SLIDER

Pengetahuan dan Pendidikan dalam Islam

"Pandanglah orang yang lebih rendah derajatnya darimu, tetapi janganlah kamu memandang orang yang lebih tinggi derajatnya darimu, karena hal itu akan membuat nikmat (yang dianugerahkan Allah kepadamu) menjadi tidak berarti (di matamu)."

Pentingnya ilmu pengetahuan

Rasulullah  bersabda: "Mencari ilmu itu wajib bagi setiap Muslim." Tanggung jawab ini dimulai sejak kita dilahirkan dan tidak akan berakhir hingga kita meninggal dunia. Nabi  juga bersabda: "Jika seseorang menempuh suatu jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga." Kemampuan untuk belajar dan memahami inilah yang membedakan manusia dengan ciptaan Allah lainnya dan secara langsung berkaitan dengan konsep kehendak bebas. Membuat keputusan tentu akan menjadi hal yang ceroboh tanpa adanya kemampuan untuk mendapatkan pengetahuan.

Photo by Kyle Glenn on Unsplash

Pengetahuan dan pencarian pengetahuan menuntun kita pada jalan yang benar dalam hidup - jalan yang lurus. Tanpa pengetahuan yang benar, perjalanan hidup kita tidak akan berhasil. Pentingnya hal ini sering ditekankan dalam Al Qur'an dan Hadis. Allah  menyebutkan,

إِنَّمَا يَخْشَى ٱللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ ٱلْعُلَمَـٰٓؤُا۟ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ عَزِيزٌ غَفُورٌ 

Di antara hamba-hamba Allah yang takut kepada-Nya, hanyalah para ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. (QS Faathir:28)

وَتِلْكَ ٱلْأَمْثَـٰلُ نَضْرِبُهَا لِلنَّاسِ ۖ وَمَا يَعْقِلُهَآ إِلَّا ٱلْعَـٰلِمُونَ

Perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia. Namun, tidak ada yang memahaminya, kecuali orang-orang yang berilmu. (QS Al-'Ankabut:43)

هَلْ يَسْتَوِى ٱلَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَٱلَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ ۗ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُو۟لُوا۟ ٱلْأَلْبَـٰبِ

“Apakah sama orang-orang yang mengetahui (hak-hak Allah) dengan orang-orang yang tidak mengetahui (hak-hak Allah)?” Sesungguhnya hanya Ulul Albab (orang yang berakal sehat) yang dapat menerima pelajaran. (QS Az-Zumar:9)

Rasulullah  bersabda: "Kepada orang yang dikehendaki Allah kebaikan, Dia menganugerahkan ilmu tentang iman." Beliau juga bersabda: "Ketika seseorang memulai perjalanannya untuk memperoleh ilmu, Allah memudahkan jalannya ke surga, dan para malaikat, untuk mengekspresikan penghargaan mereka terhadap tindakannya, membentangkan sayap mereka, dan semua makhluk yang ada di langit dan di bumi, termasuk ikan-ikan di dalam lautan, memohonkan ampun untuk orang yang berilmu. Orang yang berilmu lebih utama dari seorang ahli ibadah sebagaimana bulan purnama lebih utama dari semua bintang. Orang yang berilmu adalah pewaris para nabi, dan para nabi tidak meninggalkan warisan berupa dirham dan dinar (harta benda), tetapi mereka meninggalkan ilmu sebagai warisannya. Dengan demikian, seseorang yang memperoleh ilmu akan memperoleh bagiannya secara penuh." Lebih penting lagi, beliau menyatakan: "Tidak ada iri hati kecuali dalam dua hal. Yang pertama adalah orang yang diberi kekayaan oleh Allah dan ia membelanjakannya dengan benar; yang kedua adalah orang yang diberi kebijaksanaan oleh Allah (Al-Qur'an) dan ia mengamalkannya serta mengajarkannya kepada orang lain."

Ayat-ayat Al-Qur'an dan hadits-hadits tersebut dengan jelas menunjukkan pentingnya memperoleh pengetahuan serta mengajarkannya kepada orang lain. Islam adalah agama pengetahuan karena dikaitkan dengan banyak keutamaan dan pahala. Ini adalah salah satu aspek paling mulia yang dapat diupayakan oleh manusia, dan yang paling terhormat untuk dicapai. Pengetahuan datang sebelum amalan dan tidak ada amalan tanpa pengetahuan.

Hakikat pengetahuan

Sebagian besar umat Islam, bagaimanapun, tidak memahami arti sebenarnya dari ilmu dan fakta bahwa ada beberapa kategori ilmu. Sering diasumsikan bahwa hadis Nabi  yang disebutkan di atas mengacu pada semua pengetahuan, baik duniawi maupun agama, dan bahwa keduanya disatukan menjadi satu kategori besar. Kita mungkin mendengar orang lain berkata, “Putra atau putri saya perlu pergi ke sekolah menengah atau perguruan tinggi sekuler karena pengetahuan adalah kewajiban bagi umat Islam.” Meskipun hal ini mungkin terlihat masuk akal di permukaan, analisis yang lebih rinci akan mengungkapkan beberapa kelemahan.

Perbedaan penting yang telah dibuat oleh para cendekiawan Islam adalah antara pengetahuan yang merupakan kewajiban pribadi dan pengetahuan yang merupakan kewajiban bersama. Jenis pengetahuan yang pertama adalah pengetahuan yang diwajibkan bagi setiap individu. Ini termasuk pengetahuan dasar agama, termasuk keyakinan ('aqidah) dan praktik (salat, puasa, zakat, hubungan sosial, dan sebagainya). Jenis ilmu yang kedua adalah ilmu yang diwajibkan bagi sebagian anggota masyarakat Muslim, namun tidak semua. Ini adalah kewajiban komunal yang dicabut ketika beberapa anggota masyarakat menjadi dokter untuk merawat orang sakit, maka seluruh masyarakat dibebaskan dari tanggung jawab ini; jika tidak ada yang menjadi dokter, maka seluruh masyarakat bertanggung jawab. Kategori ini akan mencakup pengetahuan rinci tentang Islam dan Syariah, kedokteran, pendidikan, teknik, dan sebagainya.

Dalam hadis tentang kewajiban mencari ilmu, Nabi  secara khusus menekankan pemahaman agama. Hikmah ini berasal dari Kitabullah dan Sunnah Nabi . Termasuk di dalamnya adalah mengenal Allah, nama-nama dan sifat-sifat-Nya, dan hak-hak-Nya atas ciptaan-Nya; mengetahui jalan menuju kepada-Nya; mengetahui tujuan penciptaan kita; dan mengetahui balasan di akhirat. Pada intinya, ini berarti memahami prinsip-prinsip iman dan rukun Islam. Hal ini diprioritaskan di atas pengetahuan duniawi karena memiliki implikasi untuk keabadian, tidak hanya untuk rentang waktu tujuh puluh tahun atau lebih.

Pengetahuan dan orang tua

Poin-poin yang berkaitan dengan pengetahuan ini perlu ditekankan kepada para orang tua, terutama bagi mereka yang merasa bahwa mendidik anak tentang Islam bukanlah hal yang penting. Seperti yang telah disebutkan di atas, menuntut ilmu adalah kewajiban bagi laki-laki dan perempuan. Salah satu tugas utama orang tua adalah menjaga anak-anak mereka, baik secara fisik, emosional, spiritual, dan intelektual. Pendidikan adalah faktor kunci dalam semua ini dengan tujuan membesarkan Muslim yang sehat, berpengetahuan luas, dan kuat. Hal ini bahkan mungkin lebih penting bagi perempuan karena posisi mereka dalam keluarga. Pengajaran dapat dilakukan secara langsung, seperti pengajian di rumah atau di masjid, tetapi banyak juga yang tidak langsung, melalui pemodelan dan pengamatan. Seorang ibu, melalui kontaknya yang terus menerus dengan anggota keluarga lainnya, memiliki potensi untuk menjadi guru yang sangat baik. Sebagian besar hal ini dapat dilakukan hanya dengan belajar tentang Islam dan menerapkan nilai-nilai kebijaksanaannya. Anak-anak belajar banyak dari melihat orang-orang di sekitar mereka, terutama orang tua mereka. Sebagai contoh, seorang anak yang melihat ibunya mengenakan jilbab, membaca Al-Qur'an, dan shalat tepat waktu, kemungkinan besar akan mengikuti contoh tersebut dan tidak terlalu sulit untuk melakukannya dibandingkan dengan anak yang tidak pernah melihat orangtuanya melakukan hal-hal tersebut. Pemodelan dan pengamatan adalah kekuatan yang kuat dan ibu adalah faktor penting dalam hal ini.

Hal ini sama sekali tidak meniadakan peran ayah dalam mendidik anak-anaknya. Para ayah juga harus memahami pentingnya pendidikan dan bekerja sama dengan ibu dalam menyediakan lingkungan belajar yang Islami. Sebagai suami dan istri, mereka harus mendorong satu sama lain untuk belajar secara terus menerus dan berbagi pengetahuan yang baru diperoleh satu sama lain. Membaca Al-Qur'an, hadits dan buku-buku; menghadiri majelis taklim; mendengarkan ceramah; berpartisipasi dalam konferensi-konferensi Islam, dan menemukan situs-situs yang dapat dipercaya tentang Islam di Internet adalah cara-cara yang dapat dilakukan oleh pasangan suami istri untuk memelihara pertumbuhan intelektual satu sama lain. Ketika hal ini dilakukan bersama-sama, hal ini dapat membantu memperkuat dan meningkatkan hubungan pernikahan.

Pengetahuan dan pengasuhan anak

Dalam kaitannya dengan pengasuhan anak, pendidikan dan pembelajaran harus dibangun di atas dasar pengetahuan Islam. Prioritas harus diberikan pada aspek pembelajaran agama, karena ini adalah kewajiban individu. Kehidupan seorang anak Muslim harus dibenamkan dalam pengetahuan Islam sejak dini. Pengetahuan, pemikiran, dan persepsinya harus difokuskan pada hal tersebut. Al-Qur'an, Hadis, sirah, dan bahasa Arab harus menjadi makanan sehari-harinya. Kepalanya harus beristirahat di atas tempat tidur dengan kisah-kisah para nabi, para Sahabat, dan kisah-kisah orang-orang saleh.

Jenis pengetahuan lainnya kemudian dapat dibangun di atas fondasi yang kuat ini. Faktanya, pengetahuan duniawi apa pun harus selalu dihubungkan dengan sumber-sumber asli Islam, yaitu Al-Qur'an dan Sunnah. Sebagai contoh, bagaimana mungkin seseorang dapat mempelajari ilmu pengetahuan alam tanpa mengaitkannya dengan kebijaksanaan, kesempurnaan, dan keteraturan Allah di alam semesta, serta keajaiban ilmiah Al-Qur'an? Seorang siswa tidak dapat mempelajari bisnis tanpa memahami perspektif Islam tentang ekonomi, keuangan, dan manajemen. Mempelajari psikologi berarti pertama-tama memahami apa yang telah dinyatakan oleh Sang Pencipta tentang ciptaan-Nya, karena Dia mengenal kita lebih baik daripada kita mengenal diri kita sendiri.

Penting juga untuk menyadari bahwa pengetahuan yang bertentangan dengan Islam atau prinsip-prinsip Islam sama sekali tidak dapat diterima. Dilarang mempelajari filosofi dan kepercayaan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam. Mengirim anak-anak kita ke sekolah sekuler, misalnya, menimbulkan bahaya serius karena mengekspos anak-anak kita pada sistem dan praktik kepercayaan yang menyimpang. Selain itu, hal ini memberikan pesan bahwa agama hanyalah sebuah kompartemen dalam kehidupan dan kita dapat memahami disiplin ilmu lain tanpa harus mengacu pada agama. Agama di sekolah-sekolah semacam ini kurang mendapat prioritas, jika ada, dibandingkan dengan ilmu pengetahuan dan mata pelajaran lainnya. Agama dalam bentuk apa pun, pada kenyataannya, dapat diejek dan direndahkan dalam sistem seperti itu.

Penting untuk dicatat bahwa kita tidak boleh mengabaikan aspek material dari kehidupan ini, karena menjaga dan memelihara diri kita sendiri adalah bagian dari agama juga. Sebagai contoh, dilaporkan bahwa Nabi  sering berdoa: “Ya Allah, berikanlah kepada kami semua kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan selamatkanlah kami dari siksa api neraka.” Mempelajari ilmu pengetahuan, matematika, atau mata pelajaran lain yang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam dapat diterima, tetapi kita tidak boleh berkonsentrasi pada kehidupan dunia dengan mengorbankan kehidupan akhirat. Allah  berfirman:

فَمَآ أُوتِيتُم مِّن شَىْءٍۢ فَمَتَـٰعُ ٱلْحَيَوٰةِ ٱلدُّنْيَا ۖ وَمَا عِندَ ٱللَّهِ خَيْرٌۭ وَأَبْقَىٰ لِلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَعَلَىٰ رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ

"Apapun ˹kesenangan˺ yang diberikan kepada kalian, tidak lebih dari sekedar kenikmatan duniawi yang sementara. Tetapi apa yang ada di sisi Allah jauh lebih baik dan lebih kekal bagi orang-orang yang beriman dan bertawakal;" (QS Asy-Syuura:36)

Lebih dari sekadar pengetahuan semata

Perolehan pengetahuan jelas bukan satu-satunya elemen penting dalam perjalanan hidup kita. Semua pengetahuan di dunia tidak akan berarti apa-apa jika tidak disertai dengan iman, taqwa, keikhlasan, dan keyakinan akan keesaan Allah. Ada banyak orang yang memiliki pengetahuan, tetapi masih berada di jalan yang salah. Jika kita memiliki semua komponen ini, pemahaman yang kita peroleh dalam pencarian ilmu akan membantu kita untuk mengetahui jalan mana yang harus kita tempuh menuju Allah dan bagaimana menghindari situasi yang berbahaya dan merugikan. Hal yang penting untuk diingat adalah bahwa kita bertanggung jawab atas anak-anak kita dan akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang telah kita ajarkan kepada mereka. Untuk menjaga agama kita, kita harus mendidik diri kita sendiri dan anak-anak kita. Kekuatan umat Islam secara langsung terkait dengan tingkat pengetahuan para pemeluknya.

Photo by Rawan Yasser on Unsplash

Bahasa Arab

Bahasa Arab adalah bahasa Al-Qur'an yang mulia, bahasa Hadis, dan bahasa Islam. Seseorang tidak dapat benar-benar mencapai kedalaman pengetahuan dan pemahaman Islam tanpa bahasa Arab. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata,

Bahasa Arab adalah bagian dari agama, dan mempelajarinya adalah sebuah kewajiban. Karena sesungguhnya memahami Al-Qur'an dan As-Sunnah adalah sebuah kewajiban, dan keduanya tidak dapat dipahami kecuali dengan memahami bahasa Arab, dan setiap kewajiban yang tidak terpenuhi kecuali dengan langkah-langkah tertentu, maka langkah-langkah itu sendiri menjadi wajib (untuk memenuhi kewajiban awal).

Pengetahuan tentang bahasa Arab sangat penting bagi setiap Muslim untuk memahami prinsip-prinsip keimanan dan keyakinan, untuk melakukan ibadah, dan untuk mahir dalam membaca Al-Qur'an yang mulia.

Allah menyebutkan bahasa Arab di beberapa tempat di dalam Al-Qur'an:

إِنَّآ أَنزَلْنَـٰهُ قُرْءَٰنًا عَرَبِيًّۭا لَّعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ

"Sesungguhnya Kami menurunkannya (Kitab Suci) berupa Al-Qur’an berbahasa Arab agar kamu mengerti." (QS Yusuf:2)

كِتَـٰبٌۭ فُصِّلَتْ ءَايَـٰتُهُۥ قُرْءَانًا عَرَبِيًّۭا لِّقَوْمٍۢ يَعْلَمُونَ

"Kitab yang ayat-ayatnya dijelaskan sebagai bacaan dalam bahasa Arab untuk kaum yang mengetahui," (QS Fushilat:3)

وَإِنَّهُۥ لَتَنزِيلُ رَبِّ ٱلْعَـٰلَمِينَ. نَزَلَ بِهِ ٱلرُّوحُ ٱلْأَمِينُ. عَلَىٰ قَلْبِكَ لِتَكُونَ مِنَ ٱلْمُنذِرِينَ. بِلِسَانٍ عَرَبِىٍّۢ مُّبِينٍۢ

"Sesungguhnya ia (Al-Qur’an) benar-benar diturunkan Tuhan semesta alam. Ia (Al-Qur’an) dibawa turun oleh Ruhulamin (Jibril). (Diturunkan) ke dalam hatimu (Nabi Muhammad) agar engkau menjadi salah seorang pemberi peringatan. (Diturunkan) dengan bahasa Arab yang jelas." (QS Asy-Syu'ara:192-195)

Sangat menyedihkan melihat bahwa umat Islam di zaman sekarang ini tampaknya telah melupakan pentingnya pesan ini dan peran penting bahasa Arab. Anda akan menemukan umat Islam menghabiskan ribuan dolar untuk anak-anak mereka belajar bahasa asing, sementara pada saat yang sama mengabaikan bahasa wahyu. Generasi muda telah dicuci otaknya untuk berpikir bahwa bahasa Arab sudah ketinggalan jaman dan tidak penting untuk zaman modern. Berbagai upaya dilakukan untuk mengesampingkan bahasa Arab dalam aspek ilmiah dan pragmatis atau kehidupan kita dengan mengutamakan bahasa asing dan menggunakan bahasa-bahasa ini untuk mengajar di setiap mata pelajaran. Karena alasan ini dan alasan lainnya, generasi muda berpaling dari bahasa Arab dan memfokuskan energi mereka pada pengetahuan yang lebih 'duniawi'. Hebatnya, Anda akan menemukan banyak Muslim di negara-negara Arab yang tidak dapat berbicara, membaca, atau menulis bahasa Arab.

Para orang tua harus menanamkan dalam benak mereka bahwa mempelajari bahasa Arab (jika mereka belum menguasainya) dan mengajarkannya kepada anak-anak mereka adalah sebuah kewajiban. Bahasa Arab harus menjadi bahasa pertama yang didengar oleh seorang anak (adzan saat lahir) dan menjadi 'bahasa pertama' sepanjang hidupnya. Mempelajari, belajar, dan berbicara bahasa Arab harus menjadi rutinitas sehari-hari, karena bahasa Arab sangat penting untuk memahami Al Qur'an, hadits-hadits Nabi Muhammad , dan seluruh ajaran agama. Sebagai mantan non-Muslim yang telah beralih dari tidak tahu satu huruf pun dari alfabet Arab menjadi lancar membaca Al Qur'an dengan pemahaman yang baik, saya dapat membuktikan bahwa saya sekarang benar-benar menghargai signifikansi dan kedalaman bahasa Arab.

Sangat menarik untuk dicatat bahwa penelitian telah mengkonfirmasi bahwa penguasaan bahasa jauh lebih mudah selama masa kanak-kanak. Faktanya, penelitian telah menemukan bahwa rentang waktu dari lahir hingga usia lima tahun sangat penting untuk pemerolehan bahasa. Saat lahir, anak-anak memiliki kemampuan untuk menghasilkan suara apa pun dari bahasa apa pun di dunia. Dengan paparan dan pembentukan, mereka kehilangan kemampuan untuk membuat suara yang tidak terdengar atau jarang terdengar. Untuk alasan ini, orang tua harus mengekspos anak-anak mereka pada bahasa Arab sejak lahir. Penting bagi mereka untuk mendengar suara dan mulai berkomunikasi dalam bahasa Arab. Bahasa Arab adalah bahasa yang rumit untuk dipelajari, sebagaimana yang akan dibuktikan oleh siapa pun yang telah mencobanya di masa dewasa. Namun, bagi anak-anak, hal ini menjadi sangat mudah karena proses alamiah ini. Hal ini, tentu saja, berlaku juga untuk mempelajari Al-Qur'an dan aturan pelafalan yang tepat dalam pembacaan Al-Qur'an. Orang tua harus memanfaatkan tahun-tahun yang berharga ini sebelum mereka menghilang.

Metode pendidikan dan pengajaran Nabi Muhammad 

Nabi Muhammad  adalah teladan ideal untuk diikuti dalam semua aspek kehidupan, termasuk pendidikan dan pengajaran. Beliau adalah pendidik dan guru terbaik bagi para sahabatnya, dan beliau menghabiskan waktu berjam-jam untuk mengajari mereka aspek-aspek rinci dari agama. Dalam pengajarannya, beliau menggunakan berbagai metode pendidikan yang dapat diterapkan dalam pengasuhan anak. Beberapa di antaranya dibahas di bawah ini untuk membantu para orang tua dalam mengembangkan dan meningkatkan gaya mereka sendiri.

Penting untuk dipahami bahwa pendidikan dan pelatihan adalah proses yang kompleks. Mereka melibatkan lebih dari sekedar mengajarkan prinsip-prinsip agama dan aturan hukum Islam. Orang tua sebagai guru harus terlebih dahulu menjalin hubungan dengan anak-anaknya, dan kemudian terus berusaha untuk membangun konsep-konsep dengan kuat di dalam pikiran dan hati mereka melalui penggunaan berbagai metode. Untuk tujuan ini, Nabi ﷺ memvariasikan teknik-tekniknya, yang meliputi: perumpamaan ilustrasi, kisah-kisah naratif, membuat sumpah, teladan, dan nasihat. Pilihan teknik yang digunakan bergantung pada sifat topik atau masalah, kepribadian orang yang terlibat, dan aspek-aspek situasional atau keadaan.

Perumpamaan ilustratif

Nabi  sering menggunakan perumpamaan ketika mengilustrasikan konsep-konsep abstrak untuk membantu orang-orang dalam pemahaman. Perumpamaan adalah cerita fiktif singkat yang menggambarkan sikap moral atau prinsip agama. Perumpamaan telah digunakan sepanjang sejarah oleh para nabi dan orang-orang terpelajar. Abu Bakar رضي الله عنه berkata: "Saya mendengar Rasulullah  bersabda: 'Lihatlah! Dapatkah ada kotoran yang tersisa di tubuh salah satu dari kalian jika ada sungai di depan pintunya, di mana ia membasuh dirinya sendiri lima kali sehari?' Mereka menjawab, "Tidak ada kotoran yang tersisa di tubuhnya.' Beliau bersabda: 'Itu seperti lima shalat yang dengannya Allah menghapuskan dosa-dosa'."

Kisah-kisah naratif

Bercerita adalah metode yang brilian, menyenangkan, dan efektif untuk mengajarkan keyakinan, nilai, dan moral kepada anak-anak. Hal ini terutama berlaku untuk anak-anak kecil yang memiliki rentang perhatian yang pendek dan membutuhkan interaksi yang menarik perhatian. Nabi  sering menggunakan metode ini dengan para sahabatnya. Dalam sebuah kesempatan, diriwayatkan bahwa Nabi  bersabda: "Allah lebih senang dengan taubatnya hamba-Nya yang beriman daripada orang yang berangkat dalam perjalanan dengan membawa bekal makanan dan minuman di punggung untanya. Dia melanjutkan perjalanannya hingga tiba di padang pasir yang tidak berair dan dia merasa ingin tidur. Maka ia pun beristirahat di bawah naungan pohon, lalu tertidur dan untanya pun lari. Ketika ia bangun, ia mencoba mengeceknya (untanya) berdiri di atas gundukan tanah, tetapi tidak menemukannya. Dia kemudian naik ke gundukan yang lain, tetapi tidak dapat melihat apa-apa. Dia kemudian naik ke gundukan ketiga, tetapi tidak melihat apa-apa sampai dia kembali ke tempat di mana dia tidur sebelumnya. Dan ketika dia sedang duduk (dengan sangat kecewa), datanglah kepadanya untanya, hingga unta itu meletakkan tali kekangnya di tangannya. Allah lebih senang dengan taubatnya hamba-Nya daripada orang yang menemukan (untanya yang hilang) dalam keadaan seperti ini."

Mengucapkan sumpah

Kadang-kadang, Nabi  akan menarik perhatian seseorang dengan cara bersumpah. Ini adalah teknik yang sangat berharga, terutama untuk menekankan konsep-konsep penting. Abu Syuraih رضي الله عنه meriwayatkan bahwa Nabi  berkata: "Demi Allah, dia tidak beriman! Demi Allah, dia tidak beriman! Demi Allah, dia tidak beriman! Beliau ditanya: Siapakah orang itu, wahai Rasulullah? Beliau menjawab: Orang itu adalah orang yang tetangganya tidak merasa aman dari kejahatannya."

Bertahap

Memahami kompleksitas dan kesulitan hidup, Nabi Muhammad  mengambil pendekatan bertahap dalam mengajarkan beberapa prinsip agama. Hal ini paling sering digunakan dalam pelarangan kemungkaran sosial seperti alkohol, tetapi juga dapat diterapkan pada perintah-perintah. Alasan dari metode ini adalah untuk memberikan waktu yang dibutuhkan untuk mengubah hati dan pikiran melalui persuasi dan pendidikan, daripada hanya memaksakan aturan dan hukum. Hal ini akan memastikan bahwa anak-anak menerima aturan-aturan Islam atas pilihan mereka sendiri, bukan karena dipaksa. Contoh penerapan praktisnya bisa berupa mengenakan hijab, belajar cara salat yang benar, berpuasa selama bulan Ramadhan, dan lain sebagainya.

Photo by Guillaume QL on Unsplash

Menawarkan alternatif yang tepat

Ketika mengoreksi kesalahan orang, Nabi  akan menawarkan alternatif yang tepat untuk perilaku yang tidak pantas dari individu tersebut. Dengan melakukan hal ini, orang tersebut akan terhindar dari rasa malu dan mengurangi kemungkinan ia akan menolak untuk berubah. Dalam sebuah hadits diriwayatkan bahwa "Nabi melihat dahak ke arah kiblat dan hal ini membuatnya sangat kesal sehingga kemarahannya terlihat di wajahnya. Beliau berdiri dan menghapusnya dengan tangan, lalu berkata: 'Apabila salah seorang dari kalian berdiri untuk shalat, maka ia sedang berbicara dengan Tuhannya. Tuhannya berada di antara dia dan kiblat, maka janganlah seorang pun meludah ke arah kiblat, hendaklah ia meludah ke kiri atau ke bawah kakinya.' Kemudian beliau mengambil ujung jubahnya, meludahinya dan menggosokkan sebagiannya ke sebagian yang lain, lalu bersabda: 'Atau lakukan seperti ini.'"

Memperhatikan aspek-aspek yang tertanam dalam sifat manusia

Nabi  memahami sifat dasar manusia dan perasaan serta emosi alamiah yang mungkin mereka alami. Karena alasan ini, beliau bersabar terhadap kesalahan atau perilaku orang lain yang tidak pantas. Konsep ini tentu saja dapat diterapkan dalam kasus anak-anak yang sering bertindak melalui naluri alamiah. "Nabi  sedang bersama salah satu istrinya ketika salah seorang Ummul Mukminin mengirimkan sebuah bejana besar berisi makanan kepadanya. Istri yang rumahnya sedang dikunjungi Nabi  memukul tangan pelayan tersebut, sehingga bejana itu jatuh dan pecah menjadi dua. Nabi  memungut pecahan-pecahan itu dan menyatukannya, lalu mengumpulkan makanan yang ada di dalam bejana dan berkata: 'Ibumu cemburu.' Kemudian beliau meminta pelayan tersebut untuk menunggu sampai diberikan bejana milik istri yang ada di rumahnya, lalu beliau mengirimkan bejana yang utuh kepada istri yang bejananya pecah dan menyimpan bejana yang pecah di rumah istri yang memecahkannya."

Masih banyak lagi contoh-contoh lain dari metode pendidikan Rasulullah saw. Hal ini berada di luar cakupan buku ini untuk membahasnya secara mendalam. Beberapa telah dibahas untuk memberikan saran-saran bagi para orang tua.

Tidak ada komentar

Posting Komentar

© Zuzu Syuhada • Theme by Maira G.