SLIDER

Ayat-ayat tentang Hari Kiamat

Senin, 28 April 2025

Mukadimah

Al-Qur'an diturunkan untuk mengubah dan memperbaiki pola pikir. Kita sering menyederhanakan hal ini dengan ungkapan bahwa Al-Qur'an adalah petunjuk. 

شَهْرُ رَمَضَانَ ٱلَّذِىٓ أُنزِلَ فِيهِ ٱلْقُرْءَانُ هُدًۭى لِّلنَّاسِ

"Ramaḍân is the month in which the Quran was revealed as a guide for humanity..." (QS Al-Baqarah: 185)

Jika kita perdalam lagi makna dari kata 'petunjuk', ada satu poin yang jarang kita renungkan yaitu Al-Qur'an membawa cara berpikir yang benar-benar berbeda dengan apa yang selama ini mungkin diwariskan ke dalam benak kita sebagai manusia. Secara khusus, jika kita tempatkan Al-Qur'an dengan konteks masyarakat Arab di zaman Al-Qur'an diturunkan. 

Al-Qur'an dulu turun kepada kaum yang buta huruf, masyarakat yang tidak unggul secara militer ataupun teknologi. Masyarakat yang pola berpikirnya hanyalah sekitar padang pasir, menggembala kambing, gurun dan langit terbuka. Yang menjadi fokus kehidupan mereka pada saat itu hanya berkisar keberlangsungan hidup mereka di dunia. Lalu ketika Al-Qur'an diturunkan, tiba-tiba dalam 23 tahun mengubah masyarakat yang berada dalam pinggiran peradaban menjadi komunitas yang solid dan memiliki visi dan misi yang kokoh serta menghasilkan manusia yang berkualitas yang sangat unggul sehingga bisa mengalahkan peradaban-peradaban besar yang jauh lebih unggul. 

Salah satu rahasia perubahan itu adalah karena Allah menurunkan Al-Qur'an yang diantara ayat-ayatnya berbunyi, مَـٰلِكِ يَوْمِ ٱلدِّينِ...

Ayat-ayat itu mengubah cara berpikir manusia yang sangat sederhana, yang mungkin dibatasi oleh alam yang melingkupi kesehariannya menuju berpikir tentang objek di luar dirinya yang jangkauannya melampaui jangkauan fisik manusia. Al-Qur'an turun membawa seperangkat pengetahuan bahwa kehidupan manusia itu jauh lebih bermakna dan memiliki tujuan yang lebih luhur dibanding sekadar memenuhi kebutuhan manusiawi.

Photo by Etienne Girardet on Unsplash

Secara historis, hari pembalasan adalah sesuatu yang tidak pernah terpikir oleh orang-orang yang hidup di zaman itu. Konsep tentang kehidupan setelah mati membawa gagasan baru bahwa kelak di hari akhir mereka bisa mendapatkan keadilan yang hakiki, pertanggungjawaban yang haq, sehingga kehidupan di dunia menjadi lebih bermakna dan memiliki nilai dan tujuan yang luhur daripada sekadar menunaikan hajat-hajat keseharian.

Adanya gagasan tentang kehidupan yang abadi itu, bisa menaikkan kualitas pribadi manusia-manusia zaman itu menjadi generasi terbaik. Kemampuan Al-Qur'an dalam mengubah cara berpikir itu yang membuat mereka mau mengimani seseorang yang tidak memiliki latar belakang kekuasaan maupun kekuatan di jazirah Arab, hingga mampu membuat mereka menyeberangi lautan demi menegakkan Islam ke seluruh dunia.

Maka seharusnya pembacaan kita terhadap ayat-ayat tentang hari kiamat itu juga membawa kita kepada cara pandang yang berkualitas. Dalam skala paling minimal, mestinya bisa memberikan kita cara pandang baru untuk memaknai aktivitas kita. 

Pokok-pokok Iman kepada Hari Kiamat

Mengimani hari kiamat merupakan konsekuensi logis dari adanya konsep perhitungan dan pertanggungjawaban. Tanpa konsep ini, maka kehidupan ini menjadi tidak bermakna (meaningless). Kita tidak akan punya tujuan dan nilai dalam hidup tanpa memiliki konsep pertanggungjawaban semacam ini. Islam adalah satu-satunya agama yang membahas konsep ini dengan sangat jelas. Ketika kita membaca Al-Qur'an dan menemukan ayat-ayat yang membahas kehidupan setelah kematian, kita akan mendapatkan satu persepsi yang utuh tentang bagaimana dan apa yang akan kita alami.

Hari kiamat adalah bagian dari keadilan Allah swt. Dengan mengimani hari kiamat maka kita akan meyandarkan harapan sepenuhnya hanya kepada Allah swt. Setiap hak yang terampas, setiap diri yang terdzalimi, semua akan mendapat keadilan kelak di hari kiamat. Dengan keimanan ini, kita tidak akan mempertanyakan keadilan Allah di dunia karena menyadari bahwa keadilan yang hakiki adalah setelah hari kiamat tiba. 

Kesempurnaan keadilan Allah itu didetilkan dengan kesempurnaan catatan Allah swt. Catatan Allah swt tidak bisa diedit dan dimanipulasi. Kesempurnaan catatan ini karena kesempurnaan pengetahuan Allah. Tidak ada yang dilupakan Allah.

Dengan keimanan ini akan memotivasi kita untuk sadar terhadap kebangkitan dan pertanggungjawaban. Ini memotivasi kita agar beramal lebih baik lagi, dalam skala sekecil atau sebesar apapun. Kepercayaan terhadap hari kiamat memberikan koridor amal dalam segala aspek kehidupan manusia. 

Nama-nama Hari Kiamat

Yaumul Qiyaamah; istilah kiamat terulang kurang lebih 70 kali dalam Al-Qur'an. Kiamat secara bahasa artinya bangkit - kebangkitan. Bahkan ada satu surat khusus yang diberi nama Al-Qiyamah

Yaumul Aakhir

As-Saa'ah; dalam bahasa Arab kata ini merujuk pada dua makna utama, yaitu; sebagian waktu yang tidak definitif, dan satu peristiwa yang terjadi mendadak. Hari Kiamat adalah masa yang tidak diketahui kapan terjadinya dan akan terjadi secara tiba-tiba sehingga membuat manusia kaget dan takut.

Yaumul Ba'ts

Al-Qaari'ah;

Yaumul Fashl; Hari di mana keputusan besar terjadi

Yaum ad-Diin; Hari pembalasan. 

Apa yang Terjadi pada Hari Kiamat?

Kemusnahan semua makhluk. Setiap yang ada di muka bumi adalah fana, dan akan binasa dan kembali kepada Allah swt. Setiap makhluk memiliki awal dan akhir maka setiap makhluk pasti akan musnah. Kemusnahan ini akan ditandai dengan peniupan sangkakala pada hari Jum'at. Tiupan sangkakala akan terjadi untuk memusnahkan seluruh makhluk, lalu akan ditiupkan kembali untuk membangkitkan seluruh manusia. Setelah peniupan sangkakala ini Allah menaktidrkan kebangkitan setelah kematian. Manusia bangkit dari kuburnya seperti serangga yang bertebaran, dengan fisik yang baru berasal dari tulang ekor. Orang-orang kafir akan bangkit dalam keadaan kaget dan menyesal. 

Setelah dibangkitkan, manusia akan dihimpun ke padang mahsyar dalam keadaan telanjang sebagaimana ketika baru dilahirkan. Ini merupakan satu isyarat penting bahwa tidak ada apapun yang bisa disembunyikan di hadapan Allah swt. Allah swt mensyariatkan pakaian kepada manusia, salah satu tujuannya adalah untuk menutupi kekurangan dan supaya kita tidak malu di hadapan orang lain. Namun di hadapan Allah swt tidak ada yang bisa kita sembunyikan. Padang mahsyar adalah hamparan luas yang berbeda dengan hamparan yang ada di bumi. Tidak ada yang menghalangi pandangan, seperti pohon atau gundukan (bukit). Keadaan manusia pada saat itu dalam keadaan kalut dan matahari dekat sekali dengan manusia dan panasnya sesuai dengan kondisi keimanan dan amal masing-masing manusia.

Setiap manusia akan mencari syafa'at kepada para nabi karena kegelisahan yang mereka rasakan. Nabi Muhammad saw mendapatkan hak istimewa untuk memberikan syafa'at yang disebut Syafa'at Uzhma; yaitu untuk mempercepat proses hisab umatnya. Manusia akan dihisab sesuai dengan amalnya. Ada yang mengalami hisab yang mudah ada hisab yang sulit. Hisab yang mudah adlaah ketika amalan hanya ditampilkan secara umum dan tidak dipertanyakan satu per satu. Hisab yang sulit adalah ketika setiap amalnya diperiksa dengan detil maka itu akan mendapatkan azab. 

Setelah dihisab, setiap amal akan ditimbang di mizan. Al-Mizan adalah manifestasi dari keadilan Allah swt. Dan timbangan ini tidak ada cacat sama sekali. Dalam proses penimbangan ini akan ada penambahan atau pengurangan amal yang terkait dengan hak-hak orang lain. Penimbangan ini sangat adil, sehingga tidak ada satu pun yang luput sedikitpun. Di sinilah orang-orang yang bangkrut akan mendapatkan keadilan, di mana amal-amalnya akan dikurangi tergantung dengan kedzaliman yang dia lakukan kepada orang lain selama di dunia.

Di jembatan (Shirat) manusia akan digiring berdasarkan nasibnya masing-masing. Ahli surga yang tidak didahului neraka akan langsung menuju surga. Ahli neraka akan langsung jatuh ke neraka, sementara mukmin yang bermaksiat akan menerima konsekuensi maksiatnya.


Catatan Kajian Tadabbur Ayat-ayat tentang Hari Kiamat oleh Ustadz Faris Jihady, Lc. M.A.

Wasiat untuk para Penuntut Ilmu

Sabtu, 19 April 2025

Telah menjadi keharusan atas kita semua, untuk mengulang kembali apa yang telah kita dengar, dan saling mengingatkan satu sama lain atas apa yang telah kita hafal dan kita baca. 

Photo by Corina Rainer on Unsplash

Seorang penuntut ilmu memiliki ciri khas, akhlak, mampu menorehkan bekas terhadap dirinya dan orang lain. Tidak ada kebaikan pada seorang penuntut ilmu yang tidak menampakkan akhlak, kehormatan, wibawa seorang ahli ilmu.

  1. Niat yang ikhlas karena Allah dalam mencari dan mendapatkan ilmu
  2. Membaca kitab-kitab yang ada kaitannya dengan ilmu pengetahuan, menuntut ilmu, dan adab-adab penuntut ilmu. Jika ia membaca sejarah para penuntut ilmu dari kalangan salaf, maka ia akan mengetahui kemampuan dirinya dan mengetahui bahwa ia belum mencapai apa pun dibanding dengan apa yang mereka capai.
  3. Mendahulukan yang lebih utama dalam mencari ilmu
  4. Peringatan dari tindakan merasa lebih berilmu. Ini adalah tempat masuk setan yang tersembunyi atas kebanyakan orang; dimana seorang penuntut ilmu bila ia sedang bersama dengan orang yang lebih sedikit ilmu darinya.
  5. Memuji Allah Ta'ala ketika menyebut namaNya
  6. Mengucapkan shalawat dan salam atas nabi ﷺ ketika menyebut namanya
  7. Mengucapkan radhiyallahu 'anhu terhadap para sahabat radhiyallahu 'anhum ketika menyebut nama mereka
  8. Mengucapkan rahimahullah pada penyebutan ulama
  9. Tidak menyandarkan perkataan kepada referensi kecuali jika ia membaca informasi tentangnya
  10. Tidak menisbatkan hadits kepada selain ash-shahihain jika itu terdapat pada keduanya atau salah satunya
  11. Memastikan dalam melakukan penukilan
  12. Menyandarkan faedah kepada pemiliknya
  13. Tidak merendahkan faedah ilmu meskipun sedikit
  14. Peringatan dari menyembunyikan faedah ilmu, dan dari usaha untuk berlaku mementingkan diri sendiri daripada orang lain terkait faedah ilmu
  15. Peringatan dari mengambil syahid (dalil penguat) dengan hadits lemah dan palsu
  16. Tidak melemahkan suatu hadits kecuali setelah melakukan pembahasan dan bertanya
  17. Tidak menganggap remeh permasalahan yang ditanyakan kepadanya
  18. Membawa catatan kecil untuk menulis setiap faedah dan permasalahan
  19. Berusaha menyesuaikan pembicaraan pada setiap momen, atau pada setiap kejadian yang terjadi, atau pada setiap musim sebelum musim tersebut tiba
  20. Peringatan dari terlalu sibuk dengan hal-hal yang mubah
  21. Menjauhkan diri dari kesibukan terhadap sesuatu yang tidak utama, dan meninggalkan sesuatu yang utama
  22. Mengunjungi beberapa perpustakaan dan menelaah kitab-kitab yang ada
  23. Mengontrol perpustakaan pribadi
  24. Menghindari generalisasi istilah yang serupa dalam lafadz; ini biasanya dilakukan dalam penulisan kitab
  25. Semangat untuk membaca kitab-kitab yang menjelaskan tentang istilah-istilah yang digunakan para penulis, atau yang menerangkan tentang metode kitab, atau juga pembahasan kitab
  26. Tidak terburu-buru dalam memahami suatu perkataan
  27. Memperbanyak membaca kitab-kitab fatwa
  28. Tidak terburu-buru dalam menafikan keumuman
  29. Jika engkau menyampaikan hadits secara makna, maka jelaskanlah hal itu
  30. Menjauhi penggunaan lafadz-lafadz yang menunjukkan pengagungan dan kebesaran untuk memuji diri sendiri
  31. Menerima masukan dan nasihat dengan lapang dada
  32. Ketidakacuhan terhadap sedikitnya orang yang mengambil manfaat
  33. Peringatan dari menghabiskan waktu dalam mencari beberapa perkara yang tidak ada manfaat darinya
  34. Tidak sibuk dengan faedah-faedah lain di tengah pengkajian terhadap suatu permasalahan
  35. Tidak tercerai-berai di tengah bacaan
  36. Tidak berbelit dalam memilih lafadz
  37. Peringatan terhadap perkataan tanpa ilmu, dan merasa berat untuk meninggalkan pertanyaan tanpa jawaban
  38. Tidak terpengaruh dengan hinaan yang sifatnya pribadi bila agamamu selamat
  39. Tidak putus asa dan kecil hati dalam menuntut ilmu, dan waspada terhadap patah semangat. Seandainya engkau tidak memperoleh ilmu pada hari ini, maka kerahkanlah kesungguhanmu untuk hari kedua, ketiga, keempat, setahun dan dua tahun. Engkau telah mengetahui bahwa penguasaan menurut para ahli hadits terbagi menjadi dua:
  • Penguasaan hati (kuatnya hafalan)
  • Penguasaan kitab
Setiap kita menulis dan membaca, namun jika tidak diulangi terus-menerus, maka sedikit demi sedikit akan terlupakan. Bersemangatlah engkau dalam memanfaatkan setiap detik dari waktumu, boleh jadi Allah ﷻ akan memberi manfaat pada negerimu melalui dirimu, bahkan bisa jadi kepada kaum muslimin seluruhnya.

Catatan Baca: Adab dan Kiat dalam Menggapai Ilmu (bag. 5)

Jumat, 18 April 2025

Pada bagian kelima ini saya langsung termenung membaca halaman pertama. Betapa menjadi penuntut ilmu itu adalah sebuah privilege bagi seorang muslim. Penulis menyampaikan,

penuntut ilmu memiliki ciri khas dari yang lainnya terhadap apa yang Allah berikan berupa kemuliaan dari penyandaran kepada golongan yang diberkahi tersebut (yakni ahli ilmu)

Sebagaimana ahli Al-Qur'an, seorang ahli ilmu disandari sesuatu yang merupakan milik Allah semata. Maka kemuliaan itu pun melekat kepadanya karena kemuliaan ilmu itu. Dengan kemuliaan itu, wajib bagi seorang ahli ilmu untuk menjaganya dengan kesungguhan. Salah satunya adalah dengan menjaga shalat malam. Penulis memberi gambaran para salafus shalih yang melakukan shalat malam sesuai dengan kadar kemampuan masing-masing.

Dalil-dalil tentang keutamaan shalat malam sudah sering saya baca. Nasihat-nasihatnya juga sudah sering saya dengar. Tapi sampai sekarang shalat malam masih belum jadi kebiasaan. Alasannya jelas karena belum saya jadikan prioritas.

Photo by Ava W. Burton on Unsplash

Ibnu Mas'ud berkata, "Sepatutnya bagi pengemban Al-Qur'an untuk dikenali dengan malamnya ketika manusia lelap tertidur, dengan siang harinya di saat manusia sedang makan, dengan sikap wara'nya ketika manusia tidak peduli dengan halal dan haram, dengan kerendahan hatinya ketika manusia sombong, dengan kesedihannya ketika manusia berbahagia, dengan tangisannya ketika manusia tertawa, dan dengan diamnya ketika manusia banyak bicara,"

Penuntut Ilmu dan Berbakti Kepada Orang Tua

Ibu dari Imam Abu Hanifah telah bersumpah, lalu ia melanggarnya. Sang ibu lantas meminta fatwankepada Abu Hanifah, maka Abu Hanifah pun memberikan fatwa kepadanya, namun ibunya tidak terima (dengan fatwanya Abu Hanifah). Ibunya berkata, "Aku tidak terima kecuali dengan apa yang dikatakan oleh Zur'ah Al-Qash!" Maka Abu Hanifah pun pergi bersama ibunya menemui Zur'ah, lalu Zur'ah berkata, "Apakah engkau meminta fatwa kepadaku padahal bersamamu ada seorang yang paling berilmu di Kufah?" Maka Abu Hanifah berkata, "Fatwakanlah dengan begini dan begini." Maka ia (Zur'ah) pun memfatwakan hal itu kepadanya, lantas sang ibu pun menerima.

Kisah-kisah semacam ini, yang menunjukkan sisi kemanusiaan para ahli ilmu adalah penghibur bagi saya. Yang mengingatkan bahwa mereka juga manusia biasa, yang kelakuannya bisa random juga kadang-kadang. Dan ternyata ibunya Imam Abu Hanifah pun sama seperti ibu-ibu kebanyakan, yang sering meragukan kemampuan anaknya sendiri dan malah membandingkannya dengan anak tetangga. 😂

Penuntut Ilmu Ketika dalam Perdebatan Ilmiah

Beberapa adab yang selayaknya bagi seorang penuntut ilmu untuk beradab dengannya, ketika ia berada dalam sebuah diskusi:

  1. Hendaknya yang menjadi tujuan dalam diskusi adalah untuk mencari ridha Allah swt, dalam rangka menampakkan kebenaran
  2. Hendaknya seseorang yang berdiskusi mengetahui dan memahami dengan benar tentang permasalahan yang didiskusikannya
  3. Menampakka perasaan cinta dan persaudaraan, sebelum perdebatan, di tengah-tengah perdebatan, dan di akhir perdebatan
  4. Menahan diri dan tidak emosi
  5. Bersegera kembali kepada kebenaran ketika kebenaran itu nampak bersama pemiliknya
  6. Tidak ingin dikenal ketika ia mengalahkan lawannya dalam majelis diskusi
  7. Berterimakasih kepada saudaramu tatkala nampak benarnya hujjahmu atasnya, dan memujinya atas ketersediaannya kembali kepada kebenaran
  8. Menutup pintu diskusi, jika engkau melihat adanya pembangkangan dari lawan diskusimu

Catatan Baca: Adab dan Kiat dalam Menggapai Ilmu (bag. 4)

Selasa, 08 April 2025

Photo by Yazid N on Unsplash

Penuntut Ilmu dan Kitab

Kecintaan seorang penuntut ilmu dalam kepemilikan terhadap kitab-kitab adalah perkara yang tidak dapat dibantah. Sedangkan kondisi para penuntut ilmu terkait kecintaan dan kesukaannya memiliki kitab-kitab dan rujukan-rujukan, ada yang berlebihan dan ada yang kurang antusias. Dalam memilih kitab-kitab yang hendak ditelaah, hendaknya memerhatikan hal-hal berikut ini:

  1. Meminta petuah dari sebagian guru atau para penuntut ilmu yang mumpuni sebelum menelaah kitab yang hendak dibeli
  2. Jika kitab yang hendak dibeli tersebut adalah kitab syarah dari sebuah kitab, maka hendaknya dipastikan apakah ada syarah lain dari kitab tersebut? Jika ada, maka hendaknya ia memastikan manakah di antara syarah tersebut yang paling lengkap dan memiliki kandungan ilmu yang banyak?
  3. Jika dihadapkan pada pilihan terhadap syarah tertentu dari kitab tertentu, maka yang lebih utama adalah memastikan dari penerbit mana syarah tersebut dikeluarkan? Jika syarah tersebut dikeluarkan oleh lebih dari satu penerbitan, maka hendaknya berusaha untuk menanyakan tentang penerbit mana yang terbaik?
  4. Jika kitab yang hendak dibeli telah ditahqiq, maka hendaknya ia berusaha untuk mendapatkan tahqiq yang terbaik
  5. Jika kitab tersebut terdiri dari beberapa juz, maka hendaknya ia memerhatikan nomor juz yang tertera di sampul luar kitab dan memastikan nomor tersebut
  6. Berusaha memeriksa dengan cepat lembaran-lembaran kitab, khawatir terdapat lembaran yang cacat
  7. Berusaha memerhatikan jilid demi jilid dan bentuk tulisan yang jelas. Adz-Dzahabi berkata, "Di antara perkara yang paling disukai oleh para ahli hadits adalah menghasilkan naskah yang jelas."
  8. Apabila kitab tersebut besar, maka jika mampu hendaknya memeriksa daftar isi; karena dalam hal tersebut terdapat kebaikan yang banyak, dengannya dapat diketahui kandungan kitab secara umum
  9. Tidak meremehkan kitab dengan melemparnya, atau mendudukinya, atau hal yang serupa dengan itu. Nu'aim bin Na'im berkata, "Tatkala Imam Ahmad ditanya, "Apakah seseorang boleh menaruh kitab-kitab di bawah kepalanya?" Ia balik bertanya, "Kitab apa yang kamu maksud?" Penanya berkata, "Kitab-kitab hadits." Maka Imam Ahmad menjawab, "Jika itu dilakukan karena seseorang khawatir kitabnya akan dicuri, maka tidak mengapa. Namun jika ia menjadikannya sebagai bantal saja, maka itu tidak diperkenankan."
  10. Menghubungi perpustakaan dan penyalur kitab via telepon untuk menanyakan keberadaan kitab dan mengetahui keberagaman harga. Dengan demikian, ada dua keuntungan bagi Anda; yakni menjaga sebagian waktu, dan juga harta Anda.
  11. Diantara perkara yang hendaknya penuntut ilmu berhati-hati dengannya adalah, janganlah sampai tujuan dan maksud satu-satunya dari membeli kitab-kitab tersebut hanya untuk memperbanyak dan memenuhi laci lemari rumahnya, agar dapat dilihat oleh orang-orang yang datang. Sungguh ini merupakan ketergelinciran yang sangat berbahaya dan buruk

Kecintaan para ulama dan ahli ilmu telah banyak kita ketahui dan salah satu yang menarik bagi saya adalah kisah tentang al-Hasan bin Ahmad yang memimpikan sebuah kota penuh dengan buku, dan dia disibukkan dengan buku-buku itu di kota tersebut. Membaca kisah ini saya pun makin meyakini bahwa kita benar-benar bisa memiliki kebahagiaan versikita sendiri di surga nanti. Sebagaimana petani yang memiliki tanah pertaniannya sendiri nanti di surga, saya pun memimpikan buku-buku yang belum sempat saya baca di dunia ini agar bisa saya tuntaskan di akhirat nanti. Ketika saya punya semua waktu yang dibutuhkan untuk membaca buku, saya tidak akan pernah kehabisan bahan bacaan dan sibuk hanya dengan buku-buku saya. Jika ini tidak bisa membuat para pencinta buku bersemangat mengejar surga, entah apa lagi yang bisa?

Begitu berharganya buku dan kitab bagi ahli ilmu, di dalam buku disebutkan tata cara dan adab-adabnya dalam meminjam buku. Saya tidak memiliki catatan khusus pada bab ini karena sudah sejak lama memutuskan untuk tidak berurusan dengan orang lain perihal buku. Sudah terlalu sering saya tidak berhasil meminjamkan atau meminjam buku. Ya, saya juga sangat sulit mengembalikan buku. Bukan karena tidak ingin mengembalikan, tapi karena saya jarang sekali meninggalkan rumah. Mengembalikan buku itu berarti harus bertemu pemiliknya dan itu bukan sesuatu yang biasa saya lakukan. Jadi, saya mencukupkan diri dengan koleksi buku pribadi. Terima kasih. ☮

Hafalan Al-Quran

Menghapal Al-Qur'an bagi penuntut ilmu merupakan perkara mendasar yang mana setiap penuntut ilmu harus memulai darinya. Meskipun menghapal Al-Qur'an bukanlah perkara yang wajib bagi penuntut ilmu, namun menghapalkan Al-Qur'an merupakan kunci bagi metode menghapal dan pemahaman.

Beberapa orang akan mengelak dan mengatakan bahwa hapalan dan daya ingatnya lemah, padahal jiwa jika tiap kali dibiasakan, lambat laun akan terbiasa. Beberapa langkah yang dapat membantu dalam menghapal Al-Qur'an adalah:

  1. Ikhlas karena Allah
  2. Membaca tafsir ayat-ayat yang hendak dihapalkan
  3. Membaca ayat-ayat yang telah dihapal pada shalat malam
  4. Mengulang pembacaannya di luar shalat
  5. Menghapalkan dengan metode talaqqi
  6. Menghapal dengan menggunakan satu nuskhah

Salah satu tips yang diberikan untuk mengulang hapalan adalah dengan menyediakan kurang lebih satu jam setiap hari, yaitu pada waktu di antara azan dan iqamah. Jika seorang penuntut ilmu berusaha dengan bersungguh-sungguh untuk datang ke masjid lebih awal, bersamaan dengan azan atau beberapa saat sebelumnya, maka ia memperoleh banyak waktu sebelum shalat jama'ah dimulai.

Lisan Seorang Penuntut Ilmu

Dua bab terakhir pada bagian ini berkaitan dengan akhlak penuntut ilmu terkait dengan apa yang dikatakannya. Ketahuilah bahwa perkataan 'aku tidak tahu' dari seorang yang ditanya, itu tidaklah merendahkan kedudukannya. Imam Al-Ghazali berkata, "Sekiranya orang yang tidak mengetahui itu diam saja, tentu perselisihan akan lebih sedikit terjadi. Barangsiapa yang pendek akalnya, dan sempit pandangannya dari perkataan ulama umat ini serta pengkajiannya, maka apa perlunya dia berbicara tentang sesuatu yang tidak diketahuinya? Dan ikut campur ke dalam sesuatu yang tidak bermanfaat baginya? Yang benar dalam hal ini hendaknya ia diam."

Dan diantara permasalahan lisan penuntut ilmu adalah desas-desus. Seorang penuntut ilmu hendaknya menahan diri agar tidak menjadi seperti orang-orang yang suka mengorek berita. Iyas bin Muawiyah mewasiatkan kepada Sufyan bin Hasan, ia berkata, "Camkanlah apa yang aku katakan kepadamu, 'Hendaklah engkau menjauhi desas-desus dalam pembicaraan; karena tidak sedikit orang yang mnembawa desas-desus itu melainkan ia mendapat kehinaan pada dirinya dan didustai perkataannya."

© Zuzu Syuhada • Theme by Maira G.