SLIDER

What I'm doing
Tampilkan postingan dengan label What I'm doing. Tampilkan semua postingan

Wrapping Up 2023; What an adventurous year to go through

Minggu, 31 Desember 2023

It's been a short year but slow. For context, saya memulai paragraf pertama ini di bulan Oktober karena nggak mau kehilangan memori sebelum akhir tahun. Ada banyak hal terjadi selama tahun ini yang membuat perasaan saya naik-turun, tapi juga saya merasakan banyak kekosongan di hati. Pada saatnya nanti, tepatnya bulan Desember, saya ingin merangkum semuanya tanpa ada yangg tertinggal. Makanya mau saya cicil pelan-pelan mulai saat ini.


So, what happened in 2023? Banyak, sebagian menyenangkan dan sebagiannya lagi membuat saya ingin menyerah. Tapi memang seperti itulah hidup, kan?! Kadang sedih, kadang bahagia. Tadinya saya berencana menceritakan semuanya di sini, tapi setelah dipikir-pikir kok ya agak nggak pantes. Apalagi bagian yang sedih-sedihnya. Apa urusannya orang baca cerita sedih saya? Kayak mereka nggak punya masalah sendiri aja kok harus tahu masalah saya juga. Sepertinya saya memang butuh terapi supaya bisa menormalisasi cerita-cerita sedih kayak orang-orang sekarang. 

JANUARI

Saya memulai 2023 dengan sangat opstimis. Bikin planner sendiri, mulai dari cover, monthly spread sampai daily journal. Baca buku sampai tuntas, nonton First Love dan The Glory dan seperti yang sudah saya duga di pertengahan bulan mulai terlihat tanda-tanda dramanya. Untungnya saya sudah lupa apa hal buruk yang terjadi di bulan ini, tapi karena tercatat suasana hati saya di planner jadi akhirnya tahu deh... Ini sih salah satu manfaat journaling, jadi terdata segala sesuatu yang terjadi dalam hidup kita sesuai dengan apa yang kita inginkan.

FEBRUARI

Peristiwa besar yang terjadi di bulan ini tentu saja adalah kaos merch Linkin Park saya sampai, di tanggal 13 ๐Ÿ˜‚. Saking sayangnya saya sampai nggak mau pakai karena takut kotor. Ya salah saya sendiri kenapa beli kaos warna putih. Selebihnya, nggak ada yang spesial.

MARET

Adalah bulan di mana saya sudah benar-benar kehilangan motivasi. Monthly spread saya kosong dan daily journal hanya terisi di tanggal 1, 4, dan 8. Mungkin karena menjelang Ramadhan jadi saya mulai burn out karena pekerjaan. Tapi yang saya ingat dari bulan ini adalah saat saya memutuskan untuk resign. Setelah itu, semua berjalan apa adanya.

Photo by LOGAN WEAVER | @LGNWVR on Unsplash

Karena planner saya berakhir di bulan Maret, maka setelah itu saya nggak punya data lagi apa yang terjadi. Kalau diingat-ingat, hal-hal yang paling memorable sepertinya nggak banyak;

ONE OK ROCK Merchandise

Saya beli jaket Luxury Disease Japan Tour dengan memberanikan mengirim DM orang random di Instagram. Hmmm.... Nggak random-random amat sih. Saya pelajari dulu akun dan orang dibaliknya, dan memutuskan untuk nanya. Ternyata ada temennya yang buka jastip merchandise, akhirnya jadilah saya punya produk kedua merchandise dari artis favorit. Dan mungkin karena ketagihan sama kualitasnya (walaupun harganya bikin nangis), bulan November saya beli lagi dong, kaos konsernya ONE OK ROCK & My First Story. Janji, tahun depan nggak gini lagi. Bangkrut rekening orang gara-gara jajan beginian.

Jalan-jalan

Yang pertama ke Padang, yang kedua ngintilin suami field trip ke Jawa. Masing-masing udah saya ceritain walaupun nggak lengkap. Tahun ini sepertinya bakal balik lagi ke Padang, dan who knows mungkin ada tempat lain yang akan saya kunjungi.

***

Anehnya, tahun 2024 ini saya justru memulai dengan mood yang sangat buruk. Padahal malah lagi sibuk-sibuknya. Sekarang saya lagi rajin-rajinnya belajar bahasa Jepang lagi, dapet beasiswa belajar nulis khot, dan Alhamdulillah suami dapet pekerjaan baru. We'll see, mungkin anomali ini justru akan diakhiri dengan kebahagiaan di akhir tahun nanti?!

Drama sakit gigi berlanjut ke rumah sakit

Kamis, 21 Desember 2023

 


Setelah drama sakit gigi di klinik berakhir di season pertama (karena saya yakin akan ada season berikutnya), petualangan saya berlanjut ke Rumah Sakit yang jarak tempuhnya butuh sekitar 45 menit dari rumah. Saya tahu kalau 45 menit itu nggak lama buat sebagian orang di kota-kota besar, tapi buat saya yang tinggal di Bandar Lampung, waktu tempuh 45 menit itu jauh banget.

Jadi ceritanya saya dirujuk ke Rumah Sakit Airan Raya, sebuah rumah sakit baru di Bandar Lampung. Awalnya sih katanya mau dirujuk ke Advent, tapi ternyata ketika mau didaftarkan tidak berhasil. Akhirnya dengan pasrah saya mengiyakan saja untuk dirujuk ke rumah sakit di ujung Bandar Lampung itu. Sesuai keterngan mbak resepsionis klinik, saya cukup datang ke rumah sakit dan menunjukkan aplikasi JKN ke petugas rumah sakit. 

Sambil menanti kepastian jadwal kosong suami, saya pun mulai mencari-cari info tentang rumah sakit itu. Karena jaraknya yang jauh, saya nggak mau dong kena zonk. Dari Google sampai instagram, tidak banyak informasi yang saya dapat. DM nggak terbalas, website juga nggak update. Jadi yasudah, bermodal bismillah saya berangkat.

Sampai di rumah sakit, karena baru pertama kali ke sana kami butuh muter-muter dulu untuk menemukan area lobi rumah sakitnya. Dengan ragu-ragu saya langsung menemui seorang petugas di loket-loket yang berbaris. Ternyata saya salah. Sebelum ke loket harus registrasi dulu untuk mendapatkan nomor antrean. OK, pindah ke petugas registrasi ternyata saya tidak bisa dilayani. ๐Ÿ˜‚

Untungnya mamas petugasnya dengan sabar dan ramah menjelaskan dengan sangat detil. Waktu saya bilang mau periksa gigi, dia kayaknya langsung tahu kalau saya baru pertama kali ke sana dan seketika saya dipersilakan duduk. Dari mamas inilah saya tahu kalau semua rujukan untuk pemeriksaan gigi di Lampung sekarang hanya ada di rumah sakit Airan Raya. Waktu saya dengar itu, sebenarnya saya pengen nanya, "lho, kok bisa? Aneh banget? Jadi apa gunanya rumah sakit umum sebesar itu ada dua njogrok di sana?" tapi saya tahan karena pasti buang-buang waktu. Saya dikasih tahu kalau saya harus mendaftar dulu di aplikasi, dan dia menyarankan untuk mendaftar sejak pagi sekali karena di rumah sakit hanya ada 2 dokter gigi setiap harinya dan masing-masing mereka hanya bisa menangani 20 pasien. Bayangkan 2 orang dokter harus melayani pasien BPJS se-provinsi dong, itu gimana antrenya? Sejak tengah malam, saudara-saudara. Nggak bisa pagi-pagi.

Sesuai instruksi mamas registrasi, besoknya saya coba daftar lewat aplikasi. Dan ternyata sang dokter sudah full booked sampai 3 hari ke depan. Besoknya saya coba lagi daftar lewat aplikasi setelah shalat subuh, sudah full booked lagi. Begitu terus sampai akhir pekan dan akhirnya jadwal tindakan untuk gigi saya tertunda karena saya tiba-tiba jalan-jalan ke Jawa selama 10 hari. Selama perjalanan inilah saya secara nggak sengaja berhasil mendaftar. Gara-gara nggak bisa tidur di bus, saya coba buka aplikasi dan mendaftar pas jam 12 malam. Akhirnya saya tahu waktu yang tepat untuk mendaftar.

Pulang dari Jawa, jadilah saya ke rumah sakit untuk pemeriksaan yang pertama. Kali ini saya nggak berharap gimana-gimana sama dokternya. Sudah pasrah saja lah. Dan jujur, saya cukup kagum dengan pelayanan di rumah sakit ini. Mungkin karena proses pendaftarannya yang harus lewat aplikasi jadi yang datang ke rumah sakit memang orang-orang yang benar-benar akan ditangani jadi rumah sakitnya tidak terlihat sumpek. Dari proses registrasi sampai saya masuk ke ruang poli, semua petugas melayani dengan cekatan dan cepat serta ramah. Begitu masuk ke ruangan juga saya nggak berharap akan diajak ngobrol sama dokternya. Rasanya udah kasihan aja sih kalau teringat bu dokter harus menangani 20 orang pasien BPJS setiap hari tanpa tahu akan dapat bayaran atau nggak. #eh

Tindakan pertama saya nggak sengaja menelan obat yang disemprotkan ke gigi gara-gara nahan napas karena terlalu tegang. Sepanjang perjalanan pulang mulut saya rasanya kayak ngemut Byclean dan mual luar biasa. Tindakan kedua, karena gagal bangun tengah malam saya terpaksa mendaftar dengan dokter yang lain. Tapi alhamdulillah dokter yang baru ini pun nggak ribet. 

Di tindakan terakhir yang bikin saya agak gimanaaaa gitu ya, karena saya pikir akan butuh waktu lama. Ternyata tambalan gigi saya cuma seperti tambalan aspal jalanan yang bolong itu lho, gaes ๐Ÿ˜†. Nggak ada seninya sama sekali. Saya juga nggak berharap bakal kayak yang di video-video Youtube para dokter gigi itu sih, tapi saya juga nggak nyangka bakal sesederhana itu. Untungnya suami saya menenangkan, sudah disyukuri saja bisa berobat gratis yang aslinya butuh biaya jutaan. Dan kalau dipikir-pikir memang iuran BPJS saya kalau ditotalkan seluruhnya pun nggak akan bisa menutupi pelayanan kesehatan yang saya dapat. Walaupun saya nggak pernah pakai BPJS kalau berobat biasa, tapi biaya melahirkan 2 anak saya saja sudah bisa buat DP rumah kalau nggak dicover BPJS.

Saya yakin drama gigi ini akan berlanjut karena nasib gigi bungsu saya belum juga ada kejelasan. Sayang sekali dari 5 dokter gigi yang memeriksa saya, hanya 1 orang yang mau dengan rela memeriksa mulut saya secara menyeluruh yang sebenarnya nggak butuh waktu lama. Akhirnya nggak ada satupun dari 4 dokter yang menyarankan saya untuk cabut gigi. Bayangkan kalau saya nggak ketemu sama dokter pertama waktu itu, saya nggak akan tahu kalau saya punya gigi bungsu dan mungkin baru akan ke dokter gigi lagi ketika sakit gigi, dan saya pernah dengar kalau tindakan gigi bungsu juga butuh effort bagi dokter gigi sendiri. Saya cuma berharap lain kali kalau saya periksa lagi, dokternya mau meluangkan sedikit waktu untuk melihat lebih dalam dan bilang, "lho, ada gigi bungsunya ini, Bu. Harus dicabut ya, bahaya kalau dibiarin."

Tiba-tiba jalan-jalan

Minggu, 05 November 2023

 


Perjalanan kali ini sebenarnya sudah saya perkirakan walaupun nggak terlalu diinginkan. Sejak awal tahun ajaran baru suami saya sudah menyampaikan kalau dia akan jadi pendamping field trip lagi, dan dia bilang akan pergi selama 10 hari. Awalnya dia bilang kalau saya harus nyiapin ini-itu selama dia pergi. Tapi aslinya saya tahu kalau dia nggak akan bisa ninggalin saya di rumah sendiri sama anak-anak. Jadi ketika dia akhirnya bilang kalau saya dan anak-anak harus ikut, saya udah tahu.

Yang saya nggak tahu adalah pengalaman nggak menyenangkan selama perjalanan. Well, setiap jalan-jalan memang nggak pernah menyenangkan sih, buat saya. Tapi khusus untuk kali ini ternyata lebih parah dari yang biasanya. Bukan cuma saya merasa nggak nyaman selama di jalan, ternyata saya malah sakit berat sejak hari ke-3 sampai pulang ke rumah. Padahal awalnya saya sudah berencana untuk bikin tulisan bagus untuk blogpost ini, tapi karena sibuk sakit akhirnya malah cuma rebahan dan nahan sakit aja di bus dan yang dipikirin cuma pengen cepet-cepet pulang.

Jadi, di postingan kali ini saya nggak bisa banyak cerita (kayak biasanya banyak cerita aja?! ๐Ÿ˜…) dan hanya akan share foto-foto yang sempat saya ambil selama perjalanan.

Langit Jakarta yang menakutkan


Sejak naik kapal, saya sudah curiga waktu melihat kabut tebal di luar. Karena biasanya kami bisa melihat pulau Jawa dengan cukup baik ketika masih di laut. Tapi selama perjalanan berangkat, yang terlihat hanya kabut (atau asap?). Saya sempat berpikir kalau itu adalah jejak bekas hujan. Tapi karena selama beberapa bulan ini tidak ada berita tentang hujan, akhirnya saya cukup yakin kalau itu adalah kabut asap. 

Awalnya saya pikir mendung, tapi cuaca sedang sangat panas.


Benar-benar nggak bisa lihat apa-apa.


Cuma kabut asap sepanjang mata memandang.


Setelah memasuki daerah Jakarta, dugaan saya tentang kabut asap yang kami lihat di kapal jadi makin kuat karena jelas-jelas langit Jakarta sangat kotor. Sayangnya saya nggak sempat ambil foto ketika bus kami melewati Jakarta, tapi sekarang saya jadi mengerti betapa berbahayanya kualitas udara di Jakarta.

Kediri yang panas


Tempat pertama yang dikunjungi adalah Kediri. Di sini anak-anak belajar bahasa Inggris selama 3 hari di sebuah lembaga bimbingan bahasa Inggris di Pare. Qia dan Aqsha lumayan merasa nyaman karena memang kami hanya tinggal di kos-kosan sementara anak-anak belajar. Qia dan Aqsha sempat membantu pembimbing ngajar anak-anak dan itu jadi kenangan cukup menyenangkan buat mereka.


Hal pertama yang saya ingat tentang Kediri adalah waktu shalat yang jauh lebih awal dari Lampung. Kami berangkat dari Lampung hari Kamis pagi dan diberi tahu bahwa akan tiba di Kediri besok paginya. Karena sudah berpengalaman dari perjalanan sebelumnya, di mana shalat subuh selalu jadi waktu shalat paling tricky selama di jalan maka saya mempersiapkan diri di bus untuk berjaga-jaga, kalau-kalau bus tidak akan tiba di tempat tujuan tepat waktu.

Dan benar saja, belum jam 4 pagi HP saya sudah azan. Seperti yang sudah saya duga, tempat singgah yang dituju masih jauh sehinga bus tidak akan berhenti di tempat random untuk shalat. Jadi saya wudhu dengan air mineral yang saya siapkan dan shalat di bus. Saya memutuskan untuk nggak peduli dengan anak-anak karena nggak mau bikin masalah dengan orang-orang yang berwenang. ๐Ÿ˜Œ

Selama di Kediri, saya selalu merasa salah setiap kali masuk waktu shalat. Seperti misalnya shalat dzuhur, saya selalu menunggu lewat jam 12 karena rasanya aneh kalau melaksanakan shalat dzuhur sebelum jam 12 ๐Ÿ˜‚. Shalat maghrib pun sebelum jam 6 sore. Bikin saya jadi berpikir lagi tentang hakikat waktu yang ternyata memang relatif sekali. Karena kalau dipikir-pikir, nggak ada bedanya shalat subuh jam 4 atau jam 4.30 karena pada dasarnya bukan Kediri yang shalat lebih awal tapi memang lokasinya yang lebih dekat dengan matahari terbit.




Hal lain yang saya notice selama di Kediri adalah cuacanya yang panas. Di Bandar Lampung, cuaca maksimal di tengah hari adalah 34° sementara di Kediri 37° dan tidak banyak angin berhembus. Mungkin ada kaitannya juga dengan lokasi saya yang tinggal di pegunungan sehingga Kediri terasa sangat panas.


Di Kediri kami sempat berkunjung ke salah satu tempat wisata yang menurut saya mirip Payungi di Metro, walaupun saya sendiri belum pernah juga ke Payungi ๐Ÿ˜…. Lalu main ke Simpang Lima dan foto-foto di sana. Walaupun saya sendiri cuma dapat 1 foto, tapi paling tidak ada bukti kalau pernah ke sana.







Bromo, lalu sudah


Minggu malam kami bertolak ke Bromo, dan sampai menjelang subuh. Kira-kira sekitar jam 3 pagi. Satu hal yang saya sesalkan tentang Bromo adalah karena saya tidak menyiapkan apapun untuk ke sana. Untungnya Qia dan Aqsha adalah anak-anak yang sangat mudah merasa kepanasan sehingga udara dingin di Bromo tidak terlalu mempengaruhi mereka. Dan tentu saja saya yang paling merasa menderita selama berada di sana. 

Saya adalah orang yang walaupun sekarang cuaca sedang sangat panas, tetap tidur pakai selimut setiap malam. Yang akan langsung masuk angin kalau sebentar saja kena kipas angin. Dan tiba-tiba ke Bromo tanpa membawa jaket dan persiapan yang lainnya. Di Bromo inilah saya mulai merasa tidak enak badan, diare, lanjut demam, sakit perut sampai tiba di rumah sepekan kemudian. Makanya foto-fotonya berakhir di sini karena setelah dari Bromo saya hanyalah ibu-ibu tidak berguna yang gegoleran di bus sambil sesekali mengganggu petugas kesehatan meminta obat.




Drama sakit gigi di Klinik Imam Bonjol Bandar Lampung

Sabtu, 21 Oktober 2023

Hari ini saya memeriksakan gigi untuk ketiga kalinya setelah 2 kali sebelumnya saya lakukan sejak setahun lalu. 3 kali periksa, 3 kali juga ganti dokter. Sungguh sebuah petualangan buat saya karena rasanya aneh saja ketika satu gigi ini harus ditangani 3 orang dokter yang punya pendapat beda-beda.

Jadi ceritanya setahun yang lalu saya memutuskan untuk memeriksakan gigi karena mulai merasakan ngilu luar biasa setiap kali makan. Saya memutuskan untuk pindah faskes dulu sebelum periksa karena tahu biaya ke dokter gigi itu tidaklah murah. Tapi karena satu dan lain hal, prosesnya butuh waktu agak lama jadi akhirnya saya ikhlaskan diri untuk periksa tanpa tanggungan BPJS.

Sore hari, sekitar jam 5 saya ke klinik Imam Bonjol dekat pasar gintung. Di sana saya harus menunggu dulu sekian lama sampai dokternya datang. Alhamdulillah antrean saat itu tidak banyak, saya masuk ruangan setelah sebelumnya seorang anak cabut gigi. Begitu masuk, saya sempat kaget karena dokter giginya seorang perempuan muda. Bukan apa-apa, selama ini saya selalu diberi tahu bahwa dokter gigi di klinik ini adalah seorang "ummahat tertarbiyah". Tapi karena sudah terlanjur masuk, yasudah saya tetap konsultasi saja.

Pemeriksaan pertama ini paling berkesan buat saya. Saya cukup yakin bu dokter ini masih baru karena dia terlihat tidak terlalu familiar dengan alat-alat yang ada di klinik tersebut. Tapi yang menyenangkan, cara dia memeriksa dan menjelaskan membuat saya ingin melanjutkan tindakan sama dia. Waktu lihat kondisi gigi saya, dia langsung tahu kalau saya tidak pernah ke dokter gigi. Dan menjelaskan, "jangan dikira gigi yang terlihat bersih itu nggak bisa berlubang lho, Bu." 

Meskipun saya bilang yang sakit di gigi kiri, dia sampai periksa semua area mulut saya. Dan dari situlah terkonfirmasi kalau saya punya 2 gigi bungsu atas yang harus segera dicabut. Bahkan yang di kanan sudah mulai membusuk. Saya nggak tahu karena memang posisinya sangat tersembunyi di belakang dan nggak akan terlihat kalau cuma dengan bercermin sambil mangap. Dan melihat gigi lainnya yang bersih, makanya bu dokter menyimpulkan kalau saya terlalu PD dengan kondisi kesehatan mulut saya.

Gigi saya cenderung bersih. Entah kenapa, nggak terlihat ada lubang apapun. Makanya pas saya merasa sakit gigi, saya agak curiga. Kok bisa sakit padahal nggak ada lubang. Ternyata pemirsa, bakterinya cuma buat lubang kecil dan menggerogoti dari dalam. Jadi gigi saya bolong di dalam tapi terlihat sehat dari luar. Dan bu dokter bilang kalau dia curiga bukan cuma gigi yang sakit saja yang seperti itu kondisinya. Sambil mukul-mukul gigi yang lain, dia menyarankan untuk cabut gigi bungsunya dulu karena nanti bisa berakibat fatal. "Tapi nggak bisa di sini cabut giginya ya, Bu."

Singkat cerita, pemeriksaan periksa menghabiskan biaya Rp. 175.000 dan saya harus kembali sepekan kemudian. Saya puas karena pemeriksaannya sangat edukatif walaupun tindakannya agak bikin horor. ๐Ÿ˜… 

Sepekan kemudian, saya kembali ke klinik dengan bekal BPJS. Ternyata salah dong. Rupanya dokter yang saya temui pertama kali itu hanya dokter pengganti dan jadwal sebenarnya untuk dokter gigi itu adalah pagi hari. Kecewa, batin saya waktu itu, "kok ya nggak bilang dari awal toh, mbak? Padahal kan waktu ambil obat waktu itu saya udah bilang disuruh balik lagi sama dokternya."

Akhirnya saya pulang lagi, dan menyusun jadwal baru lagi sambil berpikir kapan bisa izin periksa kalau harus menyesuaikan jadwal sama dokter yang cuma menerima pasien pagi hari? Singkat cerita, saya baru kembali ke klinik beberapa pekan kemudian. Tepatnya bulan Februari tahun ini. Dan akhirnya ketemu sama dokter asli yang bertugas. 

Terus terang, pengalaman kedua ini agak kurang menyenangkan buat saya. Di awal ketika tahu bahwa tidak ada dokter gigi di klinik pada sore hari, saya diberi tahu bahwa harus buat janji dulu untuk periksa gigi. Tapi admin chat klinik agak kurang menyenangkan. Dan begitu juga admin resepsionis di klinik ketika saya datang pun, tidak terlalu ramah. Saya juga bukan tipe orang yang minta disenyumin dan dihormati, lho. Tapi entah kenapa pokoknya saya merasa pelayanan waktu itu kurang nyaman buat saya.

Dan yang bikin tambah males adalah ketika sudah masuk ruangan pemeriksaan, dokternya nggak banyak ngomong. Harapan saya untuk melanjutkan konsultasi pun kandas. Bu dokter kali ini cuma nanya tindakan apa yang saya dapat di pertemuan pertama lalu langsung minta saya rebahan di kursi panasnya dokter gigi yang serem itu. Tanpa ba bi bu, gigi saya di odol-odol sambil saya disuruh kumur-kumur beberapa kali. Setelah selesai saya dikasih resep dan diminta kembali 2 pekan kemudian. Nggak ada cerita ngecek kondisi kesehatan mulut secara keseluruhan, nggak ada penjelasan apa-apa.



Pertemuan yang kurang menyenangkan ini yang jadi salah satu alasan saya nggak melanjutkan pemeriksaan sampai hari ini. Beberapa pekan sebelumnya saya coba untuk buat jadwal lewat chat WA seperti seharusnya. Cuma dijawab salam doang. ๐Ÿ˜ Tapi karena 3 hari belakangan gigi saya sudah mulai kumat lagi, akhirnya saya terpaksa coba buat jadwal lagi. Surprisingly, jawabannya enak dibaca. Dan di chat adminnya bilang kalau bisa periksa gigi di hari sabtu, padahal sebelumnya jadwal dokter gigi cuma hari Senin-Jumat. Jadilah tadi pagi saya dianter suami ke klinik untuk periksa.

Begitu sampai klinik, kami disambut salah satu admin yang ternyata kenal sama kami. Tapi kami nggak kenal dia. (Maaf ya, mbak admin). Saya sih curiga dia salah satu wali murid kami tapi kaminya aja yang nggak tahu. Suasana klinik juga jauh berbeda dengan waktu pertama dan kedua saya ke sana. Petugas kali ini beda dengan sebelumnya, dan mereka nggak terlihat judes walaupun nggak ramah juga. I mean, mereka ramah tanpa dibuat-buat. They just being themselves gitu, lho. Nggak maksain senyam-senyum dan nggak juga berusaha nutupin capeknya. Pokoknya santai aja. Saya juga diajarin cara buat pendaftaran pakai aplikasi BPJS.

Saya sudah menyiapkan diri untuk ketemu sama bu dokter irit. Tapi ternyata dokternya beda lagi, cuy. ๐Ÿ˜† Kali ini dokter muda lagi dan bu dokter langsung tanya kenapa baru kembali setelah sekian bulan. Dengan ingah-ingih saya jelaskan sambil sedikit improvisasi alasan. Bahwa susah minta izin dari tempat kerja sampai akhirnya saya lupa. Nggak bohong kok, cuma nggak bilang aja alasan sebenarnya. ๐Ÿคช

Setelah diperiksa dan dipukul-pukul giginya, bu dokter bilang kalau gigi saya harus mendapat tindakan perawatan akar. Agak bingung saya jawab kalau tindakan sebelumnya juga disebut perawatan akar sama dokternya. Lalu bu dokter bilang yang saya artikan bahwa tindakan perawatan akar yang sekarang beda sama yang dulu karena kondisi gigi saya udah bahaya. Jadi harus dirujuk ke Rumah Sakit yang ternyata bukan RSU. Agak lega dengarnya karena sejujurnya saya belum pernah punya pengalaman bagus sama Rumah Sakit Umum di Bandar Lampung. Dan saya dikasih antibiotik sama paracetamol, untuk kembali lagi beberapa hari kemudian untuk minta surat rujukan.

Bu dokter yang ketiga ini nggak terlalu ceria seperti dokter pertama dan nggak terlalu irit seperti dokter 'asli'. Tapi bikin saya lega akhirnya dapet kejelasan bahwa saya harus dapet tindakan yang pasti di Rumah Sakit. Nanti pengalaman di Rumah Sakit akan saya update lagi.

Pengalaman ruqyah mandiri setahun yang lalu

Jumat, 15 September 2023

Tepatnya 1 Agustus 2022 jam 5:01 PM, berdasarkan archive story instagram yang saya lihat hari ini. Karena saya pikir ini salah satu pengalaman yang penting untuk diingat, saya putuskan untuk tuliskan di sini.

Jadi ceritanya sejak hari pertama di lokasi sekolah yang baru, saya merasa kurang enak badan. Saya pikir karena saya kelelahan dan belum terbiasa dengan jadwal kerja yang baru. Jadi saya tidak terlalu ambil pusing, dan tetap bekerja seperti biasa. Hanya saja, kalau saya merasa ada potensi sakit bakal makin parah kalau saya paksakan ke sekolah saya pilih untuk istirahat di rumah. Saya sudah agak lupa bagaimana kronologi tepatnya, tapi yang saya ingat sejak 15 Juli sampai 1 Agustus itu saya tidak setiap hari masuk kerja. FYI, saya wali asrama jadi tidak ada hari libur.

Yang saya ingat pasti adalah, suatu hari ketika di asrama saya merasa tiba-tiba badan saya terasa sangat berat digerakkan. Karena kondisinya saat itu memang masih sakit, saya tidak berpikiran macam-macam. Hanya kemudian izin untuk istirahat di rumah secara total sampai saya merasa benar-benar membaik. Tapi ternyata bukannya membaik, kondisi saya malah makin memburuk. Dan itu adalah kondisi paling menakutkan yang pernah saya alami selama hidup sakit-sakitan selama ini.

Saya selalu kedinginan dan badan saya kaku luar biasa. Jalan saja sampai seperti robot dan tidak mampu sholat sambil berdiri. Suami saya akhirnya berhasil memaksa saya untuk memeriksakan diri ke klinik karena kurang lebih 3 hari saya sudah tidak ada nafsu makan. Bahkan tiap malam saya makin menggigil karena kedinginan. Saking parahnya rasa dingin yang saya rasakan, suatu malam saya bangun dan merebus air. Begitu mendidih saya pindahkan airnya ke gelas kaca dan ketika saya pegang gelasnya saya nggak merasakan panasnya.

Begitu di klinik, saya langsung diminta untuk periksa darah karena kondisinya sudah memprihatinkan. Tapi sepertinya dokter juga agak kaget karena ternyata nggak ada tanda-tanda sakit dari hasil tes. Lalu saya dibuatkan resep obat yang setelah saya cek hanya sekadar obat flu dan beberapa vitamin biasa. Saya tetap minum obatnya, tapi setelah 2 hari dan tidak ada perubahan saya mulai berpikir bahwa pasti ada yang tidak beres dengan tubuh saya.

Saya tidak sampai berpikir bahwa ada jin yang mengganggu. Yang saya pikirkan saat itu hanyalah 'kalau badan tidak sakit tapi terasa sakit, pasti ada yang salah'. Lalu, terjadilah tanggal 1 Agustus itu saya berpikir untuk mencari alternatif pengobatan lain yang saya yakini pasti berhasil. Setelah suami dan anak-anak berangkat sekolah saya duduk di kasur menyimak video ruqyah dari ustadz Muhammad Faizar di Youtube. Dan benar saja, setelah 20 menit menyimak saya mulai merasa mual. Ketika ustadz sudah mulai membaca dzikir ruqyah sambil menunjuk ke kamera, saya sudah tidak tahan dan akhirnya muntah. Karena nggak mengira akan muntah saya cuma menadahkan tangan lalu baru mencari tisu untuk membersihkan muntahan. Ada sedikit bercakan darah di situ. Lalu secara tiba-tiba saya merasakan ada yang bergerak keluar dari arah punggung naik sampai ubun-ubun, dan badan saya yang tadinya kedinginan langsung merasa panas luar biasa. Saya langsung lepaskan jaket karena tidak tahan dengan panasnya, lalu teringat karena masih menyimak dzikir ruqyah maka saya langsung mengambil selimut tipis untuk membungkus badan. Sambil menuntaskan menyimak bacaan saya merasakan badan yang tadinya terasa berat perlahan mulai ringan dan perut saya mulai lapar ๐Ÿ˜.

Photo by Tanya Syf on Unsplash

Seketika saat merasakan sesuatu yang bergerak di punggung itu saya langsung sadar kalau selama 2 pekan ini saya tidak sakit. Saya langsung yakin bahwa memang ada jin yang usil kepada saya. Dan setelah video ustadz Faizar selesai, saya langsung lanjutkan dengan menyimak murottal surat Al-Baqarah. Saya pilih menyimak murattal karena saya sangat lelah, dan tidak sanggup menegakkan punggung. Dan benar saja, selama menyimak murattal itu badan saya terasa seperti melayang dan sangat panas tapi tidak berkeringat sama sekali. 3 jam saya tuntaskan menyimak surat Al-Baqarah sampai saya merasa mendingan dan meminta tetangga untuk memasakkan sesuatu untuk saya karena sama sekali nggak bisa bergerak.

Setelah segala proses 'ruqyah mandiri' itu selesai, saya sempat termenung agak lama. Antara percaya dan tidak bahwa yang barusan saya alami adalah proses ruqyah dan yang menjangkiti badan saya selama 2 pekan terakhir adalah gangguan jin. Saya chat suami untuk meyakinkan diri saya sendiri, bahwa saya orang beriman dan percaya bahwa gangguan jin memang ada dan yang saya alami sama sekali tidak wajar untuk penyakit normal. Saya bilang ke suami kalau saya kena gangguan jin, dan saya sudah sembuh setelah ruqyah mandiri. Saya tahu kalau dia tidak percaya, tapi ya nggak pa-pa. Untungnya saya sempat upload story di instagram, jadi ingat lagi tanggal tepatnya kejadian itu sehingga bisa saya arsipkan lebih baik di postingan ini.

Qia dan Aqsha Hate School

Rabu, 06 September 2023

Seperti biasa ketika Qia dan Aqsha pulang sekolah, saya sudah kehabisan energi. Sehingga saya hanya tiduran di kasur sementara mereka main atau nonton Youtube. Tapi sore itu obrolan mereka sedikit berbeda.

"I hate school." Kata Aqsha

"Kenapa?"

"I got bullied."

Saya yang mendengar langsung pasang telinga lebih tajam dari kamar.

Aqsha cerita kalau beberapa temannya ada yang suka mencubit dan memukulnya, lengkap dengan nama-nama mereka. Saya bisa rasakan hal itu meninggalkan memori cukup penting dalam ingatannya karena biasanya Aqsha tidak ingat nama-nama temannya.

Qia di sisi lain ternyata kemudian mengungkap cerita yang sama. Ada juga beberapa temannya yang suka berbuat demikian. Dan di akhir ceritanya dia mengatakan, "I kinda want to back to gindergarten."

***

Saya kemudian mencoba untuk memastikan cerita Aqsha. Dan menyampaikan hal tersebut ke wali kelasnya. Tapi dari sepotong obrolan Qia dan Aqsha, ada beberapa hal yang menarik untuk saya pikirkan.

Pertama, cara Aqsha menceritakan pengalamannya. Dia memilih untuk menceritakan pengalaman buruknya kepada Qia, bukan kepada saya. Sejujurnya hal itu membuat saya cukup sedih. Mungkin Aqsha tidak cukup percaya kepada saya untuk menjadi pendengar kisah sedihnya? Atau mungkin bisa juga karena dia tidak ingin saya ikut sedih karena mendengar kisahnya?!

Aqsha anak yang sangat halus perasaannya. Setiap kali dia mengalami hal yang menyenangkan, dia akan antusias menceritakannya kepada saya. Tapi dia tidak terlalu ekspresif. Maka, antusiasme yang dia tunjukkan kadang hanya bisa dibaca oleh orang-orang terdekatnya; saya dan Qia. Sebenarnya dia juga dekat dengan Abinya, tapi Abi nggak punya perasaan jadi kita lupakan saja.

Saya tidak bisa melihat bagaimana air muka Aqsha ketika sedang cerita kepada Qia. Tapi dari intonasinya, saya bisa merasakan ada kekecewaan di dalamnya. Dan yang unik saya malah tidak bisa merasakan kesedihan. Mungkin Aqsha hanya kecewa karena sekolah yang dia harap akan menyenangkan justru ada selipan bullying di dalamnya?

Photo by Michael Dziedzic on Unsplash

Kedua, ucapan Qia yang ingin kembali ke TK. Saya langsung teringat masa kecil ketika mendengarnya. Dan saya cukup bersyukur Qia mendapat pengalaman TK yang menyenangkan.

Saya justru merasakan pembullyan ketika masih TK. Dan karena saat itu masih sangat polos, saya tidak paham kalau apa yang saya alami adalah bullying. Sampai saat ini, memori saya tentang sekolah TK tidak banyak. Bahkan saya tidak punya banyak kenangan selama di SD.

Seingat saya, dulu saya selalu berharap ingin segera jadi dewasa agar bisa terbebas dari kekangan masa kecil. Maka mendengar Qia yang ingin kembali ke TK membuat saya tersenyum kecil tapi juga sedikit miris. Apakah Qia merasa berada di SD sudah sedemikian berat hingga dia ingin kembali ke TK? FYI, Qia selalu melihat saya sebagai sosok ibu yang kelelahan jadi sepertinya wajar kalau dia tidak ingin segera dewasa.

Dan sekarang Qia sudah mulai menyimpan rahasia dari saya. Rasanya seperti semuanya berlalu sangat cepat. Mungkin suatu saat saya akan merasa tidak lagi mengenal anak-anak saya sendiri. ๐Ÿ˜ถ

***

Apapun itu, saya berharap akan membaik seiring dengan berjalannya waktu. Karena yang Qia dan Aqsha alami menurut saya masih merupakan perundungan yang umum, saya hanya berharap mereka bisa mengatasinya sendiri. Karena suatu saat mereka harus menghadapi bentuk perundungan yang lebih parah dari sekadar mencubit. Dan ketika saat itu tiba, saya ingin mereka sudah menjadi orang yang resistensinya lebih baik dari saya.

Dear Diary, I have so much to tell you

Rabu, 05 Juli 2023

 


Dear diary, I have so much to tell you. Begitu banyak hal yang telah terjadi sejak terakhir kali saya duduk dan mulai menuliskan apa yang saya rasakan. Ada begitu banyak cerita yang belum pernah saya bagikan kepadamu. Tapi kenapa? Mengapa saya tidak menulis sesuatu yang pribadi di blog saya? Saya tidak benar-benar memiliki jawaban yang tepat untuk pertanyaan itu. Hanya saja, di suatu tempat di sepanjang perjalanan, saya mulai menyadari betapa saya telah menjauhkan diri dari blog saya. Namun, ada satu faktor terbesar yang memainkan peran besar. Dan itu adalah: Hidup saya terasa berantakan. Dan dalam kekacauan itu, I lost myself.


There, saya akhirnya mengatakannya. Sejujurnya, saya merasa seperti kehilangan diri saya sendiri beberapa tahun ini.


Saya tidak menyadarinya pada awalnya, atau setidaknya saya mencoba yang terbaik untuk mengabaikannya sebisa mungkin. Saya terus mengatakan pada diri saya bahwa semuanya masih sama, tidak ada yang berubah dan saya masih bisa mengendalikan semuanya. Saya mati-matian berusaha untuk tetap berada di jalur yang sama, keseimbangan saya yang lama. Itu semua adalah kebohongan yang sangat besar. Dengan semua hal yang terjadi, mustahil bagi saya untuk tetap sama. Bahkan ketika saya berhenti memikirkan pengalaman-pengalaman masa lalu ini, jejak mereka di pikiran saya tidak akan hilang. Saya membawanya ke mana-mana seperti tato di kulit saya. Perlahan-lahan mereka membentuk saya menjadi orang lain, meskipun pada kenyataannya saya masih berpegang pada gambaran diri saya yang lama. Tentu saja, selalu ada saat-saat tertentu yang membuat saya berjalan menyusuri jalan kenangan dan mengenang semua yang terjadi. Namun demikian, saya masih berpikir bahwa semuanya akan kembali normal jika saya terus berjalan. 'Teruslah bergerak maju, jangan menyerah,' adalah sesuatu yang selalu saya katakan pada diri saya sendiri. Di satu sisi, hal ini memang terjadi. Jika kita melihat waktu sebagai suatu hal yang kronologis (chronos, ฯ‡ฯฯŒฮฝฮฟฯ‚), waktu berlalu begitu saja. Berhari-hari, berminggu-minggu, dan bahkan berbulan-bulan. Namun, orang Yunani Kuno juga menggunakan bentuk kedua dari waktu yang disebut kairos (ฮบฮฑฮนฯฯŒฯ‚). Kairos tidak bersifat linier, seperti halnya kronos. Kairos tidak dapat diukur seperti kronos. Kairos digambarkan sebagai suatu periode atau musim, suatu momen dengan jumlah waktu yang tidak pasti di mana suatu peristiwa penting terjadi. Singkatnya, kairos berarti 'saat yang tepat atau tepat'.  Dan jika ada satu hal yang saya yakini, yaitu tidak ada momen dalam hidup saya yang terasa seperti momen yang tepat.


Aku tahu apa yang kau pikirkan. 'Ayolah, dia mungkin overreacting. Dia terlihat begitu teratur dan mengendalikan hidupnya, itu tidak mungkin benar.'


Di satu sisi, kamu benar. Hidup saya tidak berantakan. Saya mengalami beberapa hal luar biasa yang terjadi dan saya merasa beruntung. Saya mendapatkan banyak hal yang oleh orang lain hanya bisa diangan-angankan. Saya tidak mengatakan bahwa semua ini tidak hebat. Namun, ini hanya sebagian dari hidup saya. Bagian lainnya terus bergerak cepat, berubah ke arah yang berbeda dan saya tidak bisa mengikutinya. Di suatu tempat dalam kekacauan semua peristiwa (yang tidak beruntung) yang terjadi pada saya, saya kehilangan diri saya sendiri. Dan hal ini membuat saya merasa tidak memiliki kairos yang tepat dalam hidup saya. Ada sesuatu yang tidak beres. Saya tidak beres.

Photo by pure julia on Unsplash

Sebelum saya membicarakannya lebih jauh, saya perlu membahas sedikit prasangka yang mungkin dimiliki orang tentang saya. Saya biasanya tidak membicarakan topik ini, tetapi penting untuk membicarakannya sekali dan untuk selamanya. Tentu saja, dihakimi oleh orang lain adalah bagian dari pekerjaan yang saya pilih. Bukan berarti saya tidak mengharapkan orang lain memiliki pendapat tentang saya. Saya juga tidak pernah menemukan orang lain yang menghakimi saya sebelumnya. Saya selalu menjadi salah satu dari orang-orang yang tidak pernah bisa menyesuaikan diri dengan orang banyak. Di satu sisi, saya bahkan tidak ingin menyesuaikan diri. Saya hanya tidak mengerti 'maksud' dari menjadi seperti orang lain. Hal ini menyebabkan beberapa orang memiliki pendapat yang cukup keras tentang saya. Namun, hal-hal yang dikatakan beberapa orang tentang saya di belakang saya berada di tingkat yang berbeda. Saya tidak akan membahas apa itu. Apa yang kamu pikirkan tentang saya, positif atau negatif, bukanlah intinya. Itu terserah, dan saya menghormatinya. Namun, banyaknya hal yang dikatakan orang secara terbuka tentang kita, adalah sesuatu yang tidak akan pernah bisa kita persiapkan. Tidaklah wajar bagi manusia untuk terpapar dengan begitu banyak opini setiap hari. Dalam kehidupan sehari-hari, orang cenderung menyimpan penilaian mereka untuk diri mereka sendiri. Tapi di belakang, orang merasa tidak ada hambatan untuk menyuarakan pikiran dan perasaan mereka, dan akhirnya mengatakan hal-hal yang tidak akan pernah mereka katakan di hadapan orang tersebut. Meskipun saya cukup percaya diri dengan diri saya sendiri, dan saya tidak membiarkan orang lain memberi tahu saya apa yang harus saya lakukan, selalu ada hari-hari ketika beberapa kata yang mengejutkan dapat benar-benar menjatuhkan. Karena terkadang, itu terlalu berlebihan. Orang-orang tidak menyadari betapa kuatnya kata-kata ini, dan itu sangat menakutkan. Kata-kata bukan hanya sekedar kata-kata. Kata-kata adalah tindakan, yang benar-benar memiliki dampak fisik pada diri kita (ini disebut teori Speech Act dari John Austin). Itulah mengapa kata-kata dapat sangat mempengaruhi perilaku kita dan cara kita berpikir tentang diri kita sendiri. Namun pada akhirnya, hal terbaik yang harus dilakukan adalah mengabaikan hal-hal negatif semacam itu sebanyak mungkin. 


Selain itu, ada juga aspek lain yang saya perjuangkan: orang-orang berpikir bahwa mereka mengenal saya. Melalui cara saya bicara, dan opini yang terbentuk berdasarkan hal itu, orang-orang mulai menciptakan gambaran tertentu tentang saya. Saya harus masuk ke dalam kotak tertentu yang sesuai dengan pandangan mereka, jika tidak, semuanya tidak akan sesuai. 'Berpikir dalam kotak' ini menjadi sangat jelas bagi saya, ketika banyak hal yang berubah dalam kehidupan pribadi saya. Hidup saya berubah dan begitu pula saya.


Oke, maaf untuk sedikit cerita panjang lebar ini. Yang benar adalah: tahun ini merupakan tahun yang sangat sulit bagi saya. Rasanya seperti semua fondasi yang telah saya bangun selama beberapa tahun terakhir runtuh seketika. Hal-hal yang sangat ingin saya capai, sama sekali tidak menarik minat saya.  Mereka memberi saya perasaan canggung yang kadang-kadang kita dapatkan ketika kitaberada dalam situasi yang harus kita hadapi. Orang-orang tertentu yang saya pikir akan selalu berada di pihak saya, apa pun yang terjadi, sekarang terasa seperti teman yang bersahabat. Ini seperti ketika makan makanan favorit di waktu kecil, tetapi rasanya tidak sama. Kita ingat betapa kita menyukai rasa makanan itu ketika masih kecil, tetapi ketika mencicipinya sekarang, rasanya tidak seenak ingatan kita dulu. Keyakinan yang saya yakini sebagai kebenaran saat itu, sekarang tampak seperti lelucon di dalam hati. Alasan mengapa saya kehilangan diri saya sendiri bukan karena perubahan ini. Itu karena saya berpikir bahwa perubahan itu buruk. Fondasi hidup saya tidak runtuh secara acak. Mereka runtuh, karena saya tahu bahwa saya menemukan bahwa mereka tidak benar bagi saya lagi dan saya harus memikirkan sesuatu yang lebih baik. Memilih fokus pada Rahmah Study Club, membuat saya harus menanam mimpip baru dan mengubur yang lama, menerima hubungan saya yang berubah dengan orang-orang dan yang paling penting, menemukan apa yang benar-benar membuat saya bahagia; hal-hal ini membuat saya menyadari betapa pikiran saya telah berubah dan bahwa saya tidak bisa terus berpura-pura menjadi orang yang sama seperti sebelum semua ini. Saya sangat ingin tetap masuk ke dalam kotak yang saya dan orang lain buat untuk diri saya sendiri, sehingga saya berhenti merenungkan apa yang dapat membuat saya bahagia.

Photo by Debby Hudson on Unsplash

Saya merasa masyarakat begitu fokus pada rencana. Apa yang ingin Anda capai dalam 5 tahun ke depan? Apa tujuan hidup Anda yang paling utama? Siapapun mengharapkan Anda menjawab pertanyaan-pertanyaan ini dalam waktu 0,3 detik. Dan meskipun saya sangat percaya pada pentingnya membuat rencana, saya percaya bahwa kita tidak boleh lupa bahwa rencana hanya akan membawa kita sejauh ini. Kita tidak akan pernah tahu. Itulah mengapa kita bisa membuat rencana hidup, tapi kita tidak bisa merencanakan hidup kita. Jadi saya tidak mengatakan bahwa membuat rencana itu tidak baik, saya hanya mengatakan bahwa merefleksikan mengapa kita ingin mencapai rencana-rencana tersebut akan lebih baik. Hal ini seperti menciptakan gambaran yang lebih besar: Jika kita tahu untuk apa kita hidup, tidak masalah jika kita tidak berpegang teguh pada rencana awal kita.


Rencana bisa menjadi berbahaya jika kita berhenti melakukan refleksi. Mengejar tujuan hanya untuk mencapainya, seperti itulah yang terjadi pada saya. Saya begitu bertekad untuk berhasil dalam tujuan yang saya buat untuk diri saya sendiri, sehingga saya benar-benar lupa untuk bertanya pada diri sendiri apakah rencana-rencana yang terwujud ini akan membuat saya bahagia. Saya kehilangan diri saya dalam kekacauan yang disebut kehidupan ini, karena saya mencari stabilitas untuk mencapai tujuan-tujuan yang saya miliki, bukannya fullfillment. Saya mencoba untuk mematok kehidupan, pikiran, keyakinan dan orang-orang. Saya tidak mengerti bahwa jalan hidup saya mungkin pernah bersinggungan dengan mereka di masa lalu, tetapi kemudian, saya harus bergerak menuju tujuan yang berbeda. Hanya dengan merefleksikan tujuan, impian, dan rencana saya yang sebenarnya, saya menemukan apa yang benar-benar saya inginkan dalam hidup saya. 


Jika ada pesan moral dari cerita ini, saya ingin kamu tahu bahwa kita harus menerima perubahan. Yes, klise memang. Namun, coba pikirkanlah. Meskipun 'perubahan itu baik' adalah salah satu hal yang akan kita dengar berkali-kali dalam hidup, mungkin dari berbagai macam orang yang berbeda, pertanyaannya adalah apakah kita benar-benar memikirkannya dengan tulus. Bagi saya pribadi, saya sama sekali tidak menerima perubahan. Perubahan yang terjadi pada diri saya bertentangan dengan rencana awal saya dan cara saya untuk menemukan keseimbangan dalam hidup saya. Perubahan yang nyata tidak tampak baik bagi saya. Sekarang saya menyadari bahwa saya salah. Perubahan tidak bisa dihindari, dan itu adalah hal yang baik. Tanpa perubahan ini, saya tidak akan pernah mencapai begitu banyak hal, saya tidak akan pernah belajar begitu banyak, dan saya pasti tidak akan pernah berada di tempat yang sama seperti sekarang ini. Dan meskipun saya berharap bahwa beberapa perubahan ini dapat terjadi secara berbeda, lebih anggun, pada akhirnya saya selamat dari semuanya. Dan itu membuat saya menjadi orang yang lebih kuat dari sebelumnya.


Jadi di sinilah saya, 2500 tahun kemudian, dengan kata-kata yang sangat pribadi. Semoga ada sesuatu yang bisa dipelajari dari sini atau ada sesuatu tentang hal ini yang mungkin terasa relate denganmu. Jika kamu berada di posisi yang sama dengan saya (kamu menyadari bahwa kamu telah berubah, namun kamu belum ingin berkomitmen pada konsekuensinya, karena itu terasa menakutkan), saya sangat berharap tulisan ini membantu. Saya tahu ada orang yang membaca blog saya, tetapi itu tidak menghentikan saya untuk berbagi pengalaman pribadi. Sejujurnya, saya bahkan tidak bisa membayangkan sebuah ruangan yang dipenuhi oleh ratusan orang, apalagi ribuan orang. Meskipun demikian, jika ada satu orang saja yang bisa saya bantu, saya merasa tugas saya sudah selesai.

Photo by Domenico Loia on Unsplash

Blog ini akan selalu terasa seperti tempat pribadi saya di world wide web: buku harian online saya yang entah mengapa sedang kamu baca saat ini. Mungkin kamu telah mengikuti perjalanan saya selama beberapa waktu. Mungkin kamu baru saja tiba. Atau mungkin kamu hanya sedikit usil dan judul ini membuatmu penasaran (maaf, tidak bermaksud membuatnya terdengar clickbaity dalam hal ini). Bagaimanapun juga: dalam beberapa bentuk, kamu adalah bagian dari hidup saya sekarang. Dan saya ingin berterima kasih untuk itu. Terima kasih telah menjadi bagian dari cerita saya dan meluangkan waktu berharga dalam hidup Anda untuk membaca tulisan ini. Saya tidak dapat melakukan ini tanpamu.


Menulis akan selalu menjadi gairah utama saya. Sejak saya masih kecil, saya ingin menjadi seorang penulis (bukan putri Disney atau ibu rumah tangga, saya ingin menuliskan cerita). Saya suka membuat video Youtube, saya suka membuat konten visual, tapi tidak ada yang lebih memuaskan saya selain bisa mengekspresikan diri saya dengan kata-kata dan membuat orang lain merasakan kata-kata itu juga. Bahasa sangat kuat, ajaib dan misterius. Semua orang menggunakannya, namun tidak ada yang benar-benar tahu bagaimana perkembangannya. Itulah yang saya sukai dari hal ini. Namun, saya ingin jujur dengan kalian. Kali ini, saya merasa sangat menakutkan untuk menulis dan mempublikasikan postingan blog ini. Bukannya saya tidak pernah terbuka kepada kalian sebelumnya, tapi kali ini rasanya berbeda. Segalanya berbeda. Benar. Dan itu adalah hal yang baik. Saatnya untuk mengakhiri bab ini sekarang, dan mulai menulis awal dari bab yang baru.


Tulisan asli dari blog Lilylike, saya terjemahkan karena merasa relate dengannya

I quit (again), and now it's for good

Rabu, 21 Juni 2023

Per tahun ajaran baru ini saya sudah tidak lagi mengajar di sekolah (lagi)✌️. Beberapa orang tua murid menanyakan alasan, dan Alhamdulillah saya punya alasan yang cukup baik untuk menjawabnya. Sesungguhnya perihal resign kerja ini sudah pernah saya tulis di blog saya yang sebelumnya. Tapi karena blognya sudah saya sembunyikan jadi saya tulis lagi di sini. Sekalian saya mau curhat maksimal ๐Ÿ‘€.

Sejak mulai mengajar mengaji di usia 16 tahun, saya sudah merasakan bahwa ini adalah pekerjaan yang tidak mudah. Konsep tentang "sumur itu didatangi, bukan mendatangi" yang sudah nancep mantep di hati membuat saya sulit menghadapi model-model murid yang pemalas. Hal itu yang akhirnya membuat saya nggak bertahan lama ngajar ngaji privat.

Tahun 2013 ketika akhirnya saya memutuskan mendaftar menjadi guru sekolah, sesungguhnya saya berpikir akan mengajar tahsin, saja. Tapi ternyata dunia sekolah sungguh berbeda. Yang tadinya saya pikir sekolah Islam eksklusif akan punya caranya sendiri dalam mendidik murid, pun ternyata hanya khayalan saja.

Ada target hafalan yang harus tercapai, sementara kompetensi anak tidak memadai. Pembiasaan ibadah hingga ke sunnah, tapi adab dan akhlak pribadinya sungguh memprihatinkan. Lebih miris lagi, ternyata gurunya pun tidak jauh berbeda. Dalam hal ini, tentu saja saya sedang membicarakan diri sendiri juga. Saya dulu sampai curhat juga tentang kecewanya saya kepada diri sendiri di blog.

Karena saya mengajar SMP, saya sangat terkejut ketika mengetahui bahwa anak-anak lulusan SD IT dengan hafalan rata-rata 1 sampai 2 juz masih belum benar bacaan Al-Qur'annya. Dulu, saya mengira bahwa anak-anak yang bisa menghafal juz 30 itu luar biasa. Tapi mendapati kenyataannya, saya justru sedih melihatnya. Lebih menyedihkan lagi, yang saya kira hal itu hanya terjadi di sekolah saya ternyata adalah fenomena hampir di sekian banyak sekolah Islam yang saya ketahui. Belum lagi pengelolaan yang sangat tidak profesional, membuat saya makin kecewa melihat bagaimana 'orang-orang soleh' ini seperti tidak ubahnya pejabat birokrasi berlabel yayasan dakwah.

Satu tahun bekerja di satu sekolah pada naungan yayasan tertentu, saya memilih pindah bekerja bersama suami di bawah naungan yayasan yang punya tempat khusus di hati saya. Selain karena memudahkan bekerja bersama suami, saya pikir pada hal-hal tertentu saya akan lebih mudah mendapatkan apresiasi jika mengutarakan pendapat karena saya tahu yayasan ini digerakkan dengan ruh dakwah.

Namun saya kembali kecewa. Harapan untuk menumbuhkan tradisi belajar ala salaf di lingkungan sekolah asrama ternyata tidak bisa diterima. Entah dari mana orang-orang itu mengambil teori pendidikan, tapi hampir kesemuanya justru hanyalah kebalikan dari konsep pendidikan Islam yang saya kenal.

Maka kemudian saya belajar kembali, mencari-cari referensi dunia pendidikan kekinian. Lalu saya menemukan, ternyata apa yang dipraktikkan sekolah-sekolah Islam kenamaan ini pun hanyalah sepenggal-sepenggal dari berbagai konsep yang sekarang pun mulai tenggelam di negara tempat konsep itu pertama kali dikenalkan. Setiap kali pelatihan membahas konsep-konsep itu, otak saya tidak berhenti teriak, "what the hell are they thinking? Ini konsep udah basiiii!!!"

Karena sadar kalau kerusakan ini sudah sistemik, saya bertahan dengan satu harapan; semoga ada satu atau dua orang anak yang mendapatkan inspirasi dari saya. Harapan itulah satu-satunya yang membuat saya tetap semangat mengulik kurikulum aqidah terbaik untuk dimodifikasi supaya cocok dengan model pengajaran sekolah. Harapan itu yang membuat saya rela membayar mahal untuk mendaftar Sekolah Adab bagi Guru beberapa tahun yang lalu. Harapan itu yang mendorong saya untuk terus belajar, agar tetap bisa catch up dengan teori-teori dan penemuan terbaru di dunia pendidikan. Sampai akhirnya saya merasa bahwa harapan itu tidak lagi layak saya perjuangkan.

Tahun 2017 saya memutuskan resign. Ada banyak hal yang melatarbelakangi keputusan itu, tapi yang paling utama adalah karena saya butuh menjaga kewarasan. Saya kehilangan banyak hal dengan mempertahankan satu harapan yang belum pasti terwujud. Sebagai guru Al-Quran saya malah merasa semakin jauh dengan Al-Quran ketika menjalani hari-hari selama mengajar. Kok bisa?! I don't know how to explain it

Saya tetap mengajar, di tempat yang berbeda, sesuai keinginan saya sendiri. Dan saya juga kembali belajar. Bisa dibilang, masa-masa dimana saya menjadi ibu rumah tangga tanpa penghasilan itu sungguh membahagiakan. Secara finansial memang keluarga kami merasa kekurangan, tapi secara emosional saya merasa nyaman. Satu-satunya yang membuat tidak nyaman hanyalah kekhawatiran suami ๐Ÿ˜….

Atas dasar kekhawatiran suami itulah saya menerima ketika tawaran mengajar datang lagi di tahun 2020. Saya masih bisa mengingat dengan jelas, saya pindah ke asrama tepat satu pekan sebelum kehadiran Covid-19 menghantui seluruh dunia. Saya kembali mengajar dengan paradigma baru; lakukan apa yang bisa dilakukan, jangan terlalu banyak berharap. Saya tahu itu bukanlah cara berpikir yang optimis, tapi itulah hal paling realistis yang bisa dilakukan supaya perjalanan kerja saya tetap lancar.

Sekolah online cukup banyak memberikan cerita, tapi saya tidak mau terlalu mempermasalahkan hal itu. Toh semua orang mengalami kesulitan yang sama, bahkan sebagian orang benar-benar menderita di masa-masa itu. Penyebab saya memutuskan untuk resign lagi justru paling besar adalah dari pemikiran internal saya sendiri.

Terlalu banyak kehilangan yang saya alami lagi setelah kembali mengajar, terutama sejak lokasi sekolah pindah. Secara emosional, finanasial bahkan spiritual. Yang terakhir ini sesungguhnya menjadi alasan paling utama. Sangat tidak masuk akal, menjadi guru Al-Quran tapi justru rasanya malah menambah dosa dari hari ke hari. Akan sangat banyak kalau mau diuraikan permasalahan yang saya rasakan selama menjadi guru, tapi mungkin perlu ruang tersendiri dan keberanian lebih untuk menuliskannya. Yang jelas, saya sudah mantapkan hati bahwa saya tidak perlu kembali menjadi guru di sekolah itu lagi terutama jika keadaannya masih saja seperti ini. 

Yang baru di Wira Garden

Minggu, 14 Mei 2023

Duduk aja di sini saya bisa tahan berjam-jam, asal sendirian

Jadi ceritanya kami itu tinggal di area yang dikelilingi tempat-tempat wisata. Setelah saya hitung, ternyata ada sekitar 9 tempat wisata di dekat rumah saya. Bahkan beberapa diantaranya bisa dijangkau hanya dengan berjalan kaki. Tapi yang sudah pernah saya kunjungi hanya 1 ini; Wira Garden. Itu pun karena sering sekali acara-acara besar sekolah atau lembaga lain yang saya ikuti diadakan di sini. Jadi kebayang kan betapa introvertnya saya?! ๐Ÿ˜

Nah, kemarin itu sekolahnya Qia yang kebagian bikin acara di sana. Awalnya saya dan suami sudah membujuk Qia supaya nggak usah ikut, karena pasti crowded banget nantinya. Bayangin, semua siswa plus keluarganya tumplek blek jadi satu di sana. Mungkin ada sekitar 600an manusia yang hadir. Mikirinnya aja sudah bikin saya pusing. Tapi ternyata anaknya ingin sekali ikut, jadi akhirnya kami berangkat juga.

Hanya sekitar 10 menit perjalanan dengan mobil, begitu sampai gerbang antrian panjang sudah mengular tapi Alhamdulillah kami bisa nyelip masuk dengan mudah dan dapat spot parkir yang dekat gerbang. Kami langsung menuju lokasi acara dilaksanakan, dan jujur begitu melihat kerumunan orang-orang itu saya langsung mules. Tapi demi anak ya, kan?! Dapet deh kami tempat duduk ternyaman deket sungai.

Sepanjang acara mata saya nggak bisa lepas dari deretan tenda glamping di seberang sungai. Dan petugas kebersihan yang lalu lalang ke sana ke mari. Salut sih sama pengelola Wira Garden karena kondisi sekarang sudah beda jauh dengan setahun lalu. Walaupun kondisi kamar mandinya tetap gelap dan pintunya menyedihkan, tapi bersih dan air selalu mengalir lancar. Mudah-mudahan nanti diperbaiki lagi. Dan kemarin saya juga sempat melihat ada pembangunan kamar mandi deket area glamping kedua yang sepertinya sudah 50% progressnya.

Pas kemarin itu kebetulan yang disewa ada 3 tenda. Jadi saya sempet ngintip-ngintip isinya. Tapi nggak berani ambil gambar, nanti dikira paparazi kan?! Jadi saya cuma berani motret area sekitarnya aja, buat dipamerin ke teman-teman. ๐Ÿ˜‹

Kayaknya muat sampai 4 orang

Dapet seperangkat tempat duduk-duduk, dispenser, kompor, panggangan

Are glamping kedua, lebih kecil tapi menurut saya lebih nyaman

Ini dulu cuma hamparan padang rumput, sekarang ada warungnya.


Sebelum warga PB1 menyerang


Pos Satpam glamping pertama

Qia pose depan kamar mandi eksklusif warga glamping

Kamar mandi buat yang glamping, isinya shower stand dan closet duduk. Nggak perlu tahu modelnya kayak apa kan?!

Area sekitar tenda selalu bersih karena petugas kebersihannya nggak pernah jauh-jauh

Pemandangan depan glamping pertama

Nggak tiap tenda ada beginiannya, cuma 1 ini aja

Penyerangan dimulai

Foto diambil dari tempat saya duduk

Dadakan ke Padang

Kamis, 04 Mei 2023


Sabtu, 22 April 2023 kami sekeluarga memutuskan untuk pulang ke kampung suami terlebih dahulu sebelum mengunjungi Ibu saya. Rencananya kami hanya akan menginap satu malam di rumah kakak ipar, pulang ke Bandar Lampung, dan ke rumah Mamak esok harinya lagi. Simpel. Karena sudah tidak ada mertua, kami berpikir tidak perlu berlama-lama di kampung halaman. Asalkan semua saudara sudah dikunjungi, paling baik ya kembali pulang ke rumah. Nggak enak juga kalau mau merepotkan kakak ipar terlalu lama. Jadi, pagi-pagi saya hanya mengepak 3 stel pakaian untuk masing-masing saya dan anak-anak.

Dan yang terjadi berikutnya persis seperti judul tulisan ini. Tiba-tiba kami malah berangkat ke Padang. Gara-gara malam Ahadny kakak ipar kami mendadak nyeletuk, "Nif, ke Padang yuk." Segampang mengucapkan satu baris kalimat itu, segampang itu juga suami saya mengiyakan. Jadilah kami 2 keluarga, 9 orang, berangkat ke Padang naik Innova milik kakak ipar. Perjalanan yang normalnya butuh 22-24 jam kalau menumpang sopir jadi butuh 2 hari 1 malam karena kami berjalan santai dipotong numpang tidur di masjid malam harinya.

Bagi saya ini adalah pertama kalinya ke Padang walaupun saya menghabiskan hampir separuh hidup bersama orang-orang Padang. Kebetulan di masa lalu, setiap kali diajak ke Padang saya selalu tidak bisa. Ternyata takdir ke Padang bareng suami ๐Ÿ˜… . Dan karena berangkatnya dadakan tanpa persiapan, perjalanan ini malah kurang menyenangkan buat saya.

Saya adalah orang yang selalu berusaha well prepared untuk apapun. Berlawanan dengan suami dan keluarganya yang serba spontan. Jadi ketika diputuskan akan berangkat ke Padang, saya sempat mendiamkan suami saya malam itu ๐Ÿ˜†. Saya hanya bawa 3 stel pakaian yang sebenarnya itu sudah lebih dari cukup karena kami berencana hanya menginap satu malam dan kembali paginya. Tapi ke Padang, setidaknya kami akan menghabiskan 7 hari -di perjalanan dan di Padang-. Itu artinya kami harus beli baju baru, bukan hanya untuk saya tapi kami sekeluarga. Pulang ke Bandar Lampung 'hanya' untuk ambil baju akan terlalu banyak membuang waktu dan tenaga. Jadi saya serahkan urusan kebutuhan sandang selama ke Padang kepada suami saya. "Pokoknya beliin baju baru, jangan ganggu duitku." Demikian ultimatum saya.


Saya kemudian berpikir untuk mengambil beberapa gambar selama perjalanan untuk mengobati kekesalan. Tapi ternyata harus kecewa lagi karena foto-foto yang saya dapatkan tidak terlalu memuaskan. Bahkan bisa dibilang buruk.  Begitu keluar dari jalan tol, kami memasuki daerah Indralaya, Sumatera Selatan dan... sepanjang jalan saya terus beristighfar melihat sampah bertumpuk di pinggir jalan. Setiap kali saya mengambil foto, selalu saya hapus lagi karena pasti ada tumpukan sampah nyelip di pinggiran gambar.

Sampai Jambi, ternyata kesan tidak menyenangkan ini tetap tidak berubah. Entah karena memang suasana hati saya sudah tidak nyaman sejak awal atau memang seperti itu, tapi saya merasa tiap tempat yang kami singgahi sama sekali tidak menyenangkan. Dari rest area, pom bensin sampai masjidnya tidak ada satupun yang nyaman untuk disinggahi.

Di Padang, Alhamdulillah saudara suami saya tinggal di Bukittinggi yang dingin dan sejuk. Walaupun Qia dan Aqsha sakit selama di sana, tapi justru itu jadi alasan untuk saya istirahat di rumah saudara. Nggak perlu keliling, saudara yang mengunjungi kami. Bisa dibilang saya punya waktu untuk menyegarkan pikiran, dan mengunjungi Jam Gadang sebentar yang tentu saja penuh dengan lautan manusia ๐Ÿ˜‚.


Saya pikir, setelah beberapa hari di Padang pikiran saya akan jadi lebih cerah dan bisa melihat dunia dengan lebih indah. Tapi ternyata pengalaman perjalanan saya tetap tidak berubah, padahal kami sengaja memilih jalan yang sedikit beda dengan waktu berangkat. Sampai akhirnya ketika mampir di masjid yang gambarnya saya ambil di atas ini, saya sempatkan untuk menyampaikan uneg-uneg kepada suami.


"Perasaanku aja atau memang jalanan yang kita lewati rasanya kotor terus ya?"


"Memang kotor."


Lega banget rasanya perasaan saya dikonfirmasi sama suami. Bahkan dia menambahkan, "Dari sekian banyak pom bensin yang kita singgahi cuma 1 yang kamar mandinya nyaman." 


"Dan semua pom bensin yang kita singgahi bahkan cuma dilihat dari depan aja rasanya udah nggak bersih. Masjid ini aja, tadinya kupikir bakal kayak Masjid Taqwa Metro. Tapi ternyata kamar mandinya, Subhanallah..."


"Kamar mandi laki-lakinya mending sih,"


"Oh,..." Saya bersyukur dalam hati. Setidaknya ada hal bagus yang dirasakan suami saya, walaupun saya nggak bisa ngerasain.


Mungkin kalau ada yang baca tulisan ini akan berpikir serajin dan sebersih apa saya sampai mengeluhkan sampah dan kejorokan tempat umum selama perjalanan ke Padang ๐Ÿ˜. Well, saya aslinya juga nggak rajin-rajin amat kok orangnya. Suami saya yang orangnya rajin. Saya cuma mau menyampaikan apa yang saya rasakan selama perjalanan. Dan kebetulan itu yang saya rasakan. Jadi, mau bagaimana lagi?


Dan untuk perbandingan, saya sudah beberapa kali ke Jawa. Sejak masih kecil sampai terakhir adalah tahun lalu. Sementara di Sumatera, selain Lampung daerah yang pernah saya kunjungi ya cuma kota Palembang. Jadi, ketika melakukan perjalanan ke Padang, mau nggak mau saya otomatis membandingkan pengalaman tersebut dengan perjalanan yang pernah saya tempuh ke Jawa. Sayang sekali rasanya melihat jalanan yang dipenuhi sampah plastik berserakan bahkan sampai bertumpuk seperti itu.


***


Satu yang saya syukuri dari perjalanan ini, meskipun nggak nyaman di jalan tapi suasana di Bukittinggi benar-benar nyaman. Walapun saya nggak suka masakan Padang, tapi Alhamdulillah masih bisa nemu sayuran di sana. Dan lagi, kami nggak perlu keluar biaya selama perjalanan. Punya suami bungsu memang benar-benar banyak menangnya ๐Ÿ˜‚.

© Zuzu Syuhada • Theme by Maira G.