SLIDER

Yang teringat dari Ramadhan tahun ini

 بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ 

Dengan nama Allah, yang Maha Pengasih, Maha Penyayang




Sesungguhnya nggak ada yang penting dari postingan kali ini. Hanya karena menurut saya unik dan mungkin suatu saat akan ada manfaatnya, jadi saya akan abadikan di sini.

Jadi ceritanya, pada sebuah acara buka bersama yang rutin diadakan tiap Ramadhan oleh sekolah kami terjadilah sebuah obrolan santai para ibu. Lalu sampailah kami pada pembahasan lailatul qadr. Masing-masing mengutarakan dugaan kapan terjadinya, karena kami memang sudah memasuki hari-hari terakhir Ramadhan. Hingga salah seorang ada yang nyeletuk, "nggak ada yang tahu kapan malam ganjil, kalau ternyata Ramadhannya cuma 29 hari berarti yang kita sangka malam ganjil kan berarti malam genap?" 

Seumur hidup, belum pernah saya dengar pernyataan semacam itu dari siapapun. Dan yang bikin makin lucu adalah si ibu sangat percaya diri dengan pernyataannya, bahkan ketika ibu lain berusaha sekuat tenaga untuk mengoreksinya. "ya lihat aja nanti nih misalnya ya bu, lebarannya hari Jumat tuh... Kan berarti 10 malam terakhirnya udah dari 3 hari yang lalu. Jadi sekarang hari ganjilnya."

Sejujurnya saya sudah ingin tertawa ketika menyimak obrolan aneh itu. Tapi saya tahan karena lagi puasa. Saya tahu ketawa saya nanti akan terdengar sangat menyakitkan. 😅 Jadi daripada cari masalah, saya memilih untuk melerai obrolan itu dengan makanan yang datang.

Masalah diantara si ibu udah selesai, tapi sekarang malah di saya. Sampai malam takbiran ini masih kepikiran. Kok bisa ada orang yang ngitung malam ganjil Ramadhan berdasarkan tanggal 1 Syawalnya?! Yaaaa.... sebenarnya saya punya dugaan, mungkin karena dia menganggap 10 hari terakhir itu dihitung dari Syawal (yang memang harus begitu) lalu dia berkesimpulan kalau hari ganjil/genapnya juga dihitung dari Syawal. 😌

Nah, kejadian kedua yang bikin saya semangat bikin tulisan hari ini. Yang terjadi baruuuu saja, tadi siang. Ketika saya dan suami ribut bahas 1 Syawal. FYI, saya adalah warga Nahdhiyin tulen yang bahkan sempat nyantri di pondok pesantren tradisional. Sementara suami saya adalah anak ulama Muhammadiyah. Jadi sudah bukan hal baru kalau kami berbeda hari puasa dan idul fitri selama ini. Tapi masalahnya sekarang adalah, anak kami mulai besar dan pasti akan menanyakan kalau orang tuanya lebaran beda hari. Maka kami memutuskan untuk kompromi, tapi ternyata susah juga karena masing-masing nggak mau ngalah. Hingga akhirnya suami saya bilang, "ya udah lho kamu lebaran Sabtu nggak pa-pa, yang penting Jumat ikut sholat." And I was like, "What????"

"Kalau saya ikut sholat hari Jumat artinya saya lebaran hari Jumat, Bapaaaak. Artinya saya nggak boleh puasa hari Jumat ituuuu, haraaaaaam."

Entahlah, orang-orang sekarang kok lucu-lucu ya? Mungkin mulai pada males mikir, yang penting ngomong.😝 Dan sampai malam ini suami saya masih belum paham sama omongannya sendiri. Duh,

Untungnya, pondok pesantren alumni saya tahun ini berbeda dengan pemerintah. Entah kenapa tadi sudah mengumumkan untuk lebaran besok. Jadi saya agak lega, nggak nurut pemerintah nurut guru saja.

Tidak ada komentar

Posting Komentar

© Zuzu Syuhada • Theme by Maira G.