersabda: "Mencari ilmu itu wajib bagi setiap Muslim." Tanggung jawab ini dimulai sejak kita dilahirkan dan tidak akan berakhir hingga kita meninggal dunia. Nabi  juga bersabda: "Jika seseorang menempuh suatu jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga." Kemampuan untuk belajar dan memahami inilah yang membedakan manusia dengan ciptaan Allah lainnya dan secara langsung berkaitan dengan konsep kehendak bebas. Membuat keputusan tentu akan menjadi hal yang ceroboh tanpa adanya kemampuan untuk mendapatkan pengetahuan.

Photo by Kyle Glenn on Unsplash

Pengetahuan dan pencarian pengetahuan menuntun kita pada jalan yang benar dalam hidup - jalan yang lurus. Tanpa pengetahuan yang benar, perjalanan hidup kita tidak akan berhasil. Pentingnya hal ini sering ditekankan dalam Al Qur'an dan Hadis. Allah  menyebutkan,

إِنَّمَا يَخْشَى ٱللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ ٱلْعُلَمَـٰٓؤُا۟ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ عَزِيزٌ غَفُورٌ 

Di antara hamba-hamba Allah yang takut kepada-Nya, hanyalah para ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. (QS Faathir:28)

وَتِلْكَ ٱلْأَمْثَـٰلُ نَضْرِبُهَا لِلنَّاسِ ۖ وَمَا يَعْقِلُهَآ إِلَّا ٱلْعَـٰلِمُونَ

Perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia. Namun, tidak ada yang memahaminya, kecuali orang-orang yang berilmu. (QS Al-'Ankabut:43)

هَلْ يَسْتَوِى ٱلَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَٱلَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ ۗ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُو۟لُوا۟ ٱلْأَلْبَـٰبِ

“Apakah sama orang-orang yang mengetahui (hak-hak Allah) dengan orang-orang yang tidak mengetahui (hak-hak Allah)?” Sesungguhnya hanya Ulul Albab (orang yang berakal sehat) yang dapat menerima pelajaran. (QS Az-Zumar:9)

Rasulullah  bersabda: "Kepada orang yang dikehendaki Allah kebaikan, Dia menganugerahkan ilmu tentang iman." Beliau juga bersabda: "Ketika seseorang memulai perjalanannya untuk memperoleh ilmu, Allah memudahkan jalannya ke surga, dan para malaikat, untuk mengekspresikan penghargaan mereka terhadap tindakannya, membentangkan sayap mereka, dan semua makhluk yang ada di langit dan di bumi, termasuk ikan-ikan di dalam lautan, memohonkan ampun untuk orang yang berilmu. Orang yang berilmu lebih utama dari seorang ahli ibadah sebagaimana bulan purnama lebih utama dari semua bintang. Orang yang berilmu adalah pewaris para nabi, dan para nabi tidak meninggalkan warisan berupa dirham dan dinar (harta benda), tetapi mereka meninggalkan ilmu sebagai warisannya. Dengan demikian, seseorang yang memperoleh ilmu akan memperoleh bagiannya secara penuh." Lebih penting lagi, beliau menyatakan: "Tidak ada iri hati kecuali dalam dua hal. Yang pertama adalah orang yang diberi kekayaan oleh Allah dan ia membelanjakannya dengan benar; yang kedua adalah orang yang diberi kebijaksanaan oleh Allah (Al-Qur'an) dan ia mengamalkannya serta mengajarkannya kepada orang lain."

Ayat-ayat Al-Qur'an dan hadits-hadits tersebut dengan jelas menunjukkan pentingnya memperoleh pengetahuan serta mengajarkannya kepada orang lain. Islam adalah agama pengetahuan karena dikaitkan dengan banyak keutamaan dan pahala. Ini adalah salah satu aspek paling mulia yang dapat diupayakan oleh manusia, dan yang paling terhormat untuk dicapai. Pengetahuan datang sebelum amalan dan tidak ada amalan tanpa pengetahuan.

Hakikat pengetahuan

Sebagian besar umat Islam, bagaimanapun, tidak memahami arti sebenarnya dari ilmu dan fakta bahwa ada beberapa kategori ilmu. Sering diasumsikan bahwa hadis Nabi  yang disebutkan di atas mengacu pada semua pengetahuan, baik duniawi maupun agama, dan bahwa keduanya disatukan menjadi satu kategori besar. Kita mungkin mendengar orang lain berkata, “Putra atau putri saya perlu pergi ke sekolah menengah atau perguruan tinggi sekuler karena pengetahuan adalah kewajiban bagi umat Islam.” Meskipun hal ini mungkin terlihat masuk akal di permukaan, analisis yang lebih rinci akan mengungkapkan beberapa kelemahan.

Perbedaan penting yang telah dibuat oleh para cendekiawan Islam adalah antara pengetahuan yang merupakan kewajiban pribadi dan pengetahuan yang merupakan kewajiban bersama. Jenis pengetahuan yang pertama adalah pengetahuan yang diwajibkan bagi setiap individu. Ini termasuk pengetahuan dasar agama, termasuk keyakinan ('aqidah) dan praktik (salat, puasa, zakat, hubungan sosial, dan sebagainya). Jenis ilmu yang kedua adalah ilmu yang diwajibkan bagi sebagian anggota masyarakat Muslim, namun tidak semua. Ini adalah kewajiban komunal yang dicabut ketika beberapa anggota masyarakat menjadi dokter untuk merawat orang sakit, maka seluruh masyarakat dibebaskan dari tanggung jawab ini; jika tidak ada yang menjadi dokter, maka seluruh masyarakat bertanggung jawab. Kategori ini akan mencakup pengetahuan rinci tentang Islam dan Syariah, kedokteran, pendidikan, teknik, dan sebagainya.

Dalam hadis tentang kewajiban mencari ilmu, Nabi  secara khusus menekankan pemahaman agama. Hikmah ini berasal dari Kitabullah dan Sunnah Nabi . Termasuk di dalamnya adalah mengenal Allah, nama-nama dan sifat-sifat-Nya, dan hak-hak-Nya atas ciptaan-Nya; mengetahui jalan menuju kepada-Nya; mengetahui tujuan penciptaan kita; dan mengetahui balasan di akhirat. Pada intinya, ini berarti memahami prinsip-prinsip iman dan rukun Islam. Hal ini diprioritaskan di atas pengetahuan duniawi karena memiliki implikasi untuk keabadian, tidak hanya untuk rentang waktu tujuh puluh tahun atau lebih.

Pengetahuan dan orang tua

Poin-poin yang berkaitan dengan pengetahuan ini perlu ditekankan kepada para orang tua, terutama bagi mereka yang merasa bahwa mendidik anak tentang Islam bukanlah hal yang penting. Seperti yang telah disebutkan di atas, menuntut ilmu adalah kewajiban bagi laki-laki dan perempuan. Salah satu tugas utama orang tua adalah menjaga anak-anak mereka, baik secara fisik, emosional, spiritual, dan intelektual. Pendidikan adalah faktor kunci dalam semua ini dengan tujuan membesarkan Muslim yang sehat, berpengetahuan luas, dan kuat. Hal ini bahkan mungkin lebih penting bagi perempuan karena posisi mereka dalam keluarga. Pengajaran dapat dilakukan secara langsung, seperti pengajian di rumah atau di masjid, tetapi banyak juga yang tidak langsung, melalui pemodelan dan pengamatan. Seorang ibu, melalui kontaknya yang terus menerus dengan anggota keluarga lainnya, memiliki potensi untuk menjadi guru yang sangat baik. Sebagian besar hal ini dapat dilakukan hanya dengan belajar tentang Islam dan menerapkan nilai-nilai kebijaksanaannya. Anak-anak belajar banyak dari melihat orang-orang di sekitar mereka, terutama orang tua mereka. Sebagai contoh, seorang anak yang melihat ibunya mengenakan jilbab, membaca Al-Qur'an, dan shalat tepat waktu, kemungkinan besar akan mengikuti contoh tersebut dan tidak terlalu sulit untuk melakukannya dibandingkan dengan anak yang tidak pernah melihat orangtuanya melakukan hal-hal tersebut. Pemodelan dan pengamatan adalah kekuatan yang kuat dan ibu adalah faktor penting dalam hal ini.

Hal ini sama sekali tidak meniadakan peran ayah dalam mendidik anak-anaknya. Para ayah juga harus memahami pentingnya pendidikan dan bekerja sama dengan ibu dalam menyediakan lingkungan belajar yang Islami. Sebagai suami dan istri, mereka harus mendorong satu sama lain untuk belajar secara terus menerus dan berbagi pengetahuan yang baru diperoleh satu sama lain. Membaca Al-Qur'an, hadits dan buku-buku; menghadiri majelis taklim; mendengarkan ceramah; berpartisipasi dalam konferensi-konferensi Islam, dan menemukan situs-situs yang dapat dipercaya tentang Islam di Internet adalah cara-cara yang dapat dilakukan oleh pasangan suami istri untuk memelihara pertumbuhan intelektual satu sama lain. Ketika hal ini dilakukan bersama-sama, hal ini dapat membantu memperkuat dan meningkatkan hubungan pernikahan.

Pengetahuan dan pengasuhan anak

Dalam kaitannya dengan pengasuhan anak, pendidikan dan pembelajaran harus dibangun di atas dasar pengetahuan Islam. Prioritas harus diberikan pada aspek pembelajaran agama, karena ini adalah kewajiban individu. Kehidupan seorang anak Muslim harus dibenamkan dalam pengetahuan Islam sejak dini. Pengetahuan, pemikiran, dan persepsinya harus difokuskan pada hal tersebut. Al-Qur'an, Hadis, sirah, dan bahasa Arab harus menjadi makanan sehari-harinya. Kepalanya harus beristirahat di atas tempat tidur dengan kisah-kisah para nabi, para Sahabat, dan kisah-kisah orang-orang saleh.

Jenis pengetahuan lainnya kemudian dapat dibangun di atas fondasi yang kuat ini. Faktanya, pengetahuan duniawi apa pun harus selalu dihubungkan dengan sumber-sumber asli Islam, yaitu Al-Qur'an dan Sunnah. Sebagai contoh, bagaimana mungkin seseorang dapat mempelajari ilmu pengetahuan alam tanpa mengaitkannya dengan kebijaksanaan, kesempurnaan, dan keteraturan Allah di alam semesta, serta keajaiban ilmiah Al-Qur'an? Seorang siswa tidak dapat mempelajari bisnis tanpa memahami perspektif Islam tentang ekonomi, keuangan, dan manajemen. Mempelajari psikologi berarti pertama-tama memahami apa yang telah dinyatakan oleh Sang Pencipta tentang ciptaan-Nya, karena Dia mengenal kita lebih baik daripada kita mengenal diri kita sendiri.

Penting juga untuk menyadari bahwa pengetahuan yang bertentangan dengan Islam atau prinsip-prinsip Islam sama sekali tidak dapat diterima. Dilarang mempelajari filosofi dan kepercayaan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam. Mengirim anak-anak kita ke sekolah sekuler, misalnya, menimbulkan bahaya serius karena mengekspos anak-anak kita pada sistem dan praktik kepercayaan yang menyimpang. Selain itu, hal ini memberikan pesan bahwa agama hanyalah sebuah kompartemen dalam kehidupan dan kita dapat memahami disiplin ilmu lain tanpa harus mengacu pada agama. Agama di sekolah-sekolah semacam ini kurang mendapat prioritas, jika ada, dibandingkan dengan ilmu pengetahuan dan mata pelajaran lainnya. Agama dalam bentuk apa pun, pada kenyataannya, dapat diejek dan direndahkan dalam sistem seperti itu.

Penting untuk dicatat bahwa kita tidak boleh mengabaikan aspek material dari kehidupan ini, karena menjaga dan memelihara diri kita sendiri adalah bagian dari agama juga. Sebagai contoh, dilaporkan bahwa Nabi  sering berdoa: “Ya Allah, berikanlah kepada kami semua kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan selamatkanlah kami dari siksa api neraka.” Mempelajari ilmu pengetahuan, matematika, atau mata pelajaran lain yang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam dapat diterima, tetapi kita tidak boleh berkonsentrasi pada kehidupan dunia dengan mengorbankan kehidupan akhirat. Allah  berfirman:

فَمَآ أُوتِيتُم مِّن شَىْءٍۢ فَمَتَـٰعُ ٱلْحَيَوٰةِ ٱلدُّنْيَا ۖ وَمَا عِندَ ٱللَّهِ خَيْرٌۭ وَأَبْقَىٰ لِلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَعَلَىٰ رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ

"Apapun ˹kesenangan˺ yang diberikan kepada kalian, tidak lebih dari sekedar kenikmatan duniawi yang sementara. Tetapi apa yang ada di sisi Allah jauh lebih baik dan lebih kekal bagi orang-orang yang beriman dan bertawakal;" (QS Asy-Syuura:36)

Lebih dari sekadar pengetahuan semata

Perolehan pengetahuan jelas bukan satu-satunya elemen penting dalam perjalanan hidup kita. Semua pengetahuan di dunia tidak akan berarti apa-apa jika tidak disertai dengan iman, taqwa, keikhlasan, dan keyakinan akan keesaan Allah. Ada banyak orang yang memiliki pengetahuan, tetapi masih berada di jalan yang salah. Jika kita memiliki semua komponen ini, pemahaman yang kita peroleh dalam pencarian ilmu akan membantu kita untuk mengetahui jalan mana yang harus kita tempuh menuju Allah dan bagaimana menghindari situasi yang berbahaya dan merugikan. Hal yang penting untuk diingat adalah bahwa kita bertanggung jawab atas anak-anak kita dan akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang telah kita ajarkan kepada mereka. Untuk menjaga agama kita, kita harus mendidik diri kita sendiri dan anak-anak kita. Kekuatan umat Islam secara langsung terkait dengan tingkat pengetahuan para pemeluknya.

Photo by Rawan Yasser on Unsplash

Bahasa Arab

Bahasa Arab adalah bahasa Al-Qur'an yang mulia, bahasa Hadis, dan bahasa Islam. Seseorang tidak dapat benar-benar mencapai kedalaman pengetahuan dan pemahaman Islam tanpa bahasa Arab. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata,

Bahasa Arab adalah bagian dari agama, dan mempelajarinya adalah sebuah kewajiban. Karena sesungguhnya memahami Al-Qur'an dan As-Sunnah adalah sebuah kewajiban, dan keduanya tidak dapat dipahami kecuali dengan memahami bahasa Arab, dan setiap kewajiban yang tidak terpenuhi kecuali dengan langkah-langkah tertentu, maka langkah-langkah itu sendiri menjadi wajib (untuk memenuhi kewajiban awal).

Pengetahuan tentang bahasa Arab sangat penting bagi setiap Muslim untuk memahami prinsip-prinsip keimanan dan keyakinan, untuk melakukan ibadah, dan untuk mahir dalam membaca Al-Qur'an yang mulia.

Allah menyebutkan bahasa Arab di beberapa tempat di dalam Al-Qur'an:

إِنَّآ أَنزَلْنَـٰهُ قُرْءَٰنًا عَرَبِيًّۭا لَّعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ

"Sesungguhnya Kami menurunkannya (Kitab Suci) berupa Al-Qur’an berbahasa Arab agar kamu mengerti." (QS Yusuf:2)

كِتَـٰبٌۭ فُصِّلَتْ ءَايَـٰتُهُۥ قُرْءَانًا عَرَبِيًّۭا لِّقَوْمٍۢ يَعْلَمُونَ

"Kitab yang ayat-ayatnya dijelaskan sebagai bacaan dalam bahasa Arab untuk kaum yang mengetahui," (QS Fushilat:3)

وَإِنَّهُۥ لَتَنزِيلُ رَبِّ ٱلْعَـٰلَمِينَ. نَزَلَ بِهِ ٱلرُّوحُ ٱلْأَمِينُ. عَلَىٰ قَلْبِكَ لِتَكُونَ مِنَ ٱلْمُنذِرِينَ. بِلِسَانٍ عَرَبِىٍّۢ مُّبِينٍۢ

"Sesungguhnya ia (Al-Qur’an) benar-benar diturunkan Tuhan semesta alam. Ia (Al-Qur’an) dibawa turun oleh Ruhulamin (Jibril). (Diturunkan) ke dalam hatimu (Nabi Muhammad) agar engkau menjadi salah seorang pemberi peringatan. (Diturunkan) dengan bahasa Arab yang jelas." (QS Asy-Syu'ara:192-195)

Sangat menyedihkan melihat bahwa umat Islam di zaman sekarang ini tampaknya telah melupakan pentingnya pesan ini dan peran penting bahasa Arab. Anda akan menemukan umat Islam menghabiskan ribuan dolar untuk anak-anak mereka belajar bahasa asing, sementara pada saat yang sama mengabaikan bahasa wahyu. Generasi muda telah dicuci otaknya untuk berpikir bahwa bahasa Arab sudah ketinggalan jaman dan tidak penting untuk zaman modern. Berbagai upaya dilakukan untuk mengesampingkan bahasa Arab dalam aspek ilmiah dan pragmatis atau kehidupan kita dengan mengutamakan bahasa asing dan menggunakan bahasa-bahasa ini untuk mengajar di setiap mata pelajaran. Karena alasan ini dan alasan lainnya, generasi muda berpaling dari bahasa Arab dan memfokuskan energi mereka pada pengetahuan yang lebih 'duniawi'. Hebatnya, Anda akan menemukan banyak Muslim di negara-negara Arab yang tidak dapat berbicara, membaca, atau menulis bahasa Arab.

Para orang tua harus menanamkan dalam benak mereka bahwa mempelajari bahasa Arab (jika mereka belum menguasainya) dan mengajarkannya kepada anak-anak mereka adalah sebuah kewajiban. Bahasa Arab harus menjadi bahasa pertama yang didengar oleh seorang anak (adzan saat lahir) dan menjadi 'bahasa pertama' sepanjang hidupnya. Mempelajari, belajar, dan berbicara bahasa Arab harus menjadi rutinitas sehari-hari, karena bahasa Arab sangat penting untuk memahami Al Qur'an, hadits-hadits Nabi Muhammad , dan seluruh ajaran agama. Sebagai mantan non-Muslim yang telah beralih dari tidak tahu satu huruf pun dari alfabet Arab menjadi lancar membaca Al Qur'an dengan pemahaman yang baik, saya dapat membuktikan bahwa saya sekarang benar-benar menghargai signifikansi dan kedalaman bahasa Arab.

Sangat menarik untuk dicatat bahwa penelitian telah mengkonfirmasi bahwa penguasaan bahasa jauh lebih mudah selama masa kanak-kanak. Faktanya, penelitian telah menemukan bahwa rentang waktu dari lahir hingga usia lima tahun sangat penting untuk pemerolehan bahasa. Saat lahir, anak-anak memiliki kemampuan untuk menghasilkan suara apa pun dari bahasa apa pun di dunia. Dengan paparan dan pembentukan, mereka kehilangan kemampuan untuk membuat suara yang tidak terdengar atau jarang terdengar. Untuk alasan ini, orang tua harus mengekspos anak-anak mereka pada bahasa Arab sejak lahir. Penting bagi mereka untuk mendengar suara dan mulai berkomunikasi dalam bahasa Arab. Bahasa Arab adalah bahasa yang rumit untuk dipelajari, sebagaimana yang akan dibuktikan oleh siapa pun yang telah mencobanya di masa dewasa. Namun, bagi anak-anak, hal ini menjadi sangat mudah karena proses alamiah ini. Hal ini, tentu saja, berlaku juga untuk mempelajari Al-Qur'an dan aturan pelafalan yang tepat dalam pembacaan Al-Qur'an. Orang tua harus memanfaatkan tahun-tahun yang berharga ini sebelum mereka menghilang.

Metode pendidikan dan pengajaran Nabi Muhammad 

Nabi Muhammad  adalah teladan ideal untuk diikuti dalam semua aspek kehidupan, termasuk pendidikan dan pengajaran. Beliau adalah pendidik dan guru terbaik bagi para sahabatnya, dan beliau menghabiskan waktu berjam-jam untuk mengajari mereka aspek-aspek rinci dari agama. Dalam pengajarannya, beliau menggunakan berbagai metode pendidikan yang dapat diterapkan dalam pengasuhan anak. Beberapa di antaranya dibahas di bawah ini untuk membantu para orang tua dalam mengembangkan dan meningkatkan gaya mereka sendiri.

Penting untuk dipahami bahwa pendidikan dan pelatihan adalah proses yang kompleks. Mereka melibatkan lebih dari sekedar mengajarkan prinsip-prinsip agama dan aturan hukum Islam. Orang tua sebagai guru harus terlebih dahulu menjalin hubungan dengan anak-anaknya, dan kemudian terus berusaha untuk membangun konsep-konsep dengan kuat di dalam pikiran dan hati mereka melalui penggunaan berbagai metode. Untuk tujuan ini, Nabi ﷺ memvariasikan teknik-tekniknya, yang meliputi: perumpamaan ilustrasi, kisah-kisah naratif, membuat sumpah, teladan, dan nasihat. Pilihan teknik yang digunakan bergantung pada sifat topik atau masalah, kepribadian orang yang terlibat, dan aspek-aspek situasional atau keadaan.

Perumpamaan ilustratif

Nabi  sering menggunakan perumpamaan ketika mengilustrasikan konsep-konsep abstrak untuk membantu orang-orang dalam pemahaman. Perumpamaan adalah cerita fiktif singkat yang menggambarkan sikap moral atau prinsip agama. Perumpamaan telah digunakan sepanjang sejarah oleh para nabi dan orang-orang terpelajar. Abu Bakar رضي الله عنه berkata: "Saya mendengar Rasulullah  bersabda: 'Lihatlah! Dapatkah ada kotoran yang tersisa di tubuh salah satu dari kalian jika ada sungai di depan pintunya, di mana ia membasuh dirinya sendiri lima kali sehari?' Mereka menjawab, "Tidak ada kotoran yang tersisa di tubuhnya.' Beliau bersabda: 'Itu seperti lima shalat yang dengannya Allah menghapuskan dosa-dosa'."

Kisah-kisah naratif

Bercerita adalah metode yang brilian, menyenangkan, dan efektif untuk mengajarkan keyakinan, nilai, dan moral kepada anak-anak. Hal ini terutama berlaku untuk anak-anak kecil yang memiliki rentang perhatian yang pendek dan membutuhkan interaksi yang menarik perhatian. Nabi  sering menggunakan metode ini dengan para sahabatnya. Dalam sebuah kesempatan, diriwayatkan bahwa Nabi  bersabda: "Allah lebih senang dengan taubatnya hamba-Nya yang beriman daripada orang yang berangkat dalam perjalanan dengan membawa bekal makanan dan minuman di punggung untanya. Dia melanjutkan perjalanannya hingga tiba di padang pasir yang tidak berair dan dia merasa ingin tidur. Maka ia pun beristirahat di bawah naungan pohon, lalu tertidur dan untanya pun lari. Ketika ia bangun, ia mencoba mengeceknya (untanya) berdiri di atas gundukan tanah, tetapi tidak menemukannya. Dia kemudian naik ke gundukan yang lain, tetapi tidak dapat melihat apa-apa. Dia kemudian naik ke gundukan ketiga, tetapi tidak melihat apa-apa sampai dia kembali ke tempat di mana dia tidur sebelumnya. Dan ketika dia sedang duduk (dengan sangat kecewa), datanglah kepadanya untanya, hingga unta itu meletakkan tali kekangnya di tangannya. Allah lebih senang dengan taubatnya hamba-Nya daripada orang yang menemukan (untanya yang hilang) dalam keadaan seperti ini."

Mengucapkan sumpah

Kadang-kadang, Nabi  akan menarik perhatian seseorang dengan cara bersumpah. Ini adalah teknik yang sangat berharga, terutama untuk menekankan konsep-konsep penting. Abu Syuraih رضي الله عنه meriwayatkan bahwa Nabi  berkata: "Demi Allah, dia tidak beriman! Demi Allah, dia tidak beriman! Demi Allah, dia tidak beriman! Beliau ditanya: Siapakah orang itu, wahai Rasulullah? Beliau menjawab: Orang itu adalah orang yang tetangganya tidak merasa aman dari kejahatannya."

Bertahap

Memahami kompleksitas dan kesulitan hidup, Nabi Muhammad  mengambil pendekatan bertahap dalam mengajarkan beberapa prinsip agama. Hal ini paling sering digunakan dalam pelarangan kemungkaran sosial seperti alkohol, tetapi juga dapat diterapkan pada perintah-perintah. Alasan dari metode ini adalah untuk memberikan waktu yang dibutuhkan untuk mengubah hati dan pikiran melalui persuasi dan pendidikan, daripada hanya memaksakan aturan dan hukum. Hal ini akan memastikan bahwa anak-anak menerima aturan-aturan Islam atas pilihan mereka sendiri, bukan karena dipaksa. Contoh penerapan praktisnya bisa berupa mengenakan hijab, belajar cara salat yang benar, berpuasa selama bulan Ramadhan, dan lain sebagainya.

Photo by Guillaume QL on Unsplash

Menawarkan alternatif yang tepat

Ketika mengoreksi kesalahan orang, Nabi  akan menawarkan alternatif yang tepat untuk perilaku yang tidak pantas dari individu tersebut. Dengan melakukan hal ini, orang tersebut akan terhindar dari rasa malu dan mengurangi kemungkinan ia akan menolak untuk berubah. Dalam sebuah hadits diriwayatkan bahwa "Nabi melihat dahak ke arah kiblat dan hal ini membuatnya sangat kesal sehingga kemarahannya terlihat di wajahnya. Beliau berdiri dan menghapusnya dengan tangan, lalu berkata: 'Apabila salah seorang dari kalian berdiri untuk shalat, maka ia sedang berbicara dengan Tuhannya. Tuhannya berada di antara dia dan kiblat, maka janganlah seorang pun meludah ke arah kiblat, hendaklah ia meludah ke kiri atau ke bawah kakinya.' Kemudian beliau mengambil ujung jubahnya, meludahinya dan menggosokkan sebagiannya ke sebagian yang lain, lalu bersabda: 'Atau lakukan seperti ini.'"

Memperhatikan aspek-aspek yang tertanam dalam sifat manusia

Nabi  memahami sifat dasar manusia dan perasaan serta emosi alamiah yang mungkin mereka alami. Karena alasan ini, beliau bersabar terhadap kesalahan atau perilaku orang lain yang tidak pantas. Konsep ini tentu saja dapat diterapkan dalam kasus anak-anak yang sering bertindak melalui naluri alamiah. "Nabi  sedang bersama salah satu istrinya ketika salah seorang Ummul Mukminin mengirimkan sebuah bejana besar berisi makanan kepadanya. Istri yang rumahnya sedang dikunjungi Nabi  memukul tangan pelayan tersebut, sehingga bejana itu jatuh dan pecah menjadi dua. Nabi  memungut pecahan-pecahan itu dan menyatukannya, lalu mengumpulkan makanan yang ada di dalam bejana dan berkata: 'Ibumu cemburu.' Kemudian beliau meminta pelayan tersebut untuk menunggu sampai diberikan bejana milik istri yang ada di rumahnya, lalu beliau mengirimkan bejana yang utuh kepada istri yang bejananya pecah dan menyimpan bejana yang pecah di rumah istri yang memecahkannya."

Masih banyak lagi contoh-contoh lain dari metode pendidikan Rasulullah saw. Hal ini berada di luar cakupan buku ini untuk membahasnya secara mendalam. Beberapa telah dibahas untuk memberikan saran-saran bagi para orang tua.

© Zuzu Syuhada • Theme by Maira G.