SLIDER

Preface & Introduction

Jumat, 01 Maret 2024

Kata Pengantar

Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang

Segala puji bagi Allah, kita memuji-Nya, memohon pertolongan-Nya, memohon ampunan-Nya, dan memohon hidayah-Nya. Kami berlindung kepada Allah dari kejahatan jiwa kami dan kejahatan perbuatan kami. Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka tidak ada yang dapat menyesatkannya. Dan barangsiapa yang dibiarkan-Nya tersesat, maka tidak ada yang dapat memberi petunjuk kepada mereka. Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah, tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sesuai dengan hak-Nya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim. Wahai manusia, bertaqwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, lalu Dia menciptakan daripadanya pasangannya, dan dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu. Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan selalu berkata benar. Dia akan mengarahkanmu untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang benar dan akan mengampuni dosa-dosamu. Dan barangsiapa yang menaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mencapai kemenangan yang besar.

Photo by Daiga Ellaby on Unsplash

Pendahuluan

Gambaran umum tentang kondisi anak-anak dan keluarga di dunia saat ini membuat orang bingung dan sedih. Struktur keluarga berantakan, dengan perceraian, perpisahan, orang tua tunggal, dan keluarga tanpa ayah menjadi hal yang lumrah, bukan keanehan. Teknologi telah menyebabkan keluarga menghabiskan lebih sedikit waktu bersama dibandingkan dengan titik mana pun dalam sejarah. Anak-anak menghabiskan lebih banyak waktu untuk menonton program televisi dan bermain game komputer (lebih dari 20 jam per minggu) dibandingkan dengan percakapan yang bermakna dengan orang tua mereka (kurang dari 30 menit per minggu). Para ibu memasuki dunia kerja dalam jumlah yang terus meningkat, sering kali meninggalkan anak-anak mereka yang masih kecil dalam pengasuhan orang asing untuk waktu yang lama. Daftarnya tak ada habisnya.

Tren yang paling signifikan dalam keluarga saat ini adalah penurunan moral dan nilai-nilai dasar. Amoralitas menjadi cara hidup yang dapat diterima dan akrab bagi masyarakat. Perselingkuhan, perjudian, konsumsi alkohol dan obat-obatan terlarang, hubungan pranikah dan di luar nikah, dan lainnya telah menjadi norma di banyak negara di dunia. Dalam kaitannya dengan anak-anak dan keluarga, ketidaktaatan (disobedience), penipuan (deceit), dan ketidakhormatan (disrespect) adalah Three dangerous Ds di era ini. Anak-anak dan remaja tidak lagi menganggap penting atau perlu untuk mematuhi dan menghormati orang tua mereka. Mereka akan tidak taat atau menipu untuk menyenangkan teman-teman mereka atau untuk mendapatkan kesenangan duniawi. Mereka melakukan hal ini tanpa berpikir panjang atau merasa bersalah. Ini adalah masalah yang berbahaya dan tidak menyenangkan yang harus ditanggapi dengan serius.

Sayangnya, keluarga Muslim tidak kebal terhadap kekhawatiran dan fenomena ini. Banyak Muslim di Barat bergumul dengan isu-isu ini setiap hari. Dan, ketika globalisasi menancapkan giginya di setiap bagian bumi, Muslim di seluruh dunia terkena dampak yang lebih besar. Meskipun globalisasi sebenarnya adalah istilah yang dimaksudkan untuk menggambarkan kekuatan ekonomi, namun globalisasi memiliki dampak yang luas pada struktur sosial dan moral masyarakat. Bangsa-bangsa tidak hanya mengimpor barang dan jasa, tetapi mereka juga membawa cita-cita, nilai, dan moral yang sering kali bertentangan dengan kepercayaan dan praktik tradisional masyarakat. Rute utama transmisinya adalah media, termasuk televisi, internet, dan majalah. Seorang anak di belahan dunia lain terpapar dengan materi yang mematikan pikiran, tidak bernilai, dan merusak moral yang sama dengan anak di Amerika. Ketika anak-anak dan remaja berebut untuk menjadi 'kebarat-baratan', generasi yang lebih tua berjuang untuk mempertahankan identitas etnis, budaya, dan agama mereka. Hal ini tak pelak lagi menimbulkan berbagai macam konflik antargenerasi dan, tentu saja, three dangerous Ds.

Kekhawatiran yang paling signifikan adalah dampak dari peristiwa-peristiwa ini terhadap nilai-nilai Islam dalam keluarga dan masyarakat; karena nilai-nilai inilah yang paling menderita. Kekhawatiran jangka panjangnya adalah bahwa setiap generasi, nilai-nilai ini akan menjadi semakin lemah. Bukan hal yang aneh di negara-negara Muslim, misalnya, untuk melihat remaja laki-laki dan perempuan nongkrong bersama di mal: gadis-gadis tanpa penutup kepala, berdandan lengkap dan memakai parfum. Anak laki-laki dan perempuan berkomunikasi bersama melalui ruang chatting Internet, email, dan smartphone. Merokok, penggunaan narkoba, dan kenakalan remaja meningkat di banyak negara. Tingkat penyakit yang lebih tersembunyi, seperti hubungan tidak sah, tidak diketahui.

Solusinya

Kita semua sudah tidak asing lagi dengan gambaran-gambaran tersebut; namun fokus buku ini bukan pada masalahnya, melainkan pada solusinya. Karena solusi untuk penyakit dan masalah sosial ini ada di tangan dan hati setiap Muslim. Solusi itu ada dalam jangkauan dan dapat dicapai dengan dedikasi yang tulus. Jawabannya, tentu saja, adalah Islam dan kembali kepada prinsip-prinsip yang mulia dan terhormat dari cara hidup ini. Ini adalah, pada kenyataannya, satu-satunya solusi yang nyata dan layak; karena telah ditetapkan oleh Tuhan dan Pencipta kita, yang mengenal kita lebih baik daripada kita mengenal diri kita sendiri. Solusi lain yang telah dicoba telah gagal mencapai tujuannya.

Ini bukanlah gagasan atau usulan baru, karena orang-orang sejak awal umat manusia telah mengusulkan hal yang sama. Para nabi, orang-orang saleh, dan para cendekiawan sepanjang sejarah telah menyeru manusia kepada makna dan tujuan hidup yang sebenarnya dan memperingatkan mereka tentang penipuan yang ada di dalamnya. Buku ini dimaksudkan untuk mengulangi seruan untuk memperbaharui dan kembali kepada nilai-nilai Islam yang abadi dan cara hidup Islam yang kekal. Ini adalah satu-satunya obat sejati untuk semua penyakit sosial yang ada di dunia saat ini; satu-satunya perlindungan yang tegas terhadap Setan. Penyimpangan dari hukum-hukum Allah hanya akan membawa kehancuran dan kekacauan, sementara pemulihan cara hidup-Nya akan membawa keharmonisan dan stabilitas yang sangat dibutuhkan. Tantangannya adalah membujuk setiap orang untuk meminum obatnya, karena hal ini membutuhkan usaha dan komitmen yang sungguh-sungguh. Selain itu, ini adalah proses pengobatan seumur hidup yang tidak akan berakhir sampai saat kematian.

Fokus dari buku ini adalah untuk membina generasi penerus dan menanamkan nilai-nilai Islam dan Iman kepada mereka sejak usia dini. Mereka yang telah mengambil obat sejak lahir tidak akan merasa sulit atau aneh untuk melanjutkannya sepanjang hidup mereka. Hal ini akan secara alami mengalir dan berkembang seiring dengan perkembangan dan pertumbuhan seseorang melalui setiap fase kehidupan. Pada kenyataannya, anak-anak memiliki benih yang sangat istimewa dalam diri mereka yang dikenal sebagai fitrah. Fitrah adalah kecenderungan bawaan untuk mengenal Allah, percaya pada keesaan Allah, dan mengembangkan iman. Benih-benih iman telah tertanam dan hanya perlu dipupuk dengan penuh kasih sayang agar tumbuh menjadi tanaman yang indah dan berbunga. Untuk itulah buku ini diberi judul Menumbuhkan Keimanan pada Anak.

Diharapkan juga bahwa selama proses ini, mereka yang mencoba untuk memberikan pengobatan akan belajar dan bertumbuh dalam Islam. Orang pada umumnya belajar paling banyak dengan mengajari orang lain, dan ini adalah salah satu hasil yang paling signifikan dari pengasuhan anak. Ketika kita melihat anak-anak kita dan berpikir ingin mereka menjadi apa dan bagaimana dikemudian hari, pertanyaan-pertanyaan ini juga akan muncul mengenai diri kita sendiri. Ketika kita melihat mereka meniru perilaku kita, kita harus bertanya apakah ini yang kita inginkan dari anak-anak kita. Apakah ini perilaku yang terbaik bagi kita sebagai orang dewasa? Apa yang benar-benar kita inginkan untuk anak-anak kita dan keluarga kita di dunia dan di akhirat?

Buku ini bukan sekadar buku tentang pengasuhan anak dari sudut pandang Islam, karena sudah banyak buku semacam itu yang tersedia. Ini bukan buku tentang bagaimana menjadi seorang Muslim, karena sebagian besar dari kita sudah mengetahui hal ini. Kita semua tahu bagaimana cara berpuasa, shalat, zakat, dan sebagainya. Namun, buku ini adalah sebuah upaya untuk mendidik para orang tua tentang bagaimana membawa anak-anak mereka dan diri mereka sendiri ke tingkat berikutnya. Tingkat berikutnya adalah tingkat iman: keimanan, pengabdian yang tulus kepada Allah, dan rasa takut kepada Allah. Ini adalah upaya untuk mempengaruhi hati dan jiwa setiap Muslim, karena penguatan iman dan hati adalah satu-satunya perlindungan terhadap kejahatan masyarakat dan bisikan setan. Ini adalah panggilan untuk mengajar anak-anak kita bagaimana menjadi orang beriman yang sejati dan bukan hanya sekedar Muslim secara nama. Kita harus mendidik mereka tentang apa arti sebenarnya dari beriman kepada Allah, memahami makna tauhid, dan sadar akan Allah dalam setiap keputusan dan tindakan. Impian kami untuk mereka adalah menjadi penyeru Islam yang teladan, pencari ilmu yang tulus, tentara yang tak kenal takut, pembaharu masyarakat, istri yang salihah, dan ibu yang penuh perhatian.

Keimanan yang tulus inilah yang akan menuntun orang-orang yang beriman untuk menerapkan Islam secara menyeluruh dalam kehidupan: dalam diri mereka sendiri, dalam keluarga mereka, dan dalam masyarakat. Penerapan ini akan mengarah pada pemulihan nilai-nilai dalam masyarakat dan kembali kepada perdamaian sejati yang diwakili oleh Islam.

Catatan setelah Pemilu tahun ini

Jumat, 16 Februari 2024

 

Photo by Element5 Digital on Unsplash

Waktu saya masih kuliah, orang tua angkat saya pernah berseloroh kepada saya, "kuliah jurusan politik berarti nanti jadi politisi, dong?" 

Saya yang masih semester 3, tertawa mendengar pertanyaan itu. Sejujurnya saya sempat berpikir untuk berkarir di dunia politik, hanya karena terpengaruh oleh buku-buku bacaan saat itu. Kayaknya kok hebat bisa membuat nasib banyak orang berubah hanya lewat beberapa kalimat atau sebuah tanda tangan. Begitu mulai kuliah, saya langsung tergabung ke organisasi mahasiwa untuk belajar dan memahami cara kerja organisasi dengan lebih baik. Dan di semester 3 itu, tahun 2009 memang kebetulan sedang masanya Pemilu.

"Daftar Pemilu di sini lho, nduk. Buat latihan." Mamak saya menyarankan, tentu saja hanya bercanda. Syarat menjadi anggota legislatif memang hanya lulusan SMA.

Saya santai saja menjawab, "nanti lah, Mak. Kalau sudah lulus, tinggal mainkan pasar-pasar di Lampung Tengah." Lalu Mamak menyahut, "nyalon lewat PDI-P, nanti Mamak kenalkan sama ketua DPCnya."

"Yah, kalo sama PDI-P ya sama aja, nanti aku jadi koruptor!" Dengan cepat saya menyahut perkataan Mamak sambil tetap berusaha santai. Mamak pun balas menjawab, "Ya kalau mau menang di sini harus lewat PDI-P. Kalau lewat partai lain ya susah, lama. Keburu bangkrut."

Saya tertawa lebih keras mendengar alasan Mamak. Mamak angkat saya adalah pedagang besar. Hampir seluruh pasar di Lampung dikuasai, Kakak angkat saya yang menjalankan bisnis, punya banyak sekali kenalan orang penting. Ketika tawaran seloroh dari Mamak itu terlontar, yang saya pikirkan saat itu adalah bahwa Mamak memang hanyalah seorang pedagang. Beliau sangat tahu bagaimana caranya memenangkan persaingan di pasar. Tapi mestinya politik tidak boleh disamakan dengan bisnis. Ada idealisme yang harus diperjuangkan.

***

Seiring berjalannya waktu, saya belajar makin banyak lewat kuliah dan organisasi. Lalu saya mulai mendengar teman-teman saya yang kuliah di jurusan keguruan sering membicarakan sebuah gerakan baru bernama Indonesia Mengajar. Beberapa diantaranya berhasil bergabung menjadi Pengajar Muda di sana. Dari situlah saya mulai mendengar nama Anies Baswedan.

Pada waktu yang sama, beberapa teman di fakultas tiba-tiba menghilang dan diberitakan mendapat beasiswa ke Paramadina. Nama Anies Baswedan kembali saya dengar. Dan seterusnya, saya mengenal namanya sebagai salah satu aktor pendidikan baru yang berpengaruh saat itu.

Tapi postingan blog ini bukan hanya tentang Anies Baswedan, kok. Namanya saya sebut karena memang punya peran penting bagi saya dalam menentukan pilihan di Pemilu kemarin.

***

Ternyata setelah menjalani kuliah dan menjadi pengurus organisasi mahasiswa minat saya terhadap dunia politik justru menurun. Saya suka belajar teori-teori politik. Saya suka membaca cerita pemimpin-pemimpin besar dengan ideologi-ideologi mereka. Tapi saya jijik setiap kali hadir di acara-acara yang menghadirkan pejabat atau praktisi politik. Saya makin yakin untuk tidak menjadikan dunia politik sebagai pilihan karier setelah menyaksikan sendiri seperti apa kursi kekuasaan selevel kampus pun bisa menelan korban dan diperebutkan dengan cara yang sangat licik. Belum lagi pengelolaan anggaran dana yang membuat saya hampir ribut dengan teman, membuat saya berpikir 'kalau masih di kampus saja mereka bisa berbuat seperti ini apalagi nanti ketika mengurus negara?'

Lalu berita tentang mobil Esemka mencuat. Saya dan teman-teman di kosan pernah membicarakan berita itu dan salah satu diskusi ringan kami yang masih saya ingat adalah komentar teman saya saat itu, "Dia (Jokowi) diberitakan di mana-mana, pasti mau naik ke istana."

Saya si topi hitam yang instingnya hampir selalu benar kalau melihat wajah orang cuma nyeletuk, "manipulatif banget ya orangnya." Dan perjalanan panjang dihantui wajah Jokowi pun dimulai hari itu.

***

Awalnya saya berpikir kalau pilihan ketika Pemilu itu harus logis dan adil. Tapi setelah melihat perilaku pemilih di Indonesia selama ini dan menimbang pengalaman saya sendiri, sepertinya memang benar kalau memilih itu selalu berdasarkan kecenderungan hati. Sejak menjadi pemilih tahun 2007, saya sering sekali golput terutama pada pemilihan daerah. Di Lampung, siapapun calonnya pemenangnya sudah ditentukan oleh sang ratu. Jadi buat apa saya memilih?

Satu-satunya pemilihan umum yang saya benar-benar perhatikan hanyalah pemilihan presiden. Tahun 2009 pilihannya cukup mudah. SBY tidak punya riwayat buruk seperti kedua lawannya sehingga saya dengan mudah menentukan pilihan.

Saya sama sekali nggak menyangka kalau Jokowi akan masuk istana sebagai presiden. Dan percaya nggak percaya, hal itu sudah kami prediksi sejak dia mencalonkan diri sebagai gubernur Jakarta. Kami -saya dan teman-teman kosan-- yang saat itu menonton beritanya bereaksi macam-macam, tapi yang paling epic adalah salah satu teman saya yang kuliah di jurusan Hukum mengatakan, "seenaknya aja dia belum selesai tugasnya maju ke Jakarta, bisa-bisa nanti belum beres di Jakarta maju ke Presiden!" And guess what?! We know how the story goes 😌

Jujur, sejak pencalonan dirinya menjadi gubernur Jakarta saya langsung menutup hati pada Jokowi. Dan ketika dia benar-benar mencalonkan diri menjadi presiden, ucapan teman saya itulah yang terngiang di kepala saya. Tapi ada satu hal yang sangat mengganggu pikiran saya saat itu, adalah kemunculan Anies Baswedan di tim pemenangan Jokowi.

***

Kembali ke masa kuliah, salah satu teman saya ada yang bergabung menjadi Pengajar Muda di Indonesia Mengajar lalu meninggal. Saya sudah lupa apakah dia meninggal ketika menjalankan tugas atau ketika sudah selesai, tapi yang saya ingat Anies Baswedan hadir di pemakamannya. Dia datang ke Lampung untuk memberikan penghormatan kepada teman saya itu, Adit namanya.

Lalu ketika sedang field trip fakultas, salah satu tujuan perjalanan kami adalah ke Universitas Paramadina. Di sana kami bertemu Anies Baswedan. Iya, saya pernah ketemu Anies Baswedan. 😆 Mendengar dia bicara secara langsung, membahas tentang filsafat, pendidikan dan politik dalam kapasitasnya sebagai seorang rektor, bukan politisi. 

Saya kurang ingat persis urutan 2 peristiwa itu, mana yangg lebih dulu, tapi sepertinya inilah yang membuat saya punya kesan positif kepada Anies. Mendengar ide-idenya tentang dunia pendidikan tinggi dan filsafat, rasanya memang seperti mendapat pencerahan. Membaca tulisan-tulisannya ketika masih menjadi rektor, saya benar-benar mengenalnya hanya sebagai seorang guru.

Dan melihatnya berkampanye di pemilihan presiden tahun 2014 membuat saya berpikir, 'kok bisa dia jadi timsesnya Jokowi? Aku yang bodoh aja tahu lho kalau itu orang nggak bener.' Tapi selorohan Mamak angkat saya tiba-tiba kembali teringat dan menyadarkan saya, kalau ternyata setelah sekian lama saya belajar di kampus saya tetaplah orang yang naif dan karenanya sudah tepat saya nggak memilih dunia politik untuk berkarier setelah lulus kuliah.

Anies Baswedan adalah orang baru di dunia politik. Dia tentunya sadar, menjadi terkenal hanya di kalangan akademisi tidak akan membuat dia naik daun dengan cepat. Dia butuh panggung, dan PDI-P adalah alat yang paling tepat. Persis seperti Mamak saya bilang, 'kalau mau menang harus lewat PDI-P.' Dan ketika melihat Anies Baswedan di kubu Jokowi saat itu, saya bilang ke suami, "pasti dia pengen jadi menteri pendidikan."

Kalau kamu merasa saya sok pintar dengan dugaan-dugaan yang kebetulan benar-benar terjadi, kamu salah. Bukan saya yang pintar, tapi karena sebenarnya permainan politik yang muncul di permukaan memang semudah itu dipahami kalau kita mau sedikit berpikir dan menonton berita dari berbagai macam saluran. Sehingga pikiran kita tidak diracuni oleh satu media yang dikendalikan orang tertentu. Lihat saja bagaimana Metro TV dan TV One menyajikan beritanya. Lihat bedanya antara 5 tahun yang lalu dengan sekarang.

***

Maka pemilihan umum tahun ini menjadi cukup istimewa bagi saya. Setelah dua kali memilih dengan alasan 'asal bukan Jokowi' akhirnya saya kali ini bisa memilih dengan tambahan alasan 'saya percaya Anies'. Meskipun di awal saya agak kecewa kenapa bukan Prof. Mahfud pasangannya, tapi kemudian saya segera sadar kalau mereka tidak mungkin bisa dipasangkan. Biarlah Prof. Mahfud menjadi penjaga dan penyambung mata kita di pemerintahan.

Anies Baswedan mungkin bukan orang yang baik-baik amat, karena saya hanya mengenalnya hanya lewat buku dan diskusi satu jam. Sama seperti saya mengenal Muhaimin Iskandar dan Prof. Mahfud MD. Sebagai gubernur pun, saya tidak menafikan beberapa kritikan terhadap kebijakan Anies memang valid. Tapi kalau dibanding dengan masa lalu Prabowo dan kebohongan Jokowi, ooooh tentu saja wajar kalau banyak yang memperlakukan Anies seperti penyelamat.

Mungkin Anies akan memenangkan pemilu seperti keajaiban di Jakarta. Mungkin juga akan kalah. Tapi yang jelas saya mulai optimis bahwa perbaikan negeri ini sedang berada di jalan yang benar. Kita memang melihat kurikulum pendidikan yang amburadul, tapi makin banyak lembaga pendidikan independen yang berdiri dan bebas dari kebrobrokan itu. Kalau memang Jokowi menang lagi tahun ini (karena memang majunya Gibran jadi cawapres intinya itu) berarti memang mayoritas masyarakat kita yang masih sama seperti dia. Penuh tipu daya, bermental feodal dan suka korupsi.

Beberapa kerandoman suami yang selalu bikin saya emosi

Rabu, 31 Januari 2024


Kadang, peristiwa paling random bisa bikin saya mikir ke arah yang aneh banget. Judul tulisan ini udah kepikiran sejak lama, tapi waktu itu idenya muncul karena suatu hal yang saya udah lupa. Terus kejadian tadi pagi tiba-tiba bikin saya pengen nulis di blog. Nah, lihat draft judul ini belum saya apa-apain, kok malah kepikiran untuk menyatukan ide-ide aneh di kepala jadi tulisan.

Gara-garanya tadi pagi waktu lagi masak buat anak-anak sebelum mereka berangkat sekolah. Seperti biasa suami saya manasin air untuk ngopi, pakai salah satu panci kami yang gagangnya sudah lepas. Lalu saya nyeletuk, "seneng amat pakai barang rusak. Itu lho ada 2 panci yang bener."

Terus suami njawab, "emang kenapa?"

"Pakai barang rusak tuh bisa bikin fakir, tau!" Dan sedetik kemudian saya langsung menyesal bilang begitu. Karena seperti 10 tahun ini, setiap saya menyampaikan sesuatu yang ada dalilnya pasti suami saya langsung jadi orang paling nggak masuk akal di dunia dan akhirnya semua bantahan-bantahan anehnya terhadap semua omongan saya sejak hari pertama kami menikah akan terngiang-ngiang di kepala saya selama berhari-hari. Dan kalau sudah seperti itu, dada saya langsung nyesek dan sakit banget. Bukan karena dibantah sama dia, tapi karena sedih kok bisa...? Nah kan saya aja bingung mau nulisin perasaan saya.

Nih, biar jelas apa yang saya maksud dan mudah-mudahan bikin lega saya ceritain ya beberapa hal yang saya ingat tentang ketidakjelasan suami saya yang kadang-kadang bikin saya mempertanyakan kewarasan dia. Pertama, waktu resepsi pernikahan kami. Karena di susunan acara cuma sampai dzuhur waktu itu saya rencananya mau sholat dzuhur. Eh, ternyata dilarang sama keluarga suami. Biasalah, sayang makeupnya kalau luntur. Saya yang sendirian di rumah keluarga suami waktu itu berusaha minta dukungan suami supaya bisa sholat dzuhur. Dan suami saya jawabnya, "yaudah lah, sekali ini aja ngalah dulu. Kalau pun kamu dosa biar saya yang nanggung." Seketika waktu itu saya langsung nyesel nikah sama dia, tapi ternyata tetep lanjut sampai 10 tahun lebih 😂. 

Pada akhirnya saya sholat jama' sih, tapi yang bikin nyesek itu jawaban dia itu lho. Kayak orang nggak pernah ngaji. Dia tuh sekolah Islam sejak SMP, kuliah di kampus Islam jurusan Syariah terus kok bisa-bisanya bilang mau nanggung dosa saya tuh konsepnya dari mana?! 

Kejadian kedua, waktu dia tiba-tiba beli TV. Saya waktu itu keberatan karena merasa kami sebenarnya nggak butuh TV dan khawatir nanti efeknya nggak baik untuk anak-anak. Terus jawaban dia sebenarnya bikin saya mau ketawa tapi khawatir nanti dia tersinggung. Dia bilang saya sok idealis dan bilang 'emangnya kamu sanggup di rumah terus nggak ada hiburan?' Dalam hati sih saya jawab, "Lha aku emang nggak pernah ada TV sejak tinggal jauh dari orang tua. Yang selalu punya TV kan kamu." Tapi kalau saya bilang gitu pasti nanti rumah berubah jadi neraka. Jadi saya diam aja. Dan akhirnya sekarang setelah lebih dari 10 tahun menikah, anak-anak kami nggak bisa jauh-jauh dari TV 😌.

Setelah bertahun-bertahun menikah, saya mulai paham tentang suami yang nggak pernah mau menerima masukan dari saya dan selalu memutar subjek obrolan ke saya kalau sedang membicarakan apapun. Dari pilihan tentang mendidik anak, memilih rumah, sampai keputusan-keputusan besar lainnya setiap kata-kata 'memangnya kamu' mulai muncul dari dia, saya langsung mengerti kalau dia sedang ingin curhat tentang keadaan dirinya sendiri. Dan sayangnya saya nggak bisa mengubah kebiasaan itu, nggak ada energinya.

Ketiga, adalah salah satu hal yang paling bikin saya menyesal tapi yaaaa... mau gimana lagi. Jadi dulu di awal-awal menikah saya selalu protes dengan kebiasaan dia yang tidur lagi setelah shalat subuh. Dan setiap kali saya mulai protes, dia akan cerita tentang Eteknya yang selalu ngomelin dia setiap habis subuh. Yang membuat saya nggak habis pikir waktu itu adalah, kalau dia sudah terbiasa diomelin Eteknya setiap habis subuh karena nggak boleh tidur lagi, kenapa sekarang setelah menikah dia jadi selalu tidur lagi setelah subuh? Kami pernah berdebat agak keras gara-gara hal itu, dan setelah cukup lama saya pikirkan sepertinya memang sungguh nggak ada gunanya mendebat dia kalau itu adalah saya. Karena mau saya keluarkan dalil dari hadits shahih riwayat Bukhari dan Muslim sekalipun dia akan bilang saya yang sok tahu, walaupun sebenarnya kami sama-sama tahu. Dan itu sudah sifatnya yang tidak ingin dia ubah. Akhirnya sekarang kadang-kadang saya jadi ikut tidur lagi habis subuh, bahkan anak-anak pun kalau nggak sekolah akan tidur lagi setelah subuh.

Kebiasaan dia menceritakan pengalaman dengan orang tua atau Eteknya itu kemudian membuat saya jadi mengerti bahwa memang kita nggak akan pernah tahu apa efek atau hasil dari didikan kita ke anak-anak nantinya. Suami saya yang penurut sekali sebagai anak, ternyata dalam hatinya menyimpan dendam sehingga ketika sudah nggak sama orang tuanya lagi merasa bisa berbuat semaunya. Tapi di sisi lain, ternyata dia malah menjadi seperti orang tuanya yang langsung frustrasi ketika nggak dituruti sama anaknya. Padahal kan logikanya, kalau dia nggak suka dengan ajaran orang tua yang selalu ingin dituruti, mestinya dia bisa memilih menjadi orang tua yang lebih demokratis untuk anaknya. Sementara saya yang pemberontak, ternyata justru menyadari kesalahan-kesalahan saya sewaktu kecil dan baru mengerti kalau apa yang dilakukan orang tua saya itu banyak benarnya. Dan ketika berusaha memutus rantai kesalahan-kesalahan yang dulu dilakukan orang tua saya, suami malah mengira kalau itu adalah tradisi yang ingin saya teruskan ke anak-anak. Bikin stress nggak tuh? Nikah sama orang yang sok tahu, tapi selalu nuduh kita sok tahu.

Nah, balik ke kejadian tadi pagi, saya bilang kalau ada kitabnya yang jelasin tentang hal-hal kayak gitu. Dia jawab apa? "Itu pasti karena salah menafsirkan." Saya tuh langsung misuh-misuh dalam hati, "are you saying that the ulama created books without thinking and in the end those books were taught to the students with the wrong interpretation? Dude!!! Seriously????"

Jadi gimana? Udah ngerti sebab nyeseknya saya setiap kejadian-kejadian seperti ini saya alami di rumah? Kalau dipikir mendalam, sebenarnya ini sangat miris. Bagaimana bisa orang yang terdidik dengan baik dalam agama mengomentari hal-hal yang punya dalil, bahkan seringkali dari nash utama (al-Quran dan Hadits) dengan komentar-komentar yang mengerdilkan hal-hal itu. Kayak ngundang laknat Allah, gitu lho. Tapi karena saya sudah mengenal suami saya selama 10 tahun, saya paham kalau kebiasaannya itu tampil hanya karena 2 hal; pertama, gengsinya sama saya yang sebenarnya nggak tahu kenapa sepertinya ini penyakit rata-rata para suami yang punya istri lebih pintar. 

Kedua, karena memang kebiasaan suami saya yang bicara atau bertindak tanpa berpikir dulu. Dan hal kedua inilah yang selalu sukses bikin saya merasa agak lega, karena memang seringkali suami saya tuh sesederhana itu mikirnya sampai-sampai bikin orang di sekitarnya nggak habis pikir. 

Contohnya, suatu hari kami beli jajanan di Indomaret dan dia masukin salah satu merk marshmellow ke keranjang belanja. Saya coba ingatkan, "itu nggak ada label halalnya lho." Dan dengan entengnya dia menjawab,

"Kan yang makan Qia, bukan kita."

Inilah suami saya saudara-saudara, mantan santri yang kuliah Syariah bilang kalau makanan tanpa label halal nggak pa-pa dimakan anak yang belum baligh. Dan teman-teman kerja kami waktu itu langsung ketawa menyaksikan keluguan suami saya 😑.

Catatan Akhir Bulan di Awal Tahun

Pertama kali nyobain AI, lha kok ngeri hasilnya.

Untunglah tahun ini saya nggak bikin resolusi. Jadi ketika ujug-ujug sudah akhir bulan saya nggak merasa rugi sama sekali walaupun belum mencapai apa-apa 😅. Bahkan yang biasanya saya mengakhiri tahun dengan bikin journal setup, saya malah sibuk ngapain ya kemarin itu?! Akhirnya saya baru bikin setup sekitar tanggal 3 atau 4 Januari dan bikinnya sesimpel mungkin. Gara-garanya juga cuma karena baca-baca journal tahun-tahun sebelumnya, terus kok ngerasa sayang kalau nggak diterusin ngejournalnya. Ternyata walaupun hidup saya gini-gini aja, aktifitas harian juga cuma gitu-gitu aja, tetep aja rasanya gimanaaa gitu baca jadwal berantakan yang terus berulang di buku-buku lama itu. Jadi terbayang-bayang momen pas keselnya gagal eksekusi program, senyum sendiri baca ungkapan emosi di monthly spread atau gemes sama bahasa cringe di daily spread.

Untuk tahun ini saya cuma bikin yearly & monthly spread karena untuk journal pekanan sudah saya pindahkan ke Google Calendar dan daily spread saya hilangkan. Kalau memang ada yang mau dicurhatin cukup tulis di sini aja, dan kalau ada kenangan-kenangan yang bentuknya analog macam foto cetak atau struk belanja ya tinggal tempel-tempel aja lah di halaman kosong. Nanti mungkin kalau saya sudah punya rumah yang ada kamar khusus buat saya sendiri, baru saya bisa punya journal fisik lagi. Baru 6 tahun journalan aja udah tebel banget tumpukannya. Takutnya nanti sama suami diloakin gara-gara ngeliat tumpukan buku yang kayak udah nggak dipake, kan bisa-bisa saya jadi gila.

Jadi selama Januari ini saya ngapain aja?! Ooooh ternyata banyak yang saya lakukan 😎. Awalnya tuh saya cuma mau lebih mindful aja menjalani hidup, karena dari tahun ke tahun setiap bikin target kok nggak pernah ada yang tercapai. Bosen aja gitu gagal terus tiap tahun, makanya akhir tahun kemarin jadi agak males-malesan. Tapi setelah saya periksa, walaupun gagal terus sebenernya selalu ada progress baik di tiap tahun kehidupan saya. Jadi tahun ini saya nggak bikin target apa-apa buat diri sendiri, tapi memastikan saya harus punya niat yang bener setiap melakukan sesuatu. Dan setelah sebulan, kayaknya saya bisa lihat ada beberapa hal baik yang saya lakukan.

Dapet beasiswa belajar Tahsin Kitabah. Ini sebenernya mulainya sejak Desember. Dan kejadiannya bener-bener diluar prediksi BMKG. Kan ceritanya pertengahan tahun lalu saya buka kelas nulis Arab, dan promosinya di instagram. Ternyata ada salah satu master kaligrafi yang lihat postingan saya itu dan sepertinya melihat potensi dalam diri saya😆. Lalu beliau nge-DM nanya-nanya kenapa saya bikin kelas imla' dll, terus nawarin saya belajar gratis di kelasnya. Alhamdulillah sampai sekarang sudah 8 kali setoran dan ternyata saya beneran bisa dong nulis rapi. Kalau lancara harusnya pertengahan tahun nanti bisa lah dapet ijazah. Eh, kan nggak boleh narget, gimana sih?! Pokoknya ya dijalanin aja dulu. Mudah-mudahan nggak ngambekan, soalnya ini belajar udah digratisin masa mau banyak tingkah kan malu.

Belajar Bahasa Jepang lagi. Yeeeaaay!!! 🎉🥳 Karena tahun lalu saya banyak nonton anime, kayaknya kok beberapa kosakata yang sering diucapkan mulai ketangkep di kepala dan rasanya sayang buku belajar bahasa Jepang dari NHK kalau nggak dimanfaatkan dengan baik. Jadi awal tahun ini saya mulai lagi latihan setiap hari, sedikit-sedikit aja yang penting rutin sambil nyalin materi-materinya di buku khusus. Dan yang bikin saya suka belajar Bahasa Jepang tuh, selalu ngasih saya inspirasi untuk nyusun materi belajar Bahasa Arab padahal saya bukan guru Bahasa Arab. Pokoknya sekarang saya masih harus fokus namatin buku NHK dulu dan ngapalin Hiragana sama Katakana. Sama beberapa Kanji yang populer, kali ya?!

Merapikan catatan tadabbur. BTW ternyata belum pernah bahas Rahmah Study Club di blog ini. Padahal saya adalah foundernya. Founder macam apa sih yang nggak koar-koar tentang anaknya?! Pantesan temen-temen saya sering ngempet sama kelakuan saya, mungkin karena saya emang seenaknya banget orangnya. Nah, Alhamdulillah saya mulai merapikan catatan tadabbur juz 30 yang berserakan di satu binder. Rencananya binder ini nanti akan jadi folder juz 30 aja dan untuk juz-juz berikutnya juga akan saya buatkan binder khusus, biar rapi. Oh ya, salah satu hal lagi yang saya niatkan untuk selalu diingat di tahun ini adalah membangun lagi mental penuntut ilmu dalam diri saya.

Saya adalah murid. Kalimat ini selalu saya wiridkan di dalam kepala setiap memulai belajar. Dan kalau sudah ingat kata 'murid' yang terbayang dalam pikiran saya ya kehidupan sekolah; jadwal pelajaran, PR, buku-buku catatan dan belajar. Makanya saya bikin jadwal belajar setiap hari kayak anak sekolah. Hari Senin dan Kamis belajar Tahsin Kitabah, Selasa waktunya ngerapiin catatan bahasa Jepang dan baca buku Kebebasan Wanita untuk dibahas hari Rabunya. Hari Rabu dan/atau Kamis waktunya nyimak kajian tafsir, tapi kalau waktu latihan Tahsin Kitabah lebih lama dari biasanya, tadabbur pindah ke Jumat. Sabtu dan Ahad waktunya santai karena saya selalu pusing kalau anak-anak dan suami ada di rumah. Seintrovert itu sampai nggak nyaman sama keluarga sendiri tuh, aneh banget memang. Saya tahu, nggak usah komen!

Dari tiga rutinitas itu aja udah bisa bikin saya bahagia, lho. Dan ternyata saya merasa enjoy menjalaninya. Jadi untuk bulan depan rencananya saya mau nambah rutinitas baru. Ceritanya sekarang saya lagi ngulik-ngulik aplikasi gambar. Karena ternyata saya udah mulai terbiasa sama latihan nulis Arab yang indah, saya mulai penasaran sama handlettering dan gambar. Siapa tahu nanti ada produk yang dihasilkan. Selain itu, saya juga mau mereview lagi buku Baina Yadaik yang mangkrak. Sepertinya kalau saya lanjutkan belajar pakai buku itu, suatu saat saya bisa jadi guru Bahasa Arab beneran 😁. Apalagi guru Tahsin Kitabah saya bilang, nanti kalau sudah selesai belajar nulisnya harus diajarkan lagi. Nggak boleh disimpan sendiri ilmunya. Makanya saya pikir akan sangat bagus kalau saya mulai bikin-bikin kombinasi silabus atau kurikulum belajar bahasa Arab yang menyeluruh. Nggak parsial kayak pembelajaran Bahasa Arab yang selama ini diajarkan di sekolah-sekolah. Saya pengen mengadopsi struktur belajar Bahasa Jepang ke proses belajar Bahasa Arab, mungkin cocok.

Apa lagi ya?! Oh iya, harusnya buku Secrets of Divine Love juga segera saya tuntaskan. Kasihan orang-orang yang sudah nunggu lama banget buat ulasan buku itu di Youtube. Pelan-pelan mau saya cicil deh, video reviewnya. Dan untuk itu, sepertinya bacaan fiksi harus minggir dulu karena saking banyaknya hal-hal nyeleneh di buku itu yang penting banget untuk dikroscek sana-sini.

Udah kayaknya, ulasan awal tahun ini. Terus terang saya puas banget sama bulan Januari ini. Dari semua aktifitas yang saya lakukan, rasanya nggak ada yang terlalu berlebihan. Bahkan nonton anime juga sekarang jadi ada tujuan belajarnya. Ihiiiw, alesan... 😂 Mudah-mudahan tetap on track dan nggak pake burn out lagi. Saya tahu ini masih sangat awal untuk tahun 2024, tapi dengan mindset dan mental yang ini saya berharap apapun yang akan saya lakukan dan hadapi ke depan nggak akan membuat saya kebingungan lagi kayak tahun-tahun sebelumnya.

Perjalanan menuju usia 40 makin mendekati batasnya, dan saya nggak mau ketika sudah sampai di usia itu saya nggak punya bekal apa-apa untuk saya hadapkan kepada Allah. Saya yang selama ini selalu rakus ketika bikin targetan, harus mulai sadar kalau kemampuan saya ya hanya sebatas ini. Bisanya dikit-dikit, nggak bisa langsung banyak. Ngerjain satu-satu, nggak bisa multitasking. Punya mimpi pun yang sewajarnya, karena saya bukan Maudy Ayunda. #eh Intinya, saya harus punya niat yang benar untuk setiap hal baru yang saya lakukan dan menganggap diri sebagai murid ketika melakukannya. ✌

Anime-anime yang sudah pernah saya tonton #2

Selasa, 23 Januari 2024

Melanjutkan obrolan kita seputar anime yang saya tonton tahun 2023 kemarin, di postingan kali ini masih ada 5 anime lagi yang perlu dibahas;

1. Hunter x Hunter

Saya nonton anime ini karena salah satu Youtuber favorit saya yang membahas manganya beberapa kali, dan ketika mendengar sinopsisnya akhirnya saya memutuskan untuk mencoba menonton. Hal yang paling menarik dari cerita tentang Hunter x Hunter adalah konsep tentang keluarga.

Tokoh utama kita, Gon adalah anak 12 tahun yang diasuh oleh bibinya di sebuah pulau kecil. Selama ini dia tahunya orang tuanya sudah meninggal. Tapi ternyata suatu saat dia baru menyadari bahwa ayahnya pergi meninggalkan dirinya yang masih kecil untuk mengejar ambisi menjadi seorang Hunter. Normalnya ketika anak mengetahui bahwa orang tua pergi meninggalkannya, pasti akan marah karena merasa tidak dicintai. Tapi Gon merespon kenyataan itu dengan mengatakan, "Bukankah itu hebat? Meninggalkan anaknya dan memilih menjadi Hunter. Aku ingin mencari tahu. Ayah mendedikasikan hidupnya untuk pekerjaan ini. Aku ingin mencobanya juga."

Cara berpikir seperti itu mungkin tidak banyak ditemukan pada orang-orang Indonesia, kan? Atau orang lain pada umumnya. Tapi saya pernah mendengar perkataan serupa ketika menonton Masterchef Australia, seorang kontestan yang meninggalkan anaknya demi mengikuti lomba itu, mengatakan, "Aku tidak ingin anakku nanti menjadikanku sebagai alasannya tidak mengejar mimpinya." Untuk kita ketahui, Masterchef Australia punya reputasi yang sangat baik di dunia, yang saking bagusnya bahkan 50 besarnya bisa diterima kerja di restoran beneran setelah dieliminasi. Jadi bukan reality show ala-ala macam yang di Amerika atau negara kita. 

Dari pembukaan itu saja, saya langsung tertarik pada karakter Gon dan cerita anime ini seluruhnya. Konsep fantasinya memang absurd, tapi saya memutuskan untuk tidak mempedulikannya. Belajar dari pengalaman nonton AoT 😅. 

Gon bertemu dengan Leorio, Kurapika dan Killua dalam perjalanannya mengikuti ujian Hunter. Pada akhirnya, Killua-lah yang selalu mendampinginya sampai di episode terakhir. Leorio dan Kurapika menjalani kehidupannya masing-masing setelah ujian berakhir, dan nanti di akhir-akhir episode mereka muncul lagi sebentar untuk membantu Gon. 

Saya nggak terlalu ingat pada alur cerita Hunter x Hunter, tapi saya sangat tertarik pada Killua dan Kurapika. Sayang sekali karakter Kurapika nggak mendapat exposure lebih banyak, padahal justru kepribadiannya sangat saya sukai. Dan Killua, saya sempat mengasosiasikan diri seperti dia apalagi ketika dia mulai meragukan sifatnya yang sangat hati-hati dan penuh perhitungan sebagai sebuah tindakan pengecut. Penggambaran karakter yang baik, tidak berlebihan, dan alur cerita yang runut membuat anime ini menjadi salah satu yang saya sukai. Kalau suatu saat akan dilanjutkan, saya pasti akan menontonnya.

2. Black Clover

Ini adalah anime yang temanya klise, konsep fantasinya klise, karakter-karakternya klise, tapi tetap saya tonton sampai akhir karena saya hanya ingin bersenang-senang 😂. Kata suami sih ini ceritanya persis seperti Naruto, tapi karena saya belum pernah nonton Naruto, jadi saya nggak bisa berkomentar sama.

Ceritanya tentang Asta dan Yuno, anak yatim piatu yang diasuh di sebuah gereja pinggiran kota terpencil di Kerajaan Semanggi. Di dunia anime ini, setiap orang secara natural memiliki kekuatan sihir dengan berbagai level. Ada yang cukup untuk mempermudah pekerjaan sehari-hari, sampai yang sangat hebat. Yuno sejak kecil sudah menunjukkan kemampuan sihirnya yang hebat, sementara diluar dugaan, Asta yang pendek sama sekali tidak memiliki kekuatan sihir. Dia sering diejek karena hal itu, tapi tidak pernah menyerah untuk berlatih bahkan bercita-cita menjadi Raja Sihir.

Karena sejak awal nggak berminat untuk terlalu serius menonton, saya juga nggak terlalu fokus untuk mengkritisi. Saya cuma menikmati tiap pertarungan dengan santai, menertawakan kebodohan Asta dan interaksinya dengan teman-temannya. Walaupun begitu, sebenarnya karakter-karakter pendukungnya punya backstory yang menarik untuk diulas. Kalau saya tulis review ini langsung setelah nonton, sepertinya saya bisa cerita banyak. Sayangnya sudah cukup lama sejak itu, jadi yang saya ingat cuma cerita Noelle, Yami dan Vanessa yang menarik perhatian. Kalau anime ini ada lanjutannya, saya juga pasti akan menonton, untuk bersenang-senang.

3. Dr. Stone

Anime ini bertema sains, yang merupakan genre paling tidak saya sukai simply karena otak saya yang lola. Saya tonton karena waktu itu bingung memilih setelah nonton Black Clover, dan asal klik saja di Netflix.

Ceritanya, pada suatu hari yang tenang di Jepang tiba-tiba sebuah cahaya hijau menyinari bumi dan semua orang menjadi batu. Tokoh utama kita, Senku berusaha tetap sadar selama diselimuti lapisan batu itu dan 3000 tahun kemudian lapisan batu itu akhirnya pecah. Dia langsung berinisiatif untuk mencari cara menghidupkan orang lainnya dan diawali dari teman terdekatnya, Taiju. Awalnya mereka akan menghidupkan perempuan gebetannya Taiju, Yuzuriha, tapi kehadiran singa-singa kelaparan menyadarkan mereka bahwa kebutuhan bertahan hidup lebih utama dibanding berkembang biak pada saat itu. Akhirnya, mereka memutuskan untuk membangkitkan salah satu orang terkuat yang mereka kenal dengan harapan menjadi pelindung mereka nantinya; Shishio. Tapi tidak disangka, Shishio punya pikiran yang nyeleneh. Bukannya berniat menghidupkan lagi semua orang, dia malah ingin menghancurkan orang-orang yang dianggapnya tidak layak dan hanya menghidupkan lagi orang-orang kuat. Ini bertentangan dengan niat Senku yang berpikir bahwa semua orang berhak dihidupkan lagi, apapun alasannya. Kayak ilmuwan-ilmuwan normal pada umumnya, lah.

Yang menarik dari anime ini tentu saja adalah latar belakang sains pada setiap tindakan Senku. Meskipun konsep pretifikasi --yang baru saya tahu ketika nonton-- sangat nggak masuk akal buat otak jongkok saya, dan frasa 'satu milyar persen'nya Senku sangat mengganggu, saya tetap suka dengan alur dan karakter Senku yang cerdas. Saya suka Senku yang selalu tampak egois tapi sebenarnya peduli. Dan Taiju yang bodoh dan sadar akan kebodohannya, mendukung apapun yang menjadi tindakan Senku.

Pas nulis ini saya cek di Netflix ternyata season 3 sudah tayang, jadi saya akan nonton lanjutannya segera setelah menyelesaikan tulisan ini. Mungkin nanti akan saya tulis juga reviewnya di postingan lain.

4. My Happy Marriage

Saya nggak pernah menyangka, cerita retelling macam Cinderella bisa bikin saya nangis sesenggukan. Benar-benar bikin malu 😆, tapi saya nggak peduli untuk yang satu ini. Saya bahkan niat nabung untuk bisa beli manganya.

Saya nonton anime ini karena beberapa kali muncul di FYP Tiktok. Saya pikir bolehlah jadi selingan nonton supaya perasaan saya hidup lagi. Eh nggak tahunya baru episode pertama saya sudah sesak nafas. Karakter Miyo, tokoh utama cerita ini adalah anak pertama dari keluarga Saimori yang cukup terpandang. Ketika masih kecil, ibu kandungnya meninggal dan ayahnya menikah lagi, lalu memiliki satu anak lagi. Sayang sekali, Miyo nggak punya kekuatan supranatural seperti adiknya sehingga dia diperlakukan dengan jahat oleh keluarganya. Miyo menjadi pembantu di rumahnya sendiri.

Di usia 19 tahun, ayahnya menjodohkannya dengan seorang pemuda dari keluarga Kudo. Ternyata perjodohan itu direncanakan hanya dengan niat untuk membuangnya dari rumah, karena Kudo Kiyoka, laki-laki yang dijodohkan kepadanya itu memiliki reputasi yang buruk karena sudah berkali-kali gagal menikah. Meskipun memiliki kekuatan supranatural terkuat, Kudo tampaknya tidak bisa bersikap baik kepada perempuan. Tapi ternyata Miyo berbeda dengan perempuan lain.

Miyo yang lugu langsung naksir Kudo sejak pertama kali melihat, dan Kudo langsung kaget waktu mendengar jawaban "Iya" dari Miyo untuk semua syaratnya yang agak aneh. Miyo yang terbiasa menjadi pembantu, langsung disayang oleh pengasuh Kudo, dan penampilannya yang seperti pembantu membuat Kudo penasaran dengan latar belakang Miyo yang seharusnya berasal dari keluarga terpandang. Dari situlah satu per satu rahasia Miyo terungkap dan pelan-pelan mereka berdua makin dekat.

Setelah menonton animenya, saya langsung nonton Live Action adaptasinya dan menurut saya casting untuk karakter Miyo dan Kudo sangat cocok. Walaupun unsur fantasi di Live Action nggak terlalu enak dilihat mata saya, tapi karena kedua tokoh utama berhasil memerankan peran mereka dengan sangat baik, saya nggak peduli. Tetep nangis tiap lihat wajah lugu dan polosnya Miyo.


5. One Piece

Sekarang saya sampai di episode 416, ketika Luffy berada di Amzon Lily bertemu dengan Boa Hancock. Dan sampai hari ini saya masih terus takjub sama Eiichiro Oda dengan kemampuannya mengambil inspirasi dari cerita-cerita yang sudah populer di dunia dan mengembangkannya menjadi ceritanya sendiri. Kemampuan Hancock yang bisa mengubah manusia menjadi batu misalnya, kan jelas-jelas itu terinspirasi dari Medusa. Lalu Dr. Hogback langsung mengingatkan saya pada Victor Frankenstein. Beberapa episode sebelumnya ada karakter yang mulai dikenalkan sebentar bernama Don Quixote, membuat saya pengen baca novelnya yang sudah bertahun-tahun nangkring di rak dan masih belum terbuka segelnya.

Ada banyak sekali yang bisa dibahas dari anime ini. Dari plot cerita, inspirasi, sampai kerumitan karakter-karakternya. Dan setelah menontonnya sendiri, saya jadi menyadari kenapa para fans nggak merasa bosan dengan One Piece. Karena One Piece bukanlah cerita tentang Luffy. One Piece menceritakan orang-orang yang bertemu dengan Luffy, sehingga ceritanya selalu baru. Karakter Luffy yang bodoh membuat keunggulan teman-temannya jadi terlihat, sehingga kata-kata Luffy "Aku tidak akan bisa menjadi Raja Bajak Laut tanpa kalian" menjadi sangat bermakna karena memang benar. Luffy hanyalah anak bodoh berhati tulus dan bersemangat baja yang kebetulan berhasil menarik orang-orang terbaik menjadi krunya. Dan tanpa mereka, Luffy tidak bisa apa-apa. Menurut saya, satu bagian ini dari One Piece yang membuat One Piece selalu menarik untuk ditonton.

Anime-anime yang sudah pernah saya tonton

Selasa, 16 Januari 2024

Tahun 2023 kemarin saya banyak menonton anime, dan ternyata setelah dipikir-pikir banyak karakter-karakternya yang saya sukai. Jadi daripada nanti kelupaan, mending saya tuliskan saja di sini. Siapa tahu ada yang jadi ingin nonton juga setelah baca ulasan ini.

1. Inuyasha

Inuyasha bukanlah anime yang saya tonton di tahun 2023, tapi bisa dibilang adalah anime yang pertama saya tonton sampai selesai. Awalnya dulu karena suami yang ngajakin nonton waktu liburan sekolah, karena backsound dan soundtracknya yang bagus dan saya juga nggak ada tontonan, jadilah Inuyasha yang ditonton.

Bercerita tentang Kagome, gadis kelas 3 SMP yang secara tidak sengaja tersedot ke dalam sumur tua di kuil terlarang milik keluarganya lalu berpindah ke masa feodal Jepang. Di zaman dimana masih banyak siluman berkeliaran, Kagome nggak sengaja ketemu manusia setengah siluman yang tersegel di sebuah pohon keramat, Inuyasha. Karena pada saat itu kondisinya yang sedang dikejar-kejar silluman, Kagome berinisiatif membebaskan Inuyasha dan meminta tolong kepadanya.

Misteri perpindahan Kagome dari zaman modern ke zaman feodal terpecahkan setelah keluarnya Shikon no Tama dari dalam perutnya. Kaede, miko yang membantu Kagome mencurigai Kagome sebagai reinkarnasi dari kakaknya, Kikyo yang meninggal 50 tahun yang lalu setelah menyegel Inuyasha. Dan karena Shikon no Tama sudah pecah, Kagome mau tidak mau harus berusaha mengumpulkannya kembali agar pecahan itu tidak jatuh ke tangan orang yang salah. Jadilah Inuyasha dan Kagome bersama memulai petualangan mencari pecahan-pecahan Shikon no Tama.

Seiring bertambahnya episode, Inuyasha dan Kagome yang awalnya saling membenci --menurut saya sebenarnya mereka hanya canggung-- mulai menunjukkan perhatian kepada masing-masingnya. Lalu muncul karakter-karakter lain yang melengkapi cerita ini menjadi lebih menarik. Bagi saya, Sesshomaru, Kikyo dan Kagome adalah tokoh yang sangat istimewa karakternya.

Kagome, adalah gadis biasa yang ceria. Sejak awal bertemu Inuyasha, dia tidak punya pikiran atau perasaan apa-apa. Tapi karena Inuyasha yang begitu kasar dan menyebalkan, dia jadi sering kesal dengan perlakuan Inuyasha kepadanya. Tapi begitu bertemu dengan jelmaan Kikyo, dia langsung sadar bahwa Inuyasha memendam banyak kenangan dan masa lalu menyakitkan yang membuatnya menjadi seperti itu. Bahkan dia mulai merasa ingin bersama dengan Inuyasha dan menemaninya. Di episode 19-20, saya menangis menyaksikan ketulusan Kagome yang memohon kepada Inuyasha untuk berada di sampingnya. Meskipun dia tahu bahwa Inuyasha tidak akan pernah berhenti mencintai Kikyo, dia tidak peduli. Dia pun tidak berharap Inuyasha balik mencintainya. Dia hanya ingin bersama Inuyasha, tidak lebih. And it's sooo sweeeet yet heartbreaking. Sepanjang cerita, sangat terlihat kedewasaan sikap Kagome menghadapi Inuyasha hingga akhirnya Inuyasha menyadari bahwa dirinya juga mencintai Kagome.

Kikyo, adalah salah satu karakter paling rumit yang pernah saya temui sepanjang sejarah saya menonton/membaca kisah fiksi. Dia begitu mudah untuk dibenci karena tidak pernah mau menyampaikan isi hatinya kepada siapapun. Kita nggak akan pernah tahu apa maksud dari tindakannya sampai akhirnya dia mati lagi dan semua baru menyadari bahwa selama ini yang dia lakukan adalah mengorbankan dirinya untuk semua orang. Saya senang gambarnya untuk anime dibuat berbeda dengan di manga karena bisa menunjukkan kedewasaan dan perbedaan kepribadiannya dengan Kagome.

Sesshomaru, adalah kakak tirinya Inuyasha sekaligus bintang sesungguhnya dari cerita ini 😂. Yang nggak mengikuti anime ini sampai selesai pasti mengira bahwa Sesshomaru adalah villain, tapi ternyata dia adalah anti-villain. Mungkin seperti Loki bagi Avengers. Hasratnya untuk merebut pedang warisan ayahnya dari Inuyasha membuat dia selalu bertarung dengan Inuyasha setiap mereka bertemu, tapi itu juga jadi sarana Inuyasha untuk memperkuat dirinya. Sampai pada akhirnya Sesshomaru sadar bahwa dia tidak butuh pedang itu untuk menjadi siluman terkuat di dunia, karena dia sudah mewarisi darah ayahnya. Dan memang Inuyasha yang lebih membutuhkan pedang itu. Karakternya yang dingin dan tanpa ekspresi membuat hubungannya dengan Rin jadi sangat menarik. Untunglah ada Jaken yang selalu menerjemahkan perasaan Sesshomaru untuk kita, sehingga kita bisa tahu apa yang dirasakan Sesshomaru sesungguhnya.

Membaca beberapa review tentang Inuyasha, saya pernah menemukan salah satu komentar yang mengatakan bahwa Inuyasha adalah tipe cowok red flag dan Sesshomaru bukanlah karakter yang layak dicintai. Apalagi posisi Kagome dan Rin yang seolah-olah paling banyak berkorban dalam hubungan mereka, pasti bikin pejuang kesetaraan perempuan nggak suka sama karakter-karakter laki-laki di anime ini. Tapi saya nggak setuju. Mereka adalah tipe laki-laki yang menunjukkan cinta dengan tindakan karena memang tidak terampil mengatakannya. Beda sama cowok red flag yang memang sudah bejat sejak awal. Dan meskipun Kagome dan Rin seperti tampak mengejar-ngejar Inuyasha dan Sesshomaru, tapi sebenarnya mereka juga nggak yang kegatelan kayak cewek murahan. Apalagi Rin yang memang masih kecil, yang dia tahu hanyalah bersama Sesshomaru dia bisa aman dari gangguan. Sementara Kagome yang memang sudah menyadari cintanya, pun nggak berharap apa-apa ke Inuyasha. Dia cuma nggak tahan aja jauh-jauhan sama Inuyasha, dan menyadari kalau Inuyasha membutuhkan dia yasudah paket lengkap, kan?

Sampai saat ini, menurut saya Inuyasha adalah salah satu anime terbaik berdasarkan karakter-karakter tokohnya yang unik itu. Secara ide dan alur cerita mungkin memang bukan yang terbaik karena cerita-cerita semacam ini bukan baru di Jepang, tapi karakter seperti Kikyo sepertinya akan sulit ditemukan atau dibuat lagi.

2. Yashahime

Sebagai sekuel Inuyasha, Yashahime punya reputasi yang buruk sama seperti sekuel lain pada umumnya. Saya yang hanya penggemar biasa nggak terlalu mempermasalahkan itu, sih. Apalagi sejak awal kan memang sudah dikasih tahu kalau Yashahime ini bercerita tentang anak-anak Inuyasha dan Sesshomaru. Jadi, apa perlunya para bapak ikut tampil, ya kan?!

Di anime 2 season ini, ceritanya tentang anak kembarnya Sesshomaru; Towa dan Setsuna dan anak semata wayangnya Inuyasha; Moroha. Mereka bertiga sudah berpisah dengan orang tuanya sejak kecil karena sebuah peristiwa dan hidup masing-masing sampai akhirnya tidak sengaja bertemu saat berusia 14 tahun. Petualangan mereka diawali dengan usaha Towa menyembuhkan Setsuna dari penyakit tidak bisa tidur, lalu dari situ mulailah terungkap latar belakang mereka. Kehadiran Inuyasha dan Sesshomaru yang nggak terlalu banyak memang sedikit mengecewakan, tapi saya lega akhirnya terbukti reputasi Sesshomaru sebagai siluman terkuat di serial ini 😁.

Saya nggak punya kesan yang gimana-gimana banget sama anime ini. Palingan di apisode terakhir season 1 aja yang bikin agak nangis dikit gara-gara sikap dinginnya Sesshomaru. Tapi selebihnya biasa aja. Lumayan mengobati kerinduan dan rasa penasaran dengan masa depan para karakter di serial Inuyasha sebelumnya. 


3. Attack on Titan

Anime paling fenomenal kayaknya ini. Tapi saya belum selesai nontonnya 😅. Saya kehilangan minat meneruskan nonton pas di episode dimana Levi kena bom. Kata suami saya terlalu mencintai Levi sampai nggak rela dia kena bom. Padahal bukan hanya itu alasannya.

Seperti biasa, saya nonton anime ini karena dukungan dari suami. Di awal saya coba memastikan dulu dengan menanyakan apakah ada karakter yang unik seperti Kikyo di anime ini, dan dia bilang saya akan suka dengan Mikasa. Dan setelah nonton, saya bisa simpulkan kalau suami saya benar-benar nggak paham sama perbedaan karakter manusia 😌. Dia kira Mikasa sama Kikyo itu mirip, dari manaaa??? Jelas-jelas Mikasa cuma cewek bucin yang ngintilin Eren ke mana-mana 😩.

Saya nggak perlu jelaskan sinopsis anime ini kayaknya saking populernya. Yang jelas, Attack on Titan sudah berhasil bikin saya tertarik langsung di episode pertama. Tanpa ba-bi-bu, saya nggak sadar udah nangis pas ibunya Eren dimakan Titan. Dan cerita berlanjut dengan penjelasan-penjelasan logis yang membuat saya menganggap bahwa segala sesuatu di anime ini sudah dipikirkan dan dirancang dengan baik oleh pembuatnya.

Sampai di episode itu, ketika Levi kena bom. Saya langsung kecewa luar biasa. Memang Levi adalah karakter favorit saya, tapi bukan kena bomnya yang bikin saya kecewa, tapi alasannya. Karena sejak awal cerita Attack on Titan dibangun dengan logika maka saya juga berharap ada penjelasan logis di setiap kejadian. Dan perisitiwa Levi kena bom itu menurut saya adalah scene paling aneh yang ada di anime ini. 

Ceritanya, Zeke yang sudah kritis dibawa sebagai tahanan dan dikawal sama Levi. Bom itu nempel di badan Zeke, dan tubuh Zeke seharusnya fokus untuk memperbarui diri. Sementara Levi yang sehat punya refleks yang hebat. How come, situasi yang udah nggak ideal buat Zeke dan Levi yang sehat wal afiat kok malah berakhir Zeke baik-baik aja, Levi sekarat?! Logikanya di mana? Saya nggak peduli kalau Levi mau dimatiin pun, tapi mbok ya dibuat yang masuk akal dulu, kan dari awal semuanya dibuat ada penjelasannya, tuh. Gimana sih dedek Hajime?! Mungkin suatu saat saya akan tuntaskan nonton anime ini, tapi untuk saat ini saya masih merasa belum butuh.

4. Demon Slayer

Bercerita tentang Tanjiro, yang melakukan perjalanan setelah keluarganya dibunuh oleh iblis terkuat; Muzan dan adiknya, Nezuko berubah menjadi iblis. Misinya adalah untuk membunuh Muzan dan mencari cara supaya Nezuko kembali menjadi manusia. Untuk memenuhi misinya itu Tanjiro berlatih untuk menjadi Demon Slayer dan dalam perjalanannya bertemu dengan orang-orang yang membantunya dan beberapa sahabat baru.

Mungkin Demon Slayer adalah salah satu anime paling overrated yang pernah saya tonton ✌. Bukan berarti saya nggak suka, atau ceritanya jelek, tapi memang berlebihan aja. Secara cerita dan karakter, nggak ada yang istimewa dari anime ini. Yang istimewa cuma gambar dan soundtracknya. Bahkan kalau fokus sama cerita, season terbarunya kemarin malah bikin saya bosan karena laaaaaambatnya luar biasa. Satu-satunya momen menyenangkan dari Demon Slayer adalah ketika nonton filmnya; Mugen Train. Dan belajar dari pengalaman ini, saya memutuskan untuk nggak terlalu mikirin ketika nonton anime-anime berikutnya kecuali memang karakternya berhasil menarik hati atau ceritanya benar-benar menarik.

5. Spy x Family

I loooove Anya!!! Spy x Family bercerita tentang negara-negara di dunia yang terlibat perang informasi. Tokoh utama kita, Twilight adalah seorang mata-mata yang diutus negara Westalis untuk bertugas di negara Ostania Timur dan harus bisa mengambil informasi sebanyak-banyaknya tentang seorang tokoh penting; Donovan Desmond. Untuk tugasnya itu, dia perlu memiliki sebuah keluarga. Tapi karena kekurangan agen akhirnya Twilight 'merekrut' 'orang biasa' untuk membantunya.

Secara tidak sengaja, rekrutannya yang dia kira orang biasa itu adalah seorang wanita pembunuh bayaran dan anak hasil uji coba genetika. Yor yang butuh seorang kekasih supaya meredakan kekhawatiran adiknya akan status lajangnya, setuju menjadi istri palsu Loid --nama samaran Twilight-- supaya bisa mendaftarkan Anya ke sekolah bergengsi. Anya yang ternyata bisa membaca pikiran, sadar bahwa orang tua barunya adalah orang-orang keren merasa sangat bangga dan berusaha sebaik mungkin untuk membantu mereka.


Sepanjang cerita kita akan disuguhkan cerita slice of life yang heartwarming dan tingkah lucu Anya yang membuat gemas. Meskipun anime ini bercerita tentang mata-mata dan pembunuh bayaran, tapi saya menontonnya hanya untuk melihat interaksi antar tokohnya yang canggung dan cute. Tidak ada momen atau scene yang menyentuh atau dramatis, tapi karena karakter-karakternya lovable semua jadi saya meniatkan untuk meneruskan menontonnya di season berikutnya.

***

Masih ada 5 anime lagi yang perlu saya ulas, tapi karena sudah nggak ada waktu hari ini, jadi lanjutannya akan saya bahas di postingan berikutnya. 💗

Wrapping Up 2023; What an adventurous year to go through

Minggu, 31 Desember 2023

It's been a short year but slow. For context, saya memulai paragraf pertama ini di bulan Oktober karena nggak mau kehilangan memori sebelum akhir tahun. Ada banyak hal terjadi selama tahun ini yang membuat perasaan saya naik-turun, tapi juga saya merasakan banyak kekosongan di hati. Pada saatnya nanti, tepatnya bulan Desember, saya ingin merangkum semuanya tanpa ada yangg tertinggal. Makanya mau saya cicil pelan-pelan mulai saat ini.


So, what happened in 2023? Banyak, sebagian menyenangkan dan sebagiannya lagi membuat saya ingin menyerah. Tapi memang seperti itulah hidup, kan?! Kadang sedih, kadang bahagia. Tadinya saya berencana menceritakan semuanya di sini, tapi setelah dipikir-pikir kok ya agak nggak pantes. Apalagi bagian yang sedih-sedihnya. Apa urusannya orang baca cerita sedih saya? Kayak mereka nggak punya masalah sendiri aja kok harus tahu masalah saya juga. Sepertinya saya memang butuh terapi supaya bisa menormalisasi cerita-cerita sedih kayak orang-orang sekarang. 

JANUARI

Saya memulai 2023 dengan sangat opstimis. Bikin planner sendiri, mulai dari cover, monthly spread sampai daily journal. Baca buku sampai tuntas, nonton First Love dan The Glory dan seperti yang sudah saya duga di pertengahan bulan mulai terlihat tanda-tanda dramanya. Untungnya saya sudah lupa apa hal buruk yang terjadi di bulan ini, tapi karena tercatat suasana hati saya di planner jadi akhirnya tahu deh... Ini sih salah satu manfaat journaling, jadi terdata segala sesuatu yang terjadi dalam hidup kita sesuai dengan apa yang kita inginkan.

FEBRUARI

Peristiwa besar yang terjadi di bulan ini tentu saja adalah kaos merch Linkin Park saya sampai, di tanggal 13 😂. Saking sayangnya saya sampai nggak mau pakai karena takut kotor. Ya salah saya sendiri kenapa beli kaos warna putih. Selebihnya, nggak ada yang spesial.

MARET

Adalah bulan di mana saya sudah benar-benar kehilangan motivasi. Monthly spread saya kosong dan daily journal hanya terisi di tanggal 1, 4, dan 8. Mungkin karena menjelang Ramadhan jadi saya mulai burn out karena pekerjaan. Tapi yang saya ingat dari bulan ini adalah saat saya memutuskan untuk resign. Setelah itu, semua berjalan apa adanya.

Photo by LOGAN WEAVER | @LGNWVR on Unsplash

Karena planner saya berakhir di bulan Maret, maka setelah itu saya nggak punya data lagi apa yang terjadi. Kalau diingat-ingat, hal-hal yang paling memorable sepertinya nggak banyak;

ONE OK ROCK Merchandise

Saya beli jaket Luxury Disease Japan Tour dengan memberanikan mengirim DM orang random di Instagram. Hmmm.... Nggak random-random amat sih. Saya pelajari dulu akun dan orang dibaliknya, dan memutuskan untuk nanya. Ternyata ada temennya yang buka jastip merchandise, akhirnya jadilah saya punya produk kedua merchandise dari artis favorit. Dan mungkin karena ketagihan sama kualitasnya (walaupun harganya bikin nangis), bulan November saya beli lagi dong, kaos konsernya ONE OK ROCK & My First Story. Janji, tahun depan nggak gini lagi. Bangkrut rekening orang gara-gara jajan beginian.

Jalan-jalan

Yang pertama ke Padang, yang kedua ngintilin suami field trip ke Jawa. Masing-masing udah saya ceritain walaupun nggak lengkap. Tahun ini sepertinya bakal balik lagi ke Padang, dan who knows mungkin ada tempat lain yang akan saya kunjungi.

***

Anehnya, tahun 2024 ini saya justru memulai dengan mood yang sangat buruk. Padahal malah lagi sibuk-sibuknya. Sekarang saya lagi rajin-rajinnya belajar bahasa Jepang lagi, dapet beasiswa belajar nulis khot, dan Alhamdulillah suami dapet pekerjaan baru. We'll see, mungkin anomali ini justru akan diakhiri dengan kebahagiaan di akhir tahun nanti?!

Drama sakit gigi berlanjut ke rumah sakit

Kamis, 21 Desember 2023

 


Setelah drama sakit gigi di klinik berakhir di season pertama (karena saya yakin akan ada season berikutnya), petualangan saya berlanjut ke Rumah Sakit yang jarak tempuhnya butuh sekitar 45 menit dari rumah. Saya tahu kalau 45 menit itu nggak lama buat sebagian orang di kota-kota besar, tapi buat saya yang tinggal di Bandar Lampung, waktu tempuh 45 menit itu jauh banget.

Jadi ceritanya saya dirujuk ke Rumah Sakit Airan Raya, sebuah rumah sakit baru di Bandar Lampung. Awalnya sih katanya mau dirujuk ke Advent, tapi ternyata ketika mau didaftarkan tidak berhasil. Akhirnya dengan pasrah saya mengiyakan saja untuk dirujuk ke rumah sakit di ujung Bandar Lampung itu. Sesuai keterngan mbak resepsionis klinik, saya cukup datang ke rumah sakit dan menunjukkan aplikasi JKN ke petugas rumah sakit. 

Sambil menanti kepastian jadwal kosong suami, saya pun mulai mencari-cari info tentang rumah sakit itu. Karena jaraknya yang jauh, saya nggak mau dong kena zonk. Dari Google sampai instagram, tidak banyak informasi yang saya dapat. DM nggak terbalas, website juga nggak update. Jadi yasudah, bermodal bismillah saya berangkat.

Sampai di rumah sakit, karena baru pertama kali ke sana kami butuh muter-muter dulu untuk menemukan area lobi rumah sakitnya. Dengan ragu-ragu saya langsung menemui seorang petugas di loket-loket yang berbaris. Ternyata saya salah. Sebelum ke loket harus registrasi dulu untuk mendapatkan nomor antrean. OK, pindah ke petugas registrasi ternyata saya tidak bisa dilayani. 😂

Untungnya mamas petugasnya dengan sabar dan ramah menjelaskan dengan sangat detil. Waktu saya bilang mau periksa gigi, dia kayaknya langsung tahu kalau saya baru pertama kali ke sana dan seketika saya dipersilakan duduk. Dari mamas inilah saya tahu kalau semua rujukan untuk pemeriksaan gigi di Lampung sekarang hanya ada di rumah sakit Airan Raya. Waktu saya dengar itu, sebenarnya saya pengen nanya, "lho, kok bisa? Aneh banget? Jadi apa gunanya rumah sakit umum sebesar itu ada dua njogrok di sana?" tapi saya tahan karena pasti buang-buang waktu. Saya dikasih tahu kalau saya harus mendaftar dulu di aplikasi, dan dia menyarankan untuk mendaftar sejak pagi sekali karena di rumah sakit hanya ada 2 dokter gigi setiap harinya dan masing-masing mereka hanya bisa menangani 20 pasien. Bayangkan 2 orang dokter harus melayani pasien BPJS se-provinsi dong, itu gimana antrenya? Sejak tengah malam, saudara-saudara. Nggak bisa pagi-pagi.

Sesuai instruksi mamas registrasi, besoknya saya coba daftar lewat aplikasi. Dan ternyata sang dokter sudah full booked sampai 3 hari ke depan. Besoknya saya coba lagi daftar lewat aplikasi setelah shalat subuh, sudah full booked lagi. Begitu terus sampai akhir pekan dan akhirnya jadwal tindakan untuk gigi saya tertunda karena saya tiba-tiba jalan-jalan ke Jawa selama 10 hari. Selama perjalanan inilah saya secara nggak sengaja berhasil mendaftar. Gara-gara nggak bisa tidur di bus, saya coba buka aplikasi dan mendaftar pas jam 12 malam. Akhirnya saya tahu waktu yang tepat untuk mendaftar.

Pulang dari Jawa, jadilah saya ke rumah sakit untuk pemeriksaan yang pertama. Kali ini saya nggak berharap gimana-gimana sama dokternya. Sudah pasrah saja lah. Dan jujur, saya cukup kagum dengan pelayanan di rumah sakit ini. Mungkin karena proses pendaftarannya yang harus lewat aplikasi jadi yang datang ke rumah sakit memang orang-orang yang benar-benar akan ditangani jadi rumah sakitnya tidak terlihat sumpek. Dari proses registrasi sampai saya masuk ke ruang poli, semua petugas melayani dengan cekatan dan cepat serta ramah. Begitu masuk ke ruangan juga saya nggak berharap akan diajak ngobrol sama dokternya. Rasanya udah kasihan aja sih kalau teringat bu dokter harus menangani 20 orang pasien BPJS setiap hari tanpa tahu akan dapat bayaran atau nggak. #eh

Tindakan pertama saya nggak sengaja menelan obat yang disemprotkan ke gigi gara-gara nahan napas karena terlalu tegang. Sepanjang perjalanan pulang mulut saya rasanya kayak ngemut Byclean dan mual luar biasa. Tindakan kedua, karena gagal bangun tengah malam saya terpaksa mendaftar dengan dokter yang lain. Tapi alhamdulillah dokter yang baru ini pun nggak ribet. 

Di tindakan terakhir yang bikin saya agak gimanaaaa gitu ya, karena saya pikir akan butuh waktu lama. Ternyata tambalan gigi saya cuma seperti tambalan aspal jalanan yang bolong itu lho, gaes 😆. Nggak ada seninya sama sekali. Saya juga nggak berharap bakal kayak yang di video-video Youtube para dokter gigi itu sih, tapi saya juga nggak nyangka bakal sesederhana itu. Untungnya suami saya menenangkan, sudah disyukuri saja bisa berobat gratis yang aslinya butuh biaya jutaan. Dan kalau dipikir-pikir memang iuran BPJS saya kalau ditotalkan seluruhnya pun nggak akan bisa menutupi pelayanan kesehatan yang saya dapat. Walaupun saya nggak pernah pakai BPJS kalau berobat biasa, tapi biaya melahirkan 2 anak saya saja sudah bisa buat DP rumah kalau nggak dicover BPJS.

Saya yakin drama gigi ini akan berlanjut karena nasib gigi bungsu saya belum juga ada kejelasan. Sayang sekali dari 5 dokter gigi yang memeriksa saya, hanya 1 orang yang mau dengan rela memeriksa mulut saya secara menyeluruh yang sebenarnya nggak butuh waktu lama. Akhirnya nggak ada satupun dari 4 dokter yang menyarankan saya untuk cabut gigi. Bayangkan kalau saya nggak ketemu sama dokter pertama waktu itu, saya nggak akan tahu kalau saya punya gigi bungsu dan mungkin baru akan ke dokter gigi lagi ketika sakit gigi, dan saya pernah dengar kalau tindakan gigi bungsu juga butuh effort bagi dokter gigi sendiri. Saya cuma berharap lain kali kalau saya periksa lagi, dokternya mau meluangkan sedikit waktu untuk melihat lebih dalam dan bilang, "lho, ada gigi bungsunya ini, Bu. Harus dicabut ya, bahaya kalau dibiarin."

Yang penting anak bahagia

Selasa, 05 Desember 2023

Saya akan memulai tulisan ini dari ingatan saya tentang obrolan tentang anak dengan salah seorang teman. Suatu hari dalam obrolan kami, dia mengatakan, "yang penting kalau bisa anak kita itu nggak ngerasain susah kayak orang tuanya. Dia mau apa, selama kita bisa kasih pasti kita usahakan."

Tentu tidak ada yang salah dengan perkataan itu. Siapa sih yang pengen anaknya hidupnya susah?! Jelas nggak ada. Tapi karena ucapan itu muncul setelah percakapan yang panjang, saya tahu bahwa ada yang salah dengan kesimpulan yang dimiliki oleh teman saya itu. Dan kemudian saya mulai berpikir, jangan-jangan memang kebanyakan orang tua sekarang memiliki pemikiran yang sama seperti itu.

Photo by Tuva Mathilde Løland on Unsplash

Satu cerita lagi tentang sepupu saya yang usianya sekitar 6-7 tahun lebih tua dari saya. Dia anak perempuan satu-satunya dari pakde saya. Saya ingat dulu orang tua saya pernah membahasnya. Saat itu kalau tidak salah kami sedang membahas bisnis orang tua saya. Mamak berkata kalau sepupu saya itu nanti pasti akan kesulitan menjalani kehidupannya, karena tidak pernah ditolak oleh orang tuanya. Dalam artian, apapun yang diminta pasti dituruti oleh orang tuanya. Dan sepertinya saya sudah pernah membuktikan perkataan orang tua saya itu.

***

Menjadi guru selama kurang lebih 10 tahun, saya sudah bertemu dengan berbagai macam jenis orang tua. Tentu tidak sebanyak guru lain yang lebih berpengalaman dan berdedikasi, tapi tipe-tipe manusia itu juga tidak terlalu banyak untuk dicermati. Dan yang saya lihat, kebanyakan orang tua yang saya temui selama 10 tahun belakangan ini adalah jenis orang tua yang terlalu fokus pada kebahagiaan anak. Sehingga mereka cenderung menuruti apapun keinginan si anak. Padahal kebahagiaan muncul dari ketahanan yang membantu anak-anak mengatur emosi yang sulit dan situasi yang penuh tekanan. Dan ketahanan itu bukan sifat naluriah, butuh keterampilan yang harus dilatih dan itu butuh bantuan dari orang tua untuk menumbuhkannya pada diri anak-anaknya.

Dalam bukunya, Dr. Becky Kennedy bercerita tentang para orang tua jenis ini -yang terlalu berharap anaknya bahagia-, dan mengatakan bahwa sepertinya inti dari harapan para orang tua itu bukan pada kebahagiaan. Karena tentu saja semua orang tua pasti ingin anaknya bahagia. Tapi memangnya apa yang bisa membuat kita bahagia? Apakah dengan menghilangkan rasa khawatir dan kesepian pada anak-anak kita, memastikan mereka merasa nyaman setiap saat lalu mereka akan mampu menumbuhkan kebahagiaan dengan sendirinya? Sebenarnya, ketika  kita mengatakan, "saya hanya ingin anak-anak saya bahagia" apa yang sedang kita maksud dengan bahagia di kalimat itu?

Para orang tua murid di sekolah saya dulu pernah menawarkan untuk membelikan AC di asrama dengan alasan agar anak-anaknya bisa tidur nyenyak dan merasa nyaman di asrama. Mereka mengatakan bahwa dengan suasana yang nyaman, anak-anak akan merasa betah di asrama dan semangat belajar. Sejujurnya, saya tidak pernah bisa menemukan korelasi antara kenyamanan dengan semangat belajar. Dan silakan cari sampai ke ujung dunia, orang-orang cerdas yang suka belajar itu tidak pernah menuntut tempat yang nyaman untuk bisa belajar. Mereka belajar karena mereka memiliki motivasi dari dalam dirinya sendiri untuk belajar, tempat yang nyaman hanyalah pendukung. Kalaupun tempatnya tidak nyaman, tidak akan mengubah motivasi dalam dirinya dan tidak akan membuat mereka jadi malas belajar.

Ketika kita hanya fokus pada kebahagiaan, kita mengabaikan semua emosi lain yang pasti akan muncul di sepanjang hidup anak-anak kita, yang berarti kita tidak mengajarkan mereka cara mengatasi emosi tersebut. Dan Dr. Becky menjelaskan, cara kita menghadapi rasa sakit atau kesulitan akan berdampak pada cara mereka berpikir tentang diri mereka sendiri dan masalah mereka selama beberapa dekade ke depan.

"Orang tua kan hanya ingin yang terbaik untuk anaknya." Terdengar -atau terbaca- familiar?! Coba tanyakan lagi kepada diri sendiri, apakah "yang terbaik" untuk anak kita adalah "bahagia"?! Saya pribadi saat ini sudah tidak terlalu tertarik dengan kebahagiaan dan saya bersyukur dididik oleh orang tua saya untuk menjadi tangguh sejak kecil. Melihat betapa manjanya anak-anak sekarang, saya pernah tersulut emosi dan dengan sombong bilang ke mereka, " orang tua saya dulu punya pembantu 7 tapi nggak semanja kalian." And that's true. Karena pada akhirnya ketika takdir tidak memberikan saya banyak pilihan hidup yang mudah, sekarang saya bisa bertahan dengan baik. Saya tidak bisa membayangkan bagaimana sulitnya suami saya kalau punya istri yang nggak bisa mencuci piring karena biasa dilayani oleh banyak pembantu.

Bagaimanapun juga, menumbuhkan kebahagiaan bergantung pada kemampuan kita untuk mengatasi rasa tertekan. Kita harus merasa aman sebelum bisa merasa bahagia. Mengapa kita harus belajar mengatur hal-hal yang sulit? Mengapa sulit sekali untuk bahagia dan mengalahkan semua emosi yang lain? Karena pada kenyataannya, dalam hidup ini hal-hal yang paling penting membutuhkan kerja keras dan waktu. Dan itu masalah kebanyakan orang tua saat ini. Mereka tidak punya waktu.

Photo by Keszthelyi Timi on Unsplash

Analogi ini menurut saya sangat baik. Kita ibaratkan tubuh kita seperti sebuah toples yang dikelilingi oleh banyak emosi. Katakanlah ada dua emosi utama; emosi yang terasa menjengkelkan dan emosi yang terasa "lebih bahagia". Di dalam toples emosi kita itu -yang bisa berkembang seiring kemampuan kita mengelola emosi-, ada emosi-emosi lainnya yang ukurannya juga terus berubah. Secara natural, tubuh kita memiliki sistem alarm bawaan dan secara konstan lebih sensitif terhadap bahaya daripada ancaman lainnya. Ketika kita tidak bisa mengatasi emosi seperti kekecewaan, frustrasi, iri, kesedihan dan ukuran emosi-emosi itu mulai memenuhi toples emosi, tubuh kita akan memulai respon stress.

Dan bukan hanya perasaan sulit itu sendiri yang mendorong tubuh kita untuk merasa tidak aman. Kita juga merasa tertekan akan mengalami kesusahan (feel distress over having distress), atau mengalami rasa takut akan ketakutan (fear of fear). Dengan kata lain, ketika kita mulai berpikir, "saya harus menghilangkan perasaan ini." rasa tertekan itu tumbuh dan berkembang bukan sebagai reaksi dari pengalaman nyata yang asli, tapi karena kita percaya bahwa emosi negatif ini salah, buruk, menakutkan, atau berlebihan. Itulah mengapa kita sering mendapati anak-anak sekarang begitu pengecut, karena mereka tidak terbiasa menghadapi tantangan atau mengalami kekalahan. Baru diberi tugas, sudah bilang stress padahal belum dikerjakan. Kesulitan mengerjakan tugas, rasanya ingin mati. Dan saya tidak melebih-lebihkan, anak-anak sekarang benar-benar mudah untuk menyerah karena di dalam tubuh mereka mengatakan bahwa bukan perasaan itu yang seharusnya mereka rasakan. Bukan kesulitan yang seharusnya mereka hadapi. Seharusnya saya bahagia, bukan menghadapi kesulitan seperti ini

Pada akhirnya, seperti inilah bagaimana kecemasan menguasai diri seseorang. Dan sepertinya bukan hanya anak-anak, kita orang dewasa pun sudah mulai terjebak dengan sugesti ini. Jargon-jargon jangan lupa bahagia sudah berhasil menyetir pikiran kita bahwa hanya bahagialah satu-satunya emosi yang boleh kita rasakan. Sehingga ketika mengalami kesulitan, serta merta kita mempertanyakan takdir dan merasakan kecemasan. Maka istilah anxiety sekarang menjadi sangat lumrah kita dengar. Kecemasan adalah ketidaktoleranan terhadap ketidaknyamanan. Tubuh kita tidak akan membiarkan kita untuk rileks jika kita percaya bahwa perasaan dalam diri kita terlalu kuat dan menakutkan. Dan pada akhirnya, kita tidak akan pernah bahagia karena toples emosi kita dikuasai oleh rasa cemas. Padahal seharusnya tidak perlu seperti itu. Kalau saja kita biasa mengelola rasa frustrasi, kekecewaan, iri, dan kesedihan-kesedihan yang lain maka semakin banyak ruang yang kita miliki untuk memupuk kebahagiaan. Mengatur emosi pada dasarnya mengembangkan bantalan di sekitar perasaan-perasaan itu, melembutkannya dan mencegahnya menghabiskan seluruh toples. Regulatin first, happines second.

Jika diterjemahkan ke dalam pengasuhan anak; semakin luas rentang perasaan yang dapat kita beri nama dan toleransi pada anak-anak kita, semakin luas juga rentang perasaan yang dapat mereka kelola dengan aman, sehingga mereka dapat meningkatkan kemampuan mereka untuk merasa nyaman dengan diri mereka sendiri. Itulah pentingnya kita ajarkan ketangguhan kepada mereka. Ketangguhan, dalam banyak hal, adalah kemampuan kita untuk mengalami berbagai macam emosi dan tetap merasa seperti diri kita sendiri. Ketangguhan membantu kita bangkit kembali dari stress, kegagalan, kesalahan dan kesulitan dalam hidup kita. Ketangguhan, memungkinkan munculnya kebahagiaan.

***

Satu hal lagi yang menarik tentang hal ini, adalah bahwa analogi toples emosi itu sesungguhnya sudah kita kenal dalam budaya Islam dan Indonesia; lapang dada. Kalau kita cari, tidak ada padanan kata lapang dada dalam bahasa Inggris. Dan lapang dada adalah idiom yang juga dekat dengan nilai-nilai Islam. Setiap kali ada tema tentang kesulitan disebut dalam Al-Quran maka akan disebut tentang hati yang sempit. Dan Rasulullah adalah manusia yang telah dilapangkan dadanya oleh Allah. Sehingga beliau bisa mengatur emosi-emosi negatif dalam hidupnya dan tidak hilang arah. 

Bagaimana Allah menumbuhkan ketangguhan dalam diri Rasulullah dan orang-orangg beriman? Jika kita lihat sejarah, Rasulullah tidaklah kebal terhadap stress atau perjuangan -dan memang itulah kenyataan hidup yang tidak bisa kita hindari- tapi ketangguhan beliau memperlihatkan kepada kita bagaimana beliau menghadapi saat-saat sulit  dan mengalaminya. Orang yang tangguh lebih mampu mengatasi saat-saat yang penuh tekanan. Dan ketangguhan bukanlah sifat bawaan. Ketangguhan adalah sebuah keterampilan yang dapat dikembangkan. Semoga kita bisa menjadi orang tua yang mampu membantu menanamkannya kepada anak-anak kita sejak dini. Karena kita tidak bisa selalu mengubah penyebab stress di sekitar kita, tapi kita selalu bisa mengupayakan kemampuan kita untuk menambah daya tahan.

© Zuzu Syuhada • Theme by Maira G.