Sejak pertama kali nonton trailernya di YouTube, saya sudah menunggu-nunggu series ini. Teaser dan trailernya yang mengingatkan saya ke Rurouni Kenshin membuat saya penasaran sekali. I mean, siapa yang nggak tertarik lihat teaser sekeren ini?!
Last Samurai Standing berlatar di Jepang tahun 1878, 10 tahun setelah berakhirnya masa kejayaan samurai. Timeline yang sama dengan Rurouni Kenshin. Di masa ini, identitas dan status para samurai dicabut. Mereka bukan lagi orang-orang terhormat, bahkan tidak boleh lagi membawa pedang. Tahun-tahun ini adalah masa yang sangat sulit bagi para samurai, dan mereka harus berjuang keras untuk bisa bertahan hidup. Shujiro Saga, tokoh utama kita, salah satu samurai terhebat di masanya pun harus menjalani kehidupan yang sulit itu. Dia sudah menikah dan memiliki anak, namun wabah kolera yang mematikan dan kondisi ekonomi Jepang yang sangat buruk membuat kehidupannya kian berat. Di tengah kesulitan itu, sebuah tawaran hadiah besar tersebar di penjuru kota. "¥100.000 bagi yang memiliki kemampuan bela diri terhebat" sangat menjanjikan, tapi juga mencurigakan. Tapi bagi yang kelaparan, tentu mereka tidak punya pilihan selain mencoba peruntungan.
Warning: Spoilered review incoming!
Hampir mirip seperti Kenshin, Shujiro sudah memutuskan untuk tidak menghunus pedang lagi --dengan alasan yang sedikit berbeda--. Awalnya dia ragu dengan turnamen itu, tapi karena sudah sangat terdesak akhirnya dia meninggalkan keluarganya untuk mengikuti turnamen yang bernama Kodoku itu. Ternyata permainan Kodoku adalah Battle Royal untuk para samurai.
Terus terang, jenis cerita seperti The Hunger Games atau Squid Game bukanlah favorit saya. Saya lebih suka cerita yang 'masuk akal', atau fantasi sekalian. Yang membuat saya menyukai The Hunger Games adalah pada kritik sosial dan politiknya. Dan terkadang, untuk menggambarkan kondisi dunia yang sesungguhnya, perlu cara-cara ekstrim seperti yang ditampilkan The Hunger Games. Untuk itulah --sekali lagi, mungkin-- genre distopia hadir di dunia fiksi. Pada Last Samurai Standing, yang membuat saya penasaran tentunya adalah bagian actionnya. Dengan tema samurai, menurut saya genre bunuh-bunuhan seperti ini sudah cukup masuk akal. Ditambah dengan latar belakang historisnya, membuat sisi manusiawi kita tersentuh.
Episode 1 diawali dengan adegan tembak-menembak saat Shujiro bergerak di medan perang mengayunkan pedangnya, yang berujung pada akhir yang suram dengan tembakan meriam dan senjata api. Pertempuran terakhir perang ini menjadi landasan cerita serial selanjutnya karena menunjukkan pergeseran Jepang dari pedang ke senapan Snider. Di episode ini ketegangan adegan action, pengembangan latar cerita dan pengenalan sisi emosional karakter ditampilkan dengan baik sehingga membuat saya yakin kalau ini adalah tayangan yang memang layak ditonton. Saya sempat kecele ketika beberapa karakter yang muncul dengan julukan-julukan hebat, ternyata begitu mudah dibunuh. Dan itu justru membuat ceritanya menjadi semakin menarik. Shujiro yang sebenarnya sudah bertobat, mencoba menyelamatkan seorang gadis kecil --Futaba Katsuki-- yang 'terjebak' di turnamen. Pada scene-scene ini, saya merasa penulis --serial ini adalah adaptasi novel/manga-- mencoba memberi alasan Shujiro untuk bertarung. Dan terbukti, di episode-episode berikutnya kebanyakan tindakan Shujiro memang sekadar untuk menjaga Futaba agar tidak dibunuh. Selain karena dia juga ternyata sedang diburu.
![]() |
| Futaba Katsuki |
Futaba memang tampak seperti beban bagi Shujiro, tapi justru Futaba adalah karakter penting bagi persekutuan yang nantinya akan dibangun oleh Shujiro. Hubungan Shujiro dan Futaba seperti ayah-anak yang memberi sisi kelembutan di tengah kerasnya dunia samurai.
Ada banyak hal yang membuat Last Samurai Standing sangat menonjol jika dibanding dengan serial Netflix yang lainnya. Pertama, yang buat bukan Netflix 😏. Banyak komplain dari penggemar serial-serial yang ditayangkan Netflix belakangan ini, terutama tentang pilihan kostum yang mereka pakai untuk para karakternya. Jika kita menonton One Piece atau Avatar The Last Air Bender, akan terlihat sekali baju yang dipakai para karakternya adalah baju-baju yang baru dibuat, bersih dan berwarna cerah. Sangat tidak cocok dengan ceritanya yang bertema aksi dan petualangan. Di Last Samurai Standing, bukan hanya kostum, tapi juga make-up dan penampilan tiap karakter terlihat diperhatikan dengan teliti. Kapan mereka pakai baju kusut, kapan pakai baju bagus. Mana yang keturunan bangsawan, mana yang orang miskin, semuanya jelas.
Kedua, karena yang buat bukan Netflix, tapi orang Jepang asli, maka action scenenya pun memuaskan. Lihat saja di teaser dan trailernya, Hollywood could never make such a great action scene. Dedikasi yang diberikan para aktor dan para filmaker lainnya benar-benar 1000/100. Kita bisa merasakan 'kebanggaan' di setiap penampilan para aktornya. Perasaan yang saya dapatkan juga ketika menonton Shogun dan One Piece Live Action. Setelah menonton Behind The Scene, kalian akan tahu seberapa besar effort yang dikeluarkan untuk memproduksi serial ini. Beberapa penonton mengatakan kalau Jun'ichi Okada mengikuti jejak Hiroyuki Sanada agar bisa sukses seperti Shogun dan saya mendukung 100%.
Ketiga, Last Samurai Standing tidak meniru Squid Game. To be completely honest, orang-orang yang membandingkan serial ini dengan Squid Game mungkin tidak pernah mendengar Alice in Borderland(?!) Atau mungkin juga tidak tahu tentang Battle Royal. Cerita turnamen bunuh-bunuhan seperti ini bukan hal baru. Korean Wave dengan Squid Gamenya saja yang membuat penggemar K-Pop merasa bahwa Korea adalah penemu segala sesuatu di industri hiburan. Jika mau menilai secara objektif, Last Samurai Standing hanyalah menggabungkan genre-genre favorit pemirsa dan menjadikannya satu tayangan menarik. Bagi penonton macam saya misalnya, daya tariknya adalah pada aksi laganya. Saya sama sekali nggak peduli dengan plotnya, yang penting gelut dan bunuh-bunuhan.
Alasan terakhir yang membuat saya suka dengan Last Samurai Standing adalah karakternya. Sebagai pembaca maupun penonton, saya selalu lebih tertarik dengan karakter dibanding plot. Satu karakter yang menarik perhatian saya sejak episode pertama adalah polisi yang diperankan Kazunari Ninomiya. Dia cocok sekali memerankan polisi bodoh yang licik dan menyebalkan.
![]() |
| Saya lupa siapa namanya, pokoknya ngeselin banget orangnya. I love it. |
Karakter lain yang langsung menarik perhatian saya adalah Kyojin Tsuge. Sejak pertama kali muncul saya sudah langsung mencurigainya, dan sampai akhir season masih belum ada tanda-tanda yang menjelaskan karakternya dan apa maunya. Yang jelas dia adalah mantan ninja, tidak ada informasi tambahan. Tapi dari situ saja sudah cukup menjawab mengapa dia banyak tahu tentang berbagai hal dan sikapnya sangat ambigu. Kita lihat saja bagaimana ceritanya berlanjut di season 2.
Karakter-karakter pendukung lainnya juga menarik. Tapi tidak terlalu saya perhatikan sejak episode 2 gara-gara ada yang mati dengan mudah. Saya jadi tidak terlalu berharap 😅.
Kalau ada yang mau dikritik dari Last Samurai Standing sepertinya hanya satu adegan saja. Saya sampai ulang-ulang adegan ini untuk memastikan bahwa pedangnya Bukotsu Kanjiya benar-benar penuh darah ketika sedang bertarung, tapi tiba-tiba bersih di sini.
![]() |
| Berapa kali saya ulang adegan ini? Yes. 😂 |
![]() |
| Saya bakal sedih kalau karakter ini mati. |
Overall, Last Samurai Standing adalah serial action yang dibuat dengan hati-hati dan serius. Layak untuk diapresiasi. Bagi saya sendiri sebagai penggemar genre action, ini benar-benar menjadi pengobat rindu ke film-film action yang dulu didominasi China. Sejujurnya saya sedikit kecewa dengan kwalitas film-film China sekarang dan berharap mereka bisa kembali menayangkan cerita-cerita dengan tampilan yang lebih natural.
Rating: 5/5 ⭐⭐⭐⭐⭐







.jpg)
