SLIDER

What I'm thinking
Tampilkan postingan dengan label What I'm thinking. Tampilkan semua postingan

is it OK curhat di media sosial?!

Senin, 04 September 2023

Salah satu alasan saya menutup blog pertama adalah ketika membaca postingan-postingannya, rasanya seperti membuka aib orang-orang yang saya bicarakan dalam postingan tersebut. Padahal saya jaraaaaaang sekali menyebut nama di setiap postingan blog -bahkan kayaknya nggak pernah- tapi tetap saja saya merasa mereka tidak berhak saya ghibahin meskipun hanya lewat blog.

Pun ketika beberapa teman dekat ada yang meminta saya menuliskan pengalaman hijrah dalam bentuk prosa, saya tidak melakukannya sampai saat ini karena menurut saya akan ada banyak hati yang terluka kalau mereka mengetahui tragedi itu diumbar ke mana-mana.

Photo by Nathan Dumlao on Unsplash

Beberapa tahun yang lalu saya menemukan Sophia Mega, salah seorang content creator yang suka berbagi konten tentang buku. Karena saya suka dengan cara reviewnya, saya follow akun instagramnya. Belakangan dia sering menceritakan pengalamannya ketika menjalani terapi, dan banyak memposting bagaimana interaksinya dengan keluarga. Sesekali saya membacanya, dan terpikir 'ini kalau orang tuanya baca curhatan dia, apa nggak sedih ya?'. Karena terus kepikiran seperti itu, setiap kali stories dari Sophia Mega muncul dan menceritakan tentang strugglenya menghadapi keluarga, saya skip saja supaya tidak berlanjut menjadi prasangka buruk.

Lalu ada salah satu blog yang masih aktif sampai hari ini, yang sering saya temukan di halaman pertama mesin pencari memiliki kebiasaan yang sama; suka curhat pengalaman hidupnya. Lama-lama karena penasaran, saya pun menanyakan di salah satu kolom komentarnya.


Jujur, saya benar-benar hanya penasaran. Sejauh ini tidak ada prasangka apalagi sampai seperti yang biasa di komen-komen sosmed itu dengan dalih 'sekedar mengingatkan' yang sebenarnya justru seperti menghakimi. Lalu membaca balasan ini, saya merefleksi diri 'hah, bukankah ini juga alasan saya menulis blog?' untuk mengungkapkan isi hati secara terbuka tanpa ada rasa khawatir? Bahkan ketika pertama kali membuat blog baru ini, saya sudah janji lho untuk menyampaikan uneg-uneg tanpa ragu dan curhat sepuas hati. 

Setelah Hari yang Panjang

Yang membedakan antara saya dengan Mega dan Rey sepertinya adalah mereka yakin bahwa orang-orang yang menyakiti mereka itu tidak peduli dengan mereka. Maka menceritakannya di sosial media pun tidak akan berpengaruh apa-apa. Sementara saya meyakini bahwa orang-orang itu peduli kepada saya, bahkan ketika mereka menyakiti sekalipun. Sehingga saya merasa tidak adil kalau menceritakan 'keburukan' mereka di tempat umum. Seseorang yang sengaja menyakiti tidak sama dengan yang tidak sengaja. Mungkin karena saya sendiri sangat berpengalaman sebagai orang yang selalu disalahpahami, maka saya selalu berhati-hati ketika akan menilai niat dibalik perbuatan orang lain.

Lalu saya berpikir, 'kalaupun mereka peduli, memangnya mereka akan baca tulisan di blog ini?' ๐Ÿ˜† Lagi-lagi, bukankah karena itu juga saya menulis di blog? Karena tidak ada yang ke sini. Saya jadi agak kasihan kepada diri saya sendiri. Mungkin karena terlalu banyak menyakiti orang lain selama 10 tahun terakhir ini, saya jadi terlalu judgemental terhadap diri sendiri. Jangan-jangan saya juga butuh terapi?! ๐Ÿ˜‚ Sepertinya saya terlalu mengkhawatirkan orang lain dan malah kurang peduli kepada diri sendiri. 

Photo by Kaitlyn Baker on Unsplash

Karena terlalu overthinking, saya menunda menuntaskan curhatan ini padahal seharusnya bisa melegakan pikiran. Toh, itu merupakan autokritik yang baik kalau orang-orang yang bersangkutan dalam tulisan itu mau menanggapinya dengan lapang hati. Dan saya juga yakin 1000% keluarga saya tidak akan pernah sekepo itu dengan apa yang saya tulis di blog ini. Bahkan suami saya nggak pernah membaca tulisan-tulisan saya. Dengar cerita yang nggak butuh effort saja dia tidak sanggup apalagi harus membuka browser, mengetikkan nama saya dan membaca beberapa menit hanya untuk mengetahui isi hati saya?! Saya jadi tertawa sendiri menulis ini.

Saya masih yakin bahwa sosial media berbeda dengan blog. Maka saya masih merasa tidak perlu menceritakan hal-hal yang tidak mengenakkan di sana. Tapi, Mega dan Rey sudah mengingatkan saya pada tujuan utama saya membuat blog ini. Jadi, apakah tidak apa-apa curhat di sosial media?! Tidak, saya masih tidak setuju. Tapi kalau di sini, tidak apa-apa. Sepertinya saya perlu berkali-kali diingatkan bahwa di sinilah tempat paling aman untuk saya menceritakan semuanya dan menggali sampah-sampah di dalam hati saya lalu membuangnya.

You don't have to do a reset to start over

Jumat, 11 Agustus 2023

Awalnya dari lagunya ONE OK ROCK yang berjudul Ketsuraku Automation (ๆฌ ่ฝใ‚ชใƒผใƒˆใƒกใƒผใ‚ทใƒงใƒณ) yang saya sukai iramanya. Lalu tadi iseng ngecek arti lagu itu, ada satu baris lirik yang menarik perhatian saya;

ใƒชใ‚ปใƒƒใƒˆใชใ‚“ใฆใ—ใชใใŸใฃใฆใƒชใ‚นใ‚ฟใƒผใƒˆ

No need to reset, just restart
Photo by Jose Antonio Gallego Vรกzquez on Unsplash

Saya jadi terpikir, apa bedanya reset dengan restart. Nggak penting banget, ya?! Tapi memang begitulah saya. Kadang suka mikirin sesuatu yang nggak ada gunanya. Maka saya pun meluncur berwisata ke Google.

Ketika mencari di Google dengan keyword 'difference between reset and restart', setiap artikel yang dirujuk selalu mengasosiasikan kedua istilah itu dengan komputer. Nggak salah, karena memang istilah itu paling sering kita pakai untuk mengoperasikan komputer atau alat elektronik lainnya. Saya menemukan sebuah artikel yang menjelaskan perbedaannya. Di lifewire.com dijelaskan bahwa Restart berarti mematikan sesuatu. Secara mudahnya, merestart berarti kita memutus/mematikan daya lalu menyambungkannya kembali. Saya pun sering melakukannya, terutama kalau komputer sudah mulai hang dan tidak merespon sama sekali. Restart adalah cara paling mudah untuk mengulang pekerjaan dari sebelum segala drama terjadi, dengan harapan ketika komputer menyala lagi saya bisa melanjutkan pekerjaan. Program-program atau software yang tadi dipaksa mati bisa diakses kembali, bahkan jendela situs internet yang tadinya tertutup pun bisa diakses ulang.

Reset berarti menghapus dan mengembalikan. Reset sama saja dengan menghapus semua isi perangkat kita dan mengisinya lagi dengan yang baru. Biasanya kalau dalam aktivitas sehari-hari, kita menyebutnya menginstall ulang, entah itu PC atau laptop. Reset kita lakukan terutama kalau permasalahan di komputer sudah demikian berbahaya sehingga beberapa sistem atau software tidak bisa digunakan atau tidak beroperasi dengan benar. Setelah direset, perangkat kita akan kembali menjadi baru, nggak ada isinya atau kembali ke setelan pabrik. Makanya kenapa biasanya ini adalah pilihan paling akhir yang diambil ketika akan memperbaiki PC/laptop karena itu artinya bisa jadi kita akan megorbankan file-file penting yang pasti akan terhapus selama proses ini berlangsung.

Lalu, kalau sudah tahu bedanya terus apa? Menurut saya, lirik ini menarik karena secara keseluruhan lagu ๆฌ ่ฝใ‚ชใƒผใƒˆใƒกใƒผใ‚ทใƒงใƒณ bercerita tentang seorang yang kebingungan mencari arah dalam hidupnya. Karena berjalan tanpa arah dan tujuan, dia tersesat. Lalu ketika sadar, dia sudah melangkah terlalu jauh. Karena langkah yang dituju sudah dia pahami, maka tidak perlu melakukan reset, hanya perlu direstart.

Menyanyikan lagu ini saya jadi terpikir tentang konsep taubat. Dalam Islam, ketika kita bertaubat maka Allah mengampuni dosa-dosa kita dan kita akan seperti bayi baru lahir -kembali ke setelan pabrik-. Tapi sebagai manusia, keberadaan kita dalam lingkungan tetap tidak bisa lepas dari bayang-bayang masa lalu.

Dan pilihan paling mudah yang bisa kita terima tentang kenyataan itu adalah melakukan restart untuk diri kita sendiri. Kita tidak mungkin menghapus semua memori tentang diri kita dari pikiran orang-orang, tapi yang bisa kita lakukan adalah merestart diri kita sendiri. Matikan daya, putuskan semua koneksi yang membuat kita rusak selama ini lalu nyalakan lagi diri kita dengan sumber daya yang baru. Dan ketika semua sistem sudah aktif kembali, kita bisa pilih program apa yang akan kita gunakan.

Sejujurnya lirik-lirik lagu ONE OK ROCK yang menggunakan bahasa Jepang cukup sulit untuk dimaknai secara integral sebagai sebuah cerita yang utuh. Tapi justru jika dimaknai secara umum, kebanyakan lagu-lagu yang berbahasa Jepang-lah yang lebih bisa menyentuh di hati. Mungkin karena itu para fans garis keras biasanya tidak begitu peduli dengan lagu-lagu mereka yang International Version.

Untuk lirik lagu ini pun, yang membuat saya tertarik pada satu baris kalimat ini pun karena terasa terpisah dari kisah lagunya secara keseluruhan. Saya merasa ini adalah inti pesan dari lagu yang sayangnya sering salah pengartian 180° dari makna aslinya. Di salah satu situs yang mengartikan lagu ini, sayangnya baris ini malah diartikan 'say reset instead of restart', kan maunya ke kiri jadinya malah ke kanan tuh!

Nah, karena saya suka dengan lagu ini maka saya tuliskan saja liriknya di sini. Mudah-mudahan suatu saat saya bisa menerjemahkannya dengan terjemahan yang lebih smooth.

ๆฌ ่ฝใ‚ชใƒผใƒˆใƒกใƒผใ‚ทใƒงใƒณ

Ketsuraku Automation
Missing Information

ใ„ใค ใฉใ‚“ใชๆ™‚ ใฉใ‚“ใชใ‚ฟใ‚คใƒŸใƒณใ‚ฐใง

Itsu donna toki donna taimingu de

When and at what time?

ๅƒ•ใฏใใ‚Œใ‚’ๅคฑใฃใฆใ—ใพใฃใŸใ‚“ใงใ—ใ‚‡ใ†?

Boku wa sore o ushinatte shimatta ndeshou?

I lost it, didn't I?

ๆทฑๅฑคๅฟƒ็†ใ‚’ๆŽขใฃใŸใจใ“ใ‚ใง ไฝ•ใฎๆ„ๅ‘ณใ‚‚็„กใใฆ

Shinsou shinri wo sagutta tokoro de nanno imi mo naku te

It doesn't make any sense to search the depths of my psyche


่…ใฃใฆ่ฝใกใŸๆžœๅฎŸ ็‹‚ใฃใฆๅฎŸใฃใŸ็พๅฎŸ

Kusatte ochita kajitsu kurutte minotta genjitsu

Rotten and fallen fruit. Crazy ripened reality.

ๆœˆใŒ็…งใ‚‰ใ—ใ ใ—ใŸๆ–น่ง’ ๆ™‚ใซๅฟ˜ใ‚Œใใ†ใชๆ„Ÿ่ฆš

Tsuki ga terashi dashita hougaku-ji ni wasure sou na kankaku

The moon shines in a direction I sometimes forget

ใฟใ‚“ใชๅ…จ้ƒจใ—ใ‚‡ใ„่พผใ‚“ใง ๆฐ—ใฅใใ‚ƒใ‚‚ใ†ไปŠๆ—ฅใŒ็ต‚ใ‚ใฃใฆใ„ใฆ

Minna zenbu shoikonde kidzukya mou kyou ga owatte ite

I'm soaked in it all, and before I know it, today is already over

ๆฑ‚ใ‚ใฆใŸๆ—ฅใ€…ใฏใ“ใ‚“ใชใƒขใƒณใ ใฃใ‘?

Motome teta hibi wa konna mon dakke?

Was this the kind of day I was looking for?


With my speechless calm eyes

Nothing is coming to rise

้“ใ—ใ‚‹ในใซใจ่ฝใจใ—ใŸๅฐใ•ใ„็Ÿณ

Michishirube ni to otoshita chiisai ishi

I dropped a small stone to help me find my way

ๆš—ใใฆ่พบใ‚ŠใŒ่ฆ‹ใˆใชใใชใ‚Šใใ†ใชใจใ ่ฟทใฃใŸๅƒ•ใ‚’่ปŒ้“ไฟฎๆญฃใ•!

Kurakute atari ga mienaku nari sou na toki mayotta boku o kidou shuusei sa!

When it's dark and I can't see what's around me, I'm lost and I need to get back on track

ใƒชใ‚ปใƒƒใƒˆใชใ‚“ใฆใ—ใชใใŸใฃใฆใƒชใ‚นใ‚ฟใƒผใƒˆ

Risetto nante shinakutatte restart

I don't need to reset, I just need to start again.


ใ“ใ“ใฏใฉใ“ใงๅƒ•ใฏใ•ใ่ชฐใ ?

Koko wa doko de boku wa saa dareda?

Where am I, and who am I?

ใŸใพใซๅˆ†ใ‹ใ‚“ใชใใชใ‚“ใ !ใ ใฃใฆใ•

Tamani wakan'nakuna nda! Datte sa

Sometimes I don't know! Because, you know...

ๅ‘จใ‚ŠใŒๆ€ใ†ใ‚ˆใ‚Šใ‚‚ใšใฃใจใ‚‚ใฃใจๅ‡„ใ„ใ‚นใƒ”ใƒผใƒ‰ใง

Mawari ga omou yori mo zutto motto sugoi speedo de

Things are moving a lot faster than people think

็‰ฉไบ‹ใฏๅ‹•ใ„ใฆใ„ใ‚‹ใ‚“ใ  ใใ†ใ !ใ“ใ‚Œใฏ็ฝ ใ !ๆ€ใ‚ใฌ่ฝใจใ—็ฉดใ !

Monogoto wa ugoite iru nda sลda! Kore wa wanada! Omowanu otoshianada!

Things are moving. Yah... It's a trap! An unexpected pit!

่‡ชๅˆ†ใฎๅคขๆŽขใ—ใฎใŸใ‚ใซๆŽ˜ใ‚Š้€ฒใ‚“ใงใใŸ็ฉดใฏใ‚‚ใฏใ‚„

Jibun no yume sagashi no tame ni horisusunde kita ana wa mohaya

The hole you've been digging to find your dream is no longer there


ๅ…‰ใ™ใ‚‰ใ•ใ•ใชใใชใฃใฆ ่ฝใกใŸใ‚‰ๆœ€ๅพŒ

Hikari sura sasanaku natte ochitara saigo

Even the light no longer shines, and if you fall, it's the end

็”Ÿใ‘ใ‚‹ๅฑ

Ikerushikabane

walking dead


ไฝ•ๆฐ—ใชใใคใ‘ใŸใƒ†ใƒฌใƒ“ใซๆ˜ ใ‚‹ๆ„›ๆƒณ็ฌ‘ใ„ใ—ใŸใใฎๅฐใ•ใ„ๅญใซ

Nanigenaku tsuketa terebi ni utsuru aisou warai shita sono chiisai ko ni

To that little child with an affectionate smile on the casually turned-on TV

ๅƒ•ใฏๅฎŸ้š›ไธ€ๅˆ‡็™’ใ‚„ใ•ใ‚Œใ‚‹ใ“ใจใชใ

Boku wa jissai issai iyasa reru koto naku

I was never actually healed at all

่‡ชๅˆ†ใ‚’้‡ใญๅˆใ‚ใ›ใฆใฟใŸใ‚Šใชใ‚“ใ‹ใ—ใกใ‚ƒใฃใŸใ‚Šใ—ใฆ Aah....

Jibun o kasaneawasete mi tari nanka shi chattari shite... Aah...

I tried to put myself in her shoes... Aah...


With my speechless calm eyes

Nothing is coming to rise

้“ใ—ใ‚‹ในใซใจ่ฝใจใ—ใŸๅฐใ•ใ„็Ÿณ

Michishirube ni to otoshita chiisai ishi

I dropped a small stone to help me find my way

ๆš—ใใฆ่พบใ‚ŠใŒ่ฆ‹ใˆใชใใชใ‚Šใใ†ใชใจใ ่ฟทใฃใŸๅƒ•ใ‚’่ปŒ้“ไฟฎๆญฃใ•!

Kurakute atari ga mienaku nari sou na toki mayotta boku o kidou shuusei sa!

When it's dark and I can't see what's around me, I'm lost and I need to get back on track!

ใƒชใ‚ปใƒƒใƒˆใชใ‚“ใฆใ—ใชใใŸใฃใฆใƒชใ‚นใ‚ฟใƒผใƒˆ

Risetto nante shinakutatte restart

I don't need to reset, I just need to start again

Nothing there, no one there 

Buat saya cukup susah untuk memahami lagu ini sebagai sebuah cerita. Menerjemahkannya pun PR banget, apalagi kalau ke bahasa Indonesia. Jadinya saya menyerah saja, cukup ke bahasa Inggris. Mudah-mudahan suatu saat nanti saya bisa benar-benar bisa memahami struktur kalimat tiap bait lirik lagu mereka. Bahkan mungkin membaca novel Jepang melalui bahasa aslinya ๐Ÿ˜Œ.

3 helai uban untuk disyukuri

Jumat, 04 Agustus 2023

Kemarin, satu helai lagi uban menyembul di kepala bagian depan. Kali ini di bagian kanan. Beberapa waktu lalu ketika melihat helai demi helai rambut saya mulai memutih, saya sudah berpikiran untuk menuliskan sebuah refleksi. Hari ini, saya memutuskan untuk mengeksekusinya; menulis kekhawatiran saya tentang fakta penuaan ini.

Photo by Abdiel Ibarra on Unsplash

Ketika pertama kali menemukan uban di rambut, saya merasakan 'sesuatu' yang sulit saya jelaskan. Rasanya berbeda dengan ketika stretchmark di perut makin melebar dan tidak bisa diselamatkan. Pun berbeda juga ketika merasakan tiap persendian memainkan iramanya setiap shalat. Ada perasaan takut yang 'aneh' ketika melihatnya. Dan saya sempat bertanya-tanya, apakah ini juga yang dirasakan orang-orang ketika pertama kali melihat uban di kepalanya?

Yang muncul dalam pikiran saya tentang perasaan aneh ini adalah mungkin karena uban memiliki kisah sendiri dalam sejarah kehidupan Rasulullah ๏ทบ. Maka di postingan ini, saya ingin mencoba mengumpulkan dalil-dalil yang berkaitan dengan uban ini sebagai pengingat diri.

Uban sang pemberi peringatan

ุฃَูˆَู„َู…ْ ู†ُุนَู…ِّุฑْูƒُู… ู…َّุง ูŠَุชَุฐَูƒَّุฑُ ูِูŠู‡ِ ู…َู† ุชَุฐَูƒَّุฑَ ูˆَุฌَุขุกَูƒُู…ُ ูฑู„ู†َّุฐِูŠุฑُ ۖ ูَุฐُูˆู‚ُูˆุง۟ ูَู…َุง ู„ِู„ุธَّู€ٰู„ِู…ِูŠู†َ ู…ِู† ู†َّุตِูŠุฑٍ


"...dan apakah Kami tidak memanjangkan umurmu dalam masa yang cukup untuk berfikir bagi orang yang mau berfikir, dan (apakah tidak) datang kepadamu pemberi peringatan? Maka rasakanlah (azab Kami) dan tidak ada bagi orang-orang yang zalim seorang penolongpun." (QS Fathir: 37)


Sesungguhnya perasaan aneh yang muncul ini agak kurang pas, karena orang-orang di sekitar saya sudah banyak yang beruban. Suami saya sudah banyak ubannya. Adik saya bahkan sejak masih usia awal 20-an sudah beruban. Tapi saya sama sekali tidak berpikir untuk beruban di usia 33 tahun. Padahal dulu saya sempat mengira tidak akan berumur panjang karena penyakitan ๐Ÿ˜…. Namun yang saya syukuri adalah bahwa saya menyadari uban ini adalah pemberi peringatan bahwa waktu saya di dunia semakin berkurang. 

Kalau membaca ayat di atas dengan lengkap, rasanya mengerikan sekali kalau nanti di akhirat saya meminta kepada Allah untuk dihidupkan kembali ke dunia dan berharap bisa memperbaiki keadaan. Meski belum membaca tafsirnya, tapi dengan terjemahannya saja sudah cukuplah bahwa 3 helai uban ini adalah peringatan dari Allah untuk saya bahwa sedikit lagi waktu saya di dunia akan habis.

Uban sebagai cahaya di hari kiamat

Photo by asim alnamat

Dari Amr bin Syu'aib, dari ayahnya, dari kakeknya, bahwa Rasulullah ๏ทบ bersabda,

ู„َุง ุชَู†ْุชِูُูˆุง ุงู„ุดَّูŠْุจَ ู…َุง ู…ِู†ْ ู…ُุณْู„ِู…ٍ ูŠَุดِูŠุจُ ุดَูŠْุจَุฉً ูِูŠ ุงู„ْุฅِุณْู„َุงู…ِ ุฅِู„َّุง ูƒَุงู†َุชْ ู„َู‡ُ ู†ُูˆุฑًุง ูŠَูˆْู…َ ุงู„ْู‚ِูŠَุงู…َุฉ

"Janganlah mencabut uban. Tidaklah seorang muslim yang memiliki sehelai uban, melainkan uban tersebut akan menjadi cahaya baginya pada hari kiamat nanti." (HR. Abu Daud)

Dalam riwayat lain disebutkan,

ุฃู†ู‡ ู†ูˆุฑ ุงู„ู…ุคู…ู†

"Sesungguhnya uban itu cahaya bagi orang-orang mukmin."

Ka'b bin Murrah berkata,"Saya pernah mendengar Rasulullah ๏ทบ bersabda:

ู…َู†ْ ุดَุงุจَ ุดَูŠْุจَุฉً ูِูŠ ุงู„ุฅِุณْู„ุงู…ِ ูƒَุงู†َุชْ ู„َู‡ُ ู†ُูˆุฑًุง ูŠَูˆْู…َ ุงู„ْู‚ِูŠَุงู…َุฉِ

"Barangsiapa yang telah beruban dalam Islam, maka dia akan mendapatkan cahaya di hari kiamat." (HR.  Tirmidzi)

Setidaknya, saat ini saya punya 3 helai cahaya yang bisa menerangi jalan nanti di hari kiamat. Cahaya lainnya mungkin bisa saya upayakan melalui amalan-amalan lain. 

Uban tanda kewibawaan

Bagian ini agak meragukan ๐Ÿ˜. Saya menyadari di usia yang sudah 33 ini saya masih sangat kekanak-kanakan. Tapi lagi-lagi yang saya syukuri kali ini adalah saya menyadari bahwa seharusnya saya sudah bisa bersikap selayaknya manusia yang berwibawa dan layak dihormati orang-orang yang lebih muda. Sudah seharusnya saya berhenti sok muda, karena nyatanya saya sudah beruban.

Dari Sa'id bin Musayyib, berkata:

ูƒุงู… ุงุจุฑุงู‡ูŠู… ุฃูˆู„ ู…ู† ุถูŠู ุงู„ุถูŠู ูˆุฃูˆู„ ุงู„ู†ุงุณ ูƒَุงู†َ ุฅِุจْุฑَุงู‡ِูŠู…ُ ุตَู„َّู‰ ุงู„ู„َّู‡ُ ุนَู„َูŠْู‡ِ ูˆَุณَู„َّู…َ ุฃَูˆَّู„َ ุงู„ู†َّุงุณِ ุถَูŠَّูَ ุงู„ุถَّูŠْูَ ูˆَุฃَูˆَّู„َ ุงู„ู†َّุงุณِ ุงุฎْุชَุชَู†َ ูˆَุฃَูˆَّู„َ ุงู„ู†َّุงุณِ ู‚َุตَّ ุงู„ุดَّุงุฑِุจَ ูˆَุฃَูˆَّู„َ ุงู„ู†َّุงุณِ ุฑَุฃَู‰ ุงู„ุดَّูŠْุจَ ูَู‚َุงู„َ ูŠَุง ุฑَุจِّ ู…َุง ู‡َุฐَุง ูَู‚َุงู„َ ุงู„ู„َّู‡ُ ุชَุจَุงุฑَูƒَ ูˆَุชَุนَุงู„َู‰ ูˆَู‚َุงุฑٌ ูŠَุง ุฅِุจْุฑَุงู‡ِูŠู…ُ ูَู‚َุงู„َ ูŠَุง ุฑَุจِّ ุฒِุฏْู†ِูŠ ูˆَู‚َุงุฑًุง

"Ibrahim adalah orang pertama yang menjamu tamu, orang pertama yang berkhitan, orang pertama yang memotong kumis, dan orang pertama yang melihat uban lalu berkata: Apakah ini wahai Tuhanku? Maka Allah berfirman: kewibawaan, wahai Ibrahim. Ibrahim berkata: Wahai Tuhanku, tambahkan aku kewibawaan." (HR. Bukhari dalam Adabul Mufrad)

Maka saya pun ingin melantunkan doa yang sama kepadaMu ya Allah, ya Hakam. Tambahkanlah kebijaksanaan dalam diriku...

Yang berat adalah istiqomah

Surat Hud, terutama ayat 112 menurut riwayat dikabarkan sebagai ayat yang terberat bagi Rasulullah ๏ทบ hingga membuat beliau beruban. Tentang istiqomah ini, sejak pertama kali saya mempelajari hadits tentangnya pun ia menjadi motto hidup bagi saya. Dan memang seberat itu untuk tetap istiqomah dalam ketaatan.

Yang saya syukuri dari kesulitan-kesulitan menghadapi hawa nafsu diri dan godaan syahwat adalah kesadaran ketika berbuat maksiat. Setidaknya saya masih sadar setiap kali berbuat salah, bahwa yang saya lakukan itu adalah sebuah kemaksiatan. Saya tidak pernah mencari-cari alasan atau pembenaran apapun atas kedurhakaan yang saya lakukan. Saya berharap kesadaran ini tidak pernah hilang dari hati, dan semoga saya bisa terus berupaya untuk meninggalkan hal-hal yang membuat Allah menahan rahmatNya untuk saya.

Sembari menulis postingan ini, saya pun sedang membaca sebuah artikel di muslimmatters.org dan mencoba merefleksikan pesan dalam artikel tersebut ke dalam diri saya pribadi. Rasulullah ๏ทบ, memiliki hubungan yang begitu kuat dengan Al-Qur'an hingga turunnya wahyu bisa memberi dampak yang sangat besar kepada beliau. Bukan hanya dari mental dan kepribadian, tapi juga fisiknya. Bagaimana sebuah surat terasa sangat berat pesannya beliau terima, hingga tumbuh uban di kepalanya.

Di sisi lain, beliau adalah seorang ayah, suami dari banyak istri, pemimpin umat dan dengan urusan yang membuatnya sibuk itu bukanlah hal-hal tersebut yang membuatnya menua. Seringkali ketika orang lain mengatakan sesuatu tentang kondisi fisik saya yang sebenarnya dari dulu memang kurus-kurus saja, saya menjawab respon tersebut dengan alasan-alasan sederhana. Banyak pikiran, sedang sibuk, dan lain-lain. Tapi, bagi Rasulullah ๏ทบ bukanlah urusan-urusan besar yang harus dihadapinya yang membuat beliau menua dan beruban. Adalah surat Hud dan saudara-saudaranya yang terasa berat sehingga membuat beliau menua.

Sembari mengingat kembali pesan tadabbur surat Al-'Alaq yang beberapa pekan ini saya pelajari. Bahwa Al-Qur'an ini turun dengan beban, dengan usaha yang berat dan bukan dengan kenyamanan dalam istana mewah. Maka mengemban amanahnya adalah sebuah usaha berat yang butuh kekuatan besar. Kadang saya berpikir, kebaikan apa yang pernah saya lakukan sampai-sampai Allah berikan salah satu ilmu tentang Al-Qur'an ini kepada saya. Apakah ada kesalihan dari leluhur saya yang terwariskan kepada saya? Atau apakah ini adalah jawaban dari kekurangajaran saya ketika masih remaja, menuntut kehadiran Allah dalam perjalanan hidup saya?

Apapun itu, saya ingin mengingat uban ini dengan kesyukuran. Bahwa saya di usia 33 tahun ini adalah seseorang yang bisa berbicara tentang Tuhan dengan lebih beradab. Membatin, berbisik memanggilNya dengan harap dan takut. Bukan lagi bocah 13 tahun yang mempertanyakan keberadaanNya, menuntut bimbinganNya, dan mengancam kekuasaanNya. Oh, alangkah memalukan saya 20 tahun yang lalu ๐Ÿ˜ข.


Selera Linguistik

Selasa, 25 Juli 2023

Istilah ini pertama kali saya dengar dari guru Al-Qur'an kami ketika di Ma'had Mahasiswa. Ketika itu, beliau sedang membahas tentang waqaf. Karena sebagian kami belum pernah belajar bahasa Arab sebelumnya, beliau mengatakan bahwa modal paling awal untuk mengenali tempat waqaf bagi orang yang tidak mempunyai pengetahuan bahasa Arab adalah Dzauqul Lughah. Beliau mendefinisikannya dengan 'perasaan berbahasa'. Menghadirkan hati ketika melihat, membaca atau mendengar sebuah kalimat. Tidak hanya menggunakan indera, karena lagipula Al-Qur'an diturunkan untuk hati.

Photo by Debby Hudson on Unsplash

FYI, kami tidak disarankan memakai Al-Qur'an terjemahan atau jenis-jenis Al-Qur'an dengan tools bantuan ketika belajar. Maka saya perhatikan bagaimana teman-teman saya belajar, sampai mereka akhirnya menemukan polanya di mana harus berhenti dan mengulang bacaan. Lalu, saya pun iri. Keirian yang ditertawakan guru kami. Karena saya sudah tahu bahasa Arab dasar, seharusnya tidak perlu iri dengan yang tidak bisa bahasa Arab. Tapi, saya merasa selama ini tidak pernah menggunakan hati ketika tilawah. Hanya berbekal pengetahuan bahasa Arab untuk memahami maknanya. Sementara teman-teman saya, tanpa bisa bahasa Arab justru bisa menghadirkan hatinya hingga mampu mengenali kalimat-kalimatnya dengan tepat.


Sejak saat itu, kehadiran hati menjadi satu hal yang saya wajibkan untuk diri saya. Mungkin karena itulah saya jadi tidak bisa membaca Al-Qur'an dengan cepat, bahkan tidak bisa membaca dengan lirih. Saya perlu bisa mendengar suara saya dengan jelas ketika tilawah, sehingga seringkali malu kalau mau tilawah di tempat ramai seperti kantor atau masjid. Beneran semalu itu, soalnya suara saya bakalan memenuhi ruangan ๐Ÿ˜…. Kan nggak ahsan ya, masa perempuan suaranya membahana?!


Dua tahun kemudian, saya menjadi guru di sekolah. Saya mendapati seorang murid perempuan, yang lancar membaca Al-Qur'annya, dan tepat waqaf-ibtida'nya. Ketika saya tanya apakah dia  belajar bahasa Arab, dijawabnya ,


'hanya yang di sekolah'. Saya sambung pertanyaan,


'Tapi teman-temanmu yang lain tidak punya ketepatan seperti kamu.'


Sambil nyengir dia menjawab, 'pakai perasaan aja, Bu.'


Jawabannya membuat saya mengingat kembali istilah Dzauqul Lughah. 


Fast forward, ketika mengikuti Akademi Al-Quran, Ustaz Herfi kembali menyebut istilah ini dengan frasa Dzauq al-Lughawi dengan definisi yang sedikit berbeda. Mungkin karena konteks materi yang berbeda, maka definisi yang beliau jelaskan pun berbeda. Kalau tidak salah beliau memberi jawaban atas pertanyaan seorang murid, mengenai kemampuan menikmati i'jaz Al-Qur'an jika seseorang tidak mengerti bahasa Arab. Dan jawaban beliau adalah Dzauq al-Lughawi, ketertarikan pada keindahan bahasa.

Photo by Rawan Yasser on Unsplash

Hari ini, tiba-tiba saya teringat lagi pada istilah ini. Lalu menelusuri Google dengan keyword tersebut, dan sebuah blog menarik perhatian saya. Artikel itu berjudul Keindahan Bahasa Arab. Namun di dalamnya penulis menyampaikan bahwa kini bahasa Arab telah rusak, dan salah satu subjudul dalam artikel itu berjudul Rusaknya Dzauq al-Lughawi, yang ketika saya pindahkan teks itu ke Google Translate ternyata bermakna Selera Linguistik


Salah satu bagian paling menarik perhatian saya adalah tulisan berikut;


ู„ูƒู†ู†ุง ู„ู„ุฃุณู ุชูƒูˆّู† ู„ุฏูŠู†ุง ุฌูŠู„ ู„ุง ูŠุฃุจู‡ ุจุงู„ู„ุบุฉ ูˆู„ุง ูŠุชุฐูˆู‚ ุฌู…ุงู„ู‡ุง ูˆู„ุงูŠูุฑّู‚ ุจูŠู† ุงู„ู…ุนู†ู‰ ุงู„ุฌู…ูŠู„ ูˆุงู„ุชุดุจูŠู‡ ุงู„ุฑุงุฆุน ูˆุจูŠู† ุงู„ูƒู„ู…ุฉ ุงู„ุณุฎูŠูุฉ ุงู„ูุงุฑุบุฉ ุงู„ุชูŠ ู„ุงู…ุนู†ู‰ ู„ู‡ุง ู„ุงููŠ ุงู„ุนุฑุจูŠุฉ ูˆู„ุง ุญุชู‰ ููŠ ุงู„ุนุงู…ูŠุฉ ุงู„ู…ุญูƒูŠุฉ.


ูˆูƒุงู† ุงู„ู‚ุฑุขู† ุงู„ูƒุฑูŠู… ูŠุชู„ู‰ ุญุชู‰ ุนู„ู‰ ุงู„ู…ุดุฑูƒูŠู† ููŠู‡ุชุฒูˆู† ู„ู‚ูˆุชู‡ ูˆุจู„ุงุบุชู‡ ูˆูŠุณุฏูˆู† ุฃุณู…ุงุนู‡ู… ุญุชู‰ ู„ุงูŠุชุฃุซุฑูˆุง ููŠู‡!! ุญุชู‰ ู‚ุงู„ ููŠู‡ ุงู„ูˆู„ูŠุฏ ุจู† ุงู„ู…ุบูŠุฑุฉ ูˆู‡ูˆ ู…ุดุฑูƒ ( ูˆุงู„ู„ู‡ ุฅู† ู„ู‡ ู„ุญู„ุงูˆุฉ، ูˆุฅู† ุนู„ูŠู‡ ู„ุทู„ุงูˆุฉ، ูˆุฅู† ุฃุณูู„ู‡ ู„ู…ูˆุฑู‚، ูˆุฅู† ุฃุนู„ุงู‡ ู„ู…ุซู…ุฑ، ูˆู…ุงูŠู‚ูˆู„ ู‡ุฐุง ุจุดุฑ )


ู„ูƒู†ู†ุง ุงู„ูŠูˆู… ู†ู‚ุฑุฃ ุงู„ู‚ุฑุขู† ูู„ุง ุชู‡ุชุฒ ู„ุณู…ุงุนู‡ ูˆู„ุงูŠุตู„ู†ุง ุฌู…ุงู„ ูƒู„ู…ุงุชู‡ ูˆุจู„ุงุบุชู‡ ูˆู‚ูˆุฉ ุจูŠุงู†ู‡، ู„ุฃู†ู†ุง ูู‚ุฏู†ุง ุงู„ุฐูˆู‚ ุงู„ู„ุบูˆูŠ ูŠูˆู… ุฃู† ุงุจุชุนุฏู†ุง ุนู† ู„ุบุชู†ุง ุงู„ุฌู…ูŠู„ุฉ ู„ุบุฉ ุงู„ู‚ุฑุขู† ุงู„ุนุธูŠู….


Jika diterjemahkan secara bebas, artinya sebagai berikut;


Sayangnya generasi kita saat ini tidak peduli dengan bahasa, tidak bisa merasakan keindahannya, dan tidak bisa membedakan antara makna yang indah dan perumpamaan yang indah. Dan kalimat-kalimat hampa tanpa makna kini menjadi percakapan sehari-hari.


Padahal Al-Qur'an yang Mulia ketika dibacakan kepada orang-orang musyrik bisa membuat hati mereka terguncang oleh kekuatan dan kefasihannya, sampai-sampai mereka menutup telinga mereka agar tidak terpengaruh olehnya. Hingga Walid bin Mughirah berkata 'Demi Allah, (Al-Qur'an) itu mengandung keindahan. Bagian atasnya berbuah ranum, bagian bawahnya rimbun dengan dedaunan, dan padanya terdapat buah yang manis. Ini bukanlah perkataan manusia.'


Akan tetapi hari ini kita membaca Al-Qur'an, tanpa terguncang demi mendengarnya, tidak memahami keindahan kata-katanya, kefasihan dan kekuatan penjelasannya tidak sampai kepada kita. Karena kita telah kehilangan adz-Dzauq al-Lughawi tepat ketika kita meninggalkan bahasa kita yang indah, bahasa Al-Qur'an.


Saya pikir apa yang dibahas dalam tulisan tersebut juga terjadi pada kita di Indonesia. Beberapa kali saya menyimak Ivan Lanin menyampaikan hal serupa, -walaupun tidak setegas itu- dan sepertinya Nara Bahasa berdiri memang untuk mengembalikan nilai Bahasa Indonesia kepada pemiliknya.


Dalam sebuah postingan, Abun Nada juga pernah membahas tentang pentingnya berbahasa dengan benar dan fasih;


Terus terang, sejak mengetahui bahwa bahasa menjadi salah satu hal paling penting dalam sebuah peradaban saya jadi sangat tertarik pada pembahasannya. Namun sampai saat ini, referensi yang saya dapatkan masih sangat terbatas. Pengalaman saya mengajar sebenarnya sudah menunjukkan bahwa kwalitas generasi saat ini sangat buruk dan kemampuan berbahasa mereka juga memprihatinkan.


Seringkali saya dibuat terkejut ketika anak-anak murid meminta penjelasan atas istilah-istilah yang seharusnya sudah bisa dipahami oleh manusia seusia mereka. Film-film kartun di TV yang dulu berbahasa baku pun sekarang dibuat dengan dibuat dengan percakapan yang lebih kasual. Lebih parah lagi ketika mendengar bagaimana mereka berinteraksi, bahasa yang digunakan benar-benar membuat saya tepok jidat.


Kembali mengutip dari blog di atas, para ulama mengatakan bahwa barangsiapa yang belajar bahasa Arab maka akan melembutkan akhlaqnya. Mungkin, keburukan akhlaq generasi kita saat ini adalah manifestasi dari tidak adanya selera berbahasa dan tidak adanya upaya untuk membangun kecintaan terhadap keindahan bahasa tersebut. Dari muatan pelajaran bahasa Indonesia saja misalnya, anak-anak sekarang tidak lagi diwajibkan menghafal peribahasa-peribahasa lama. Pembahasan karya sastra pun sekadar pengenalan nama sastrawan dan judul-judul karyanya.


Entahlah, mungkin kapan-kapan postingan ini akan berlanjut. Setidaknya, saat ini hanya ini yang ingin saya tulis walaupun ada banyak sampah di kepala. 

© Zuzu Syuhada • Theme by Maira G.