SLIDER

What is true desire of Toda Mariko; Character analysis and a little bit rant of male behavior

Postingan kali ini agak berbeda, bukan review, karena menurut saya secara keseluruhan Shogun adalah pertunjukan sempurna. Tidak perlu penjelasan, rating pribadi saya untuk Shogun adalah 5/5 ⭐⭐⭐⭐⭐. Saya menulis postingan khusus untuk Toda Mariko gara-gara perdebatan dengan suami di episode delapan, ketika dialog Mariko dengan suaminya terjadi pada saat upacara minum teh yang mereka adakan atas permintaan suaminya. Di adegan itu, suaminya, Hirokatsu aka. Buntaro menyatakan untuk mengajak mereka mati bersama sebagai suami-istri sebagaimana yang diinginkan Mariko selama ini. Namun Mariko menolak perkataan itu dan mengatakan, 

"Sekarang pun kau masih tak mengerti. Permintaanku yang kau tolak bukanlah kematian.Tapi kehidupan yang tak kau berikan. Aku lebih suka hidup seribu tahun daripada mati bersamamu seperti ini."

Seketika suami saya nyeletuk, 'Lah gimana sih orang ini. Dari awal minta mati terus, giliran dikasih katanya bukan itu maunya.' Kegemasan saya memuncak seketika, lalu mencoba menjelaskan. Tapi sebaik apapun saya menjelaskan ternyata dia tetap nggak paham dong 😂. Untungnya saya ingat peristiwa serupa waktu nonton filmnya Donnie Yen, Enter the Fat Dragon, disitu dia dan pacarnya melakukan dialog yang kurang lebih sama konteksnya. Saya jadi maklum suami saya nggak paham adegan Mariko dan suaminya, karena dialog Donnie Yen sama pacarnya yang super duper simple aja dia nggak paham. Sementara Mariko dan karakternya jauh lebih kompleks daripada keinginan pacarnya Donnie Yen yang hanya ingin diprioritaskan.

Saya jadi mikir, apa memang laki-laki sebodoh itu sampai nggak bisa membaca dan menyadari keinginan perempuan atau cuma suami saya?! Karena di film Dragon, dialog dan scene yang ditunjukkan sangat jelas. Donnie Yen yang berjanji akan berhenti jadi polisi nggak bisa menutupi kepribadiannya yang selalu ingin menolong orang lain. Tentu saja pacarnya jadi kecewa dan meninggalkannya. Lha suami saya komennya, 'emang perempuan itu aneh.' Padahal dia yang saking gebleknya nggak sadar sama perbuatannya sendiri. Dia itu maksud saya si karakter Donnie Yen, suami saya mungkin cuma salah satu karakter yang dipotret dalam film itu 😆. Kalau memahami karakter pacarnya Donnie Yen di film Enter the Fat Dragon saja gagal, ya wajar sih kalau suami saya nggak paham dengan maksud Mariko. Makanya sebagai orang yang baik, saya akan jelaskan apa sebenarnya keinginan Mariko. Saya tahu tulisan ini juga pasti nggak akan berguna buatt laki-laki, tapi paling tidak anggaplah ini adalah pergosipan kita para perempuan untuk saling mendukung satu sama lain. Saya berasumsi kalian yang membaca tulisan ini sudah nonton Shogun, supaya bisa terbayang pada cerita dan adegan-adegan yang akan saya jelaskan. 

Mengapa Mariko ingin mati, lalu menolaknya?

Kalau hanya fokus pada dialog-dialog primer, yang terlihat memang Mariko menginginkan kematian seperti yang disampaikan suaminya kepada Toranaga-sama dan juga dia sampaikan sendiri kepada Anjin. Sejak kematian keluarganya, Mariko harus hidup sendirian menahan malu karena dicap sebagai pengkhianat. Bagi orang Jepang tentu itu adalah beban yang sangat berat. Namun karena suaminya dan Toranaga-sama tidak mengizinkan dia mati, maka Mariko terpaksa bertahan hidup demi menjalankan tugasnya, sebagai pengikut Toranaga dan sebagai istri.

Tapi di episode enam mulai ditunjukkan masa lalu Mariko. Dari situ kita seharusnya tahu bahwa Mariko sejak awal tidak ingin menikah. Atau mungkin tidak ingin menikah dengan Buntaro. Kehidupannya berakhir sejak dia menikah, makanya ketika Buntaro bilang bahwa mereka bahagia di awal pernikahan, Mariko jawab dia nggak terlalu ingat. Karena pernikahan itu nggak ada artinya buat Mariko. Dia nggak ingin kehidupan yang seperti itu.

Lalu beberapa saat setelah menikah, keluarganya tiba-tiba dicap sebagai pengkhianat. Mariko yang sejak awal sudah nggak minat hidup jadi istri Buntaro, merasa lebih baik mati bersama keluarganya. Apalagi Buntaro yang mungkin tadinya mencintai dia jadi nggak cinta lagi, karena istrinya pengkhianat. Sikapnya jadi dingin, tapi dia berbelas kasihan sehingga memerintahkan Mariko untuk tetap hidup. Siapa yang mau hidup kayak gitu, Bang? Coba jelasin! Makanya dia sampai melarikan diri berkali-kali sampai akhirnya diselamatkan oleh Kristen.

Mariko ingin mati karena kehidupannya hancur bersama Buntaro. Intinya pernikahannya dengan Buntaro bagi dia adalah bencana, karena dia jadi nggak bisa bareng keluarganya dan merasa terbuang. Ketika dia punya kesempatan untuk bersama keluarganya melalui kematian, Buntaro pun nggak ngasih. Kan jadi pengen ngomong kasar jadinya. Pada akhirnya yang membuat dia tetap bertahan hidup adalah bujukan dan rasa hormatnya kepada Toranaga-sama, bukan belas kasihan Buntaro. Ditambah lagi, kehidupan pernikahannya pun tidak bahagia karena Buntaro selalu memandang rendah dirinya. Di tiap adegan dimana mereka tampil bersama, Mariko selalu berwajah dingin tapi Buntaro lebih terlihat jijik kepada Mariko. Siapa yang mau hidup seperti itu?! Kalau saya jadi Mariko, memang lebih baik mati.

Tapi kenapa ketika suaminya mengajak mati bersama, dia jadi nggak mau? Karena sejak awal bukan itu masalahnya. The true problem adalah Buntaro yang menghalangi Mariko dari tujuannya. Yang Mariko inginkan adalah hidup tanpa Buntaro, maka ketika dia tidak bisa mendapatkannya dia meminta mati. Dan sekarang Buntaro minta mati bersama?! Ngimpi aja, Bang! Mau hidup, mau mati, intinya Mariko tuh nggak mau sama kamu!

Mengapa laki-laki sering gagal memahami perasaan wanita?

Tentu saja, tidak semua... laki-lakiiiii...... ♩♪♫♬ paling tidak, kakak laki-laki saya adalah salah satu laki-laki yang cukup peka dengan perubahan emosi perempuan. Saya bisa lihat dari interaksinya dengan istrinya dan dari nasihat yang dia berikan kepada saya sebelum saya menikah. Tapi, pertanyaan 'mengapa laki-laki tidak bisa memahami perempuan?' yang selalu muncul bahkan sampai jadi bahan penelitian membuktikan bahwa there's something about the men that needs to be fixed to improve their relationship. Ketidakmampuan ini bukanlah sesuatu yang harus dimengerti perempuan, tapi justru jadi tantangan laki-laki untuk memperbaikinya. Yes, laki-laki memang sulit menebak isi hati perempuan hanya dari melihat wajahnya, tapi yang membuat hubungan seringkali gagal bukan itu. Bahkan ketika perempuan sudah sedemikian tegas dan lugas mengungkapkan keinginannya, laki-laki masih saja tidak bisa memahaminya. Kok bisa?!

Melalui karakter Buntaro dan Dragon mungkin bisa kita simpulkan sebabnya. Dragon, He's just stupid 😂. Dalam film sudah digambarkan jelas bahwa dia berusaha, melakukan apa yang menurutnya benar untuk membahagiakan pacarnya. Sayangnya, hasratnya untuk menjadi polisi tentu mensyaratkan perhatian yang lebih. Sekeras apapun dia berusaha menyenangkan pacarnya, tetap nggak akan bisa menutupi kenyataan bahwa dia lebih mencintai profesinya ketimbang pacarnya. Dan itu dipahami juga sama pacarnya, sehingga pilihan berpisah memang masuk akal. Karena sang pacar ingin jadi prioritas utama. Dua keinginan ini nggak bisa ketemu.

Skenario seperti Dragon, banyak terjadi. Ada perempuan yang memang memilih berpisah, ada yang tetap bertahan. Tapi yang jelas, pilihan apapun yang dibuat para perempuan dengan pasangan seperti Dragon tidak akan terlalu menyakitkan. Karena, perempuan bisa membaca emosi. Perempuan tahu ketika laki-laki berusaha, meskipun usahanya tidak sesuai dengan harapan mereka. Sehingga ketika perempuan memutuskan bertahan dengan laki-laki seperti Dragon, mereka memilih untuk mensyukuri usaha laki-lakinya. Pun ketika memutuskan berpisah, simply karena mereka ingin harapannya terpenuhi, mungkin oleh laki-laki lain. 

Pada diri Buntaro inilah kasus yang banyak dikeluhkan oleh para perempuan. It's His ego. Atau dalam bahasanya Dito di video ini, pride as a man yang membuat mereka nggak mau mendengar ketika perempuan mencoba berbicara dengan mereka. Jangankan memahami, mendengar pun tidak. Kalau pada tahapan pertama komunikasi saja mereka sudah gagal, yang terjadi ya kayak Buntaro.  

Sejak awal Buntaro tidak peduli apakah Mariko mencintainya atau tidak. Dia hanya peduli bahwa jika dia bahagia, maka seharusnya Mariko juga bahagia. Jika dia berbelas kasihan pada Mariko, maka seharusnya Mariko bersikap lembut padanya. Dengan kepribadian itu, meskipun Mariko mengungkapkan keinginannya yang sesungguhnya pun tetap tidak akan ada pengaruhnya. Buntaro tetap akan memilih tindakan yang bisa memberi makan egonya. Dan benar saja, terlihat dari adegan ini. Begitu besar egonya, sampai-sampai dia berani menolak perintah Toranaga-sama

Hingga Toranaga-sama berkata,

Mariko hanya melakukan apa yang kusuruh, tapi sepertinya kau tak begitu.

Seringkali yang dikeluhkan oleh perempuan dengan pasangan seperti Buntaro adalah betapa lelahnya mereka mencoba berbicara dan ingin didengar. Saya sendiri pun mengalami masalah yang sama. Sejak awal menikah, saya sudah dinasihati oleh kakak laki-laki saya untuk mencoba menasihati suami dengan cara sehalus mungkin. Kakak saya bilang, "Laki-laki nggak suka diajarin, kami suka ditanya. Buat seolah-olah suamimu yang ngajarin kamu." Ini salah satu alasan kenapa saya nggak terlalu tertarik sama Dr. Aisyah Dahlan. Karena saya sudah punya kakak laki-laki 😆. 

Tapi meskipun saya berusaha, ternyata tidak semudah itu. Saya sudah mengatakan pada suami kalau saya bukan seperti perempuan yang memakai kode-kode detektif atau metafora ketika bicara. Dia tetap gagal paham. Setiap kali saya meminta sesuatu, dia selalu memberikan hal lain dengan alasan 'biasanya perempuan begitu'. Setiap kali saya memberi masukan, dengan metode apapun, tetap gagal dipahami oleh suami bahkan berujung ribut. Nasihat apapun yang saya berikan, tidak pernah (yes, tidak pernah) dia terima. Dan ketika dia melakukan kesalahan, setiap kali saya coba ingatkan tentang usul pertama saya, dia akan berkomentar 'kapan kamu bilang begitu?'. Saya merasa sampai puncak kesabaran ketika suatu pagi kami meributkan sesuatu lalu dia pergi bekerja, siangnya dia pulang untuk makan siang dan mengatakan bahwa rekan kerjanya baru saja memberi masukan persis seperti yang saya katakan tadi pagi. Lalu dia meminta maaf. Dan saya menjawab, 'oh, berarti lain kali kalau aku punya pendapat untuk kamu harus aku sampaikan ke orang yang kamu hormati dulu baru kamu bisa dengar'.

Di lain kesempatan, saya sampai tercengang ketika kami ribut hanya karena masalah sepele. Saya yang tadinya hanya nyeletuk ringan mengomentari sebuah tulisan di tayangan Youtube, mendapat jawaban yang menurut saya tidak ada hubungannya dengan perkataan saya. Ternyata dia tersinggung. Saya yang sedang malas berpikir akhirnya bilang, 'kenapa sih susah banget ngomong sama kamu.' And guess what, jawaban suami saya 'kamu yang maunya apa? padahal aku udah nyoba bantah kamu lho...' That unintentional answer membuat saya melongo lama. Lalu saya memilih pergi sambil bergumam, 'padahal ngobrol itu kan nggak perlu bantah-bantahan.' Setelah itu kami berdua hening, cukup lama.


It is stressful punya pasangan seperti Buntaro. Dan sayangnya banyak laki-laki yang tidak menyadari betapa menyebalkan sifat mereka itu. Bahkan yang lebih mengerikan lagi, banyak yang memakai tameng agama untuk makin menggemukkan egonya. Padahal justru Rasulullah  adalah orang pertama yang memperbaiki dan mengubah tradisi dan sifat superior laki-laki. Hingga kemudian kita jumpai kisah para Sahabat memperlakukan istri-istrinya dengan teladan itu yang sepertinya tadinya bukanlah kebiasaan mereka. Misalnya ketika Umar menolak dinasihati oleh istrinya, lalu berkata "Mengapa kamu menghalangi apa yang aku kehendaki?" dan istrinya menjawab, "Heran aku terhadap kamu ini, wahai ibnul Khattab. Kamu tidak mau dikoreksi, sedangkan putrimu telah membuat ulah kepada Rasulullah  sehingga sehari penuh beliau murung." (HR Bukhari & Muslim)

Hadits ini tentu saja harus dipahami dengan konteks yang benar. Tapi intinya, sifat egois laki-laki memang diperlukan apalagi dalam perannya sebagai pemimpin. Namun Rasulullah  telah menunjukkan sikap tawadhu dan lemah lembut dalam berinteraksi dengan para perempuan di sekitarnya. Dan hal pertama yang perlu dilakukan laki-laki untuk memperbaikinya adalah dengan belajar mendengar. Jika menuruti masukan istri terasa sangat menghinakan, pakailah cara Toranaga-sama yang elegan dan berwibawa. Tapi untuk bisa seperti itu, tentu butuh daya intelektual dan kepekaan yang tinggi. Dan lagi-lagi, sayangnya laki-laki jarang yang memiliki itu 😩.

Tidak ada komentar

Posting Komentar

© Zuzu Syuhada • Theme by Maira G.