• Home
  • About
  • Contact
Powered by Blogger.
facebook twitter instagram pinterest Email

zuzu syuhada

Saya senyum-senyum sendiri ketika membaca rubrik Nuansa di Lampung Post, 13 Februari lalu. Dalam rubrik itu, Rinda Mulyani yang merupakan wartawan koran tersebut mengangkat tema tentang Jimat Bawang yang dipercaya dapat menangkal penyakit bagi bayi yang baru lahir. Sebagai orang jawa yang masih cukup lekat dengan budaya leluhur, saya pun sempat mendapat wejangan dari orang tua untuk menghindari makanan atau minuman tertentu dan dianjurkan untuk melakukan beberapa hal. Diantaranya tidak boleh makan atau minum tebu ketika hamil, tidak boleh makan nanas, durian, tape, dll.

Untuk sebagian orang, hal-hal semacam itu mungkin dianggap mitos yang tidak masuk akal. Dalam hati kecil sebenarnya saya juga kurang bisa menerimanya. Namun sebagaimana budaya yang sudah ada, tidak akan berguna menanyakan sebab mitos-mitos tersebut muncul dan dipercaya. Dan saya menuruti perkataan orang tua saya hanya sebagai wujud taat terhadap orang tua. Sampai akhirnya beberapa fakta penting mengenai mitos-mitos itu saya temui dan membuat saya tidak punya alasan untuk tidak menurutinya.

Ketika seorang ibu sedang mengandung atau menyusui, tentunya ia akan selalu berusaha untuk menjaga kondisi kanduangan atau bayinya selalu dalam keadaan sehat dan jauh dari virus atau penyakit. Satu fakta mengejutkan saya temui ketika membaca sebuah artikel di internet bahwa mengonsumsi tebu ketika hamil bisa mengakibatkan diabetes gestational (diabetes kehamilan) dan bayi yang lahir akan menderita diabetes. Tentu saja, setelah membaca artikel tersebut saya makin yakin untuk tidak minum es tebu yang banyak ditemui di pinggir jalan.

Berikutnya ketika membaca koran hari kamis lalu, saya makin terperangah. Dalam budaya jawa, biasanya kepala atau ubun-ubun bayi yang baru lahir akan dihiasi dengan bawang merah yang dihaluskan. Katanya supaya terhindar dari penyakit sawan -kalau tidak salah-. Bagi kita yang berpikiran modern, tentu saja hal ini menggelikan. Namun, faktanya ternyata bawang mampu menyerap virus-virus jahat penyebab influenza. Anda bisa lihat lebih detil di tayangan Syafa'at edisi 12 Februari untuk keterangan lebih lanjut. Setelah mengetahui hal ini, saya jadi yakin untuk tidak menolak jika ibu saya nanti menerapkan kebiasaan meletakkan ulekan bawang merah di ubun-ubun anak saya jika ia lahir nanti -insya Allah-.

Sejujurnya, setelah mengetahui fakta-fakta menarik seputar mitos di budaya masyarakat kita saya jadi makin penasaran jangan-jangan masih banyak mitos-mitos lain yang sebenarnya bermanfaat bagi kita namun terabaikan karena kesombongan kita dengan canggihnya teknologi dan majunya ilmu pengetahuan. Tentu saja bukan mitos yang sudah jelas berbau kesyirikan dan meruntuhkan aqidah.
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Sore ini saya teringat, ketika dulu sempat menjadi santri walau hanya sebentar. Kenangan-kenangan ketika mengkaji kitab, sorogan, musyawirin, dan kegiatan-kegiatan lain yang dulu sangat menjemukan, kini menjadi sangat saya rindukan. Ternyata, banyak hal yang dulu saya persoalkan terjawab kini ketika saya sudah meninggalkan pesantren. Salah satunya tentang larangan menghafal Al-Qur'an di pesantren saya.

Dulu saya sempat mempertanyakan, mengapa para santri dilarang menghafal Al-Qur'an? Padahal Al-Qur'an adalah sumber ilmu utama umat Islam. Sementara itu, santri-santri wajib menghafal kitab-kitab nahwu sesuai dengan level atau kelasnya masing-masing. Setiap santri yang ingin menghafal Al-Qur'an harus meminta izin terlebih dahulu kepada Abah, dan hampir semua yang meminta izin itu tak berhasil mendapatkan restu. Saya berfikir, aneh sekali pesantren ini. Bagaimana mungkin seorang Kyai bisa melarang santrinya menghafal Al-Qur'an, padahal menghafal Al-Qur'an adalah ibadah yang menjanjikan syafa'at.

Namun sekarang, saya mengerti. Bukan berarti Abah tidak mengizinkan santrinya menghafal. Bahkan pesantren tempat saya belajar dulu menaruh perhatian sangat besar pada Al-Qur'an. Saya baru merasakan manfaatnya saat ini, ketika saya tak lagi belajar di sana.


Al Qur'an
Image via helw.net


Di pesantren, kegiatan pagi hari ba'da shalat subuh dan sore hari ba'da maghrib adalah sorogan Al-Qur'an. Para santri dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil beranggotakan 7 sampai 12 orang dan dipandu oleh seorang guru. 
Para gurunya merupakan santri-santri yang sudah lebih senior yang jadwal sorogannya beda dengan kelompok binaannya. Kegiatan ini diikuti oleh semua santri, semua usia. Sorogan Al-Qur'an ini menggunakan metode talaqqi dengan media buku Iqro' sebagai pegangan santri. Semua santri baru wajib memulai sorogan Al-Qur'an dari Iqro' jilid 1. Saya yang ketika masuk pesantren sudah cukup lancar membaca Al-Qur'an sempat kaget ketika diharuskan membeli buku Iqro' jilid 1. Untungnya saya tetap menuruti aturan itu (karena memang tidak ada pilihan lain).

Setiap 6 bulan sekali, kelompok sorogan ini akan dirombak sesuai dengan hasil belajar santri selama belajar dengan gurunya yang lama. Bagi yang kwalitas bacaannya meningkat, maka ia akan naik tingkat juga dan mendapat guru yang lebih tinggi levelnya. Begitu seterusnya hingga yang tertinggi levelnya adalah kelompok yang sorogan dengan Nyai. Bagi yang belum ada peningkatan, maka tidak akan naik tingkat.

Sorogan hanya berlangsung sekitar 15 sampai 20 menit, tapi karena rutin dilakukan setiap hari maka dalam waktu tak sampai 4 bulan, 6 jilid buku Iqro' sudah selesai dikhatamkan. Ketika sorogan Al-Qur'an ini tidak diajarkan teori ataupun ilmu tajwid kepada santri. Santri hanya harus mengikuti bagaimana gurunya membaca selama beberapa kali sampai sang guru merasa bacaan si santri sudah sesuai dengan yang diharapkan. Alhasil, selama 10 bulan berada di pesantren saya telah menyelesaikan talaqqi Al-Qur'an walaupun baru dengan 2 orang guru.

Para santri belajar teori tajwid di kelas, bahkan kami -para santri- belajar teori tajwid 2 kali dalam seminggu dengan 2 kitab yang berbeda di masing-masing kelas. Jadi, jika seseorang 'awet' nyantri, maka dia akan belajar kurang lebih sekitar 10 kitab tajwid sambil tetap mentalaqqi bacaan Al-Qur'annya berkali-kali, berulang-ulang.

Bertahun-tahun kemudian, ketika saya kembali menjadi santri di Pesantren Mahasiswa Daarul Hikmah saya dipertemukan Allah dengan Ust. Hartanto Al-Hafidz yang membuka pikiran saya. Dalam salah satu sesi, beliau mengatakan bahwa ketika seseorang hendak menghafal Al-Qur'an sementara tahsinnya tidak baik maka hafalannya pun nilainya menjadi -NOL- bahkan bisa jadi -MINUS-.

Memikirkan ini, saya baru tersadar bahwa ternyata larangan menghafal Al-Qur'an di pesantren saya waktu itu bukan karena pesantren tidak memperhatikan Al-Qur'an. Namun karena pengelola pesantren menyadari, bahwa sebelum seseorang menghafal Al-Qur'an ia haruslah terlebih dahulu membaguskan bacaan Al-Qur'annya. Jika pesantren tidak peduli dengan Al-Qur'an, tidak mungkin santri wajib sorogan Al-Qur'an tiap hari 2 kali dan mengkaji kitab tajwid bahkan menghafalnya selama menjadi santri.

Lalu saya berpikir, bagaimana menyesuaikan semangat menghafal Al-Qur'an bagi generasi muslim kini yang begitu menggebu namun tak diimbangi dengan semangat memperbaiki kwalitas bacaannya?
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Newer Posts
Older Posts

About me

I am a teacher and firefighter mother for my daughters.
I'm passionate about art, beauty and having a great interest about Islamic studies

Follow Me

  • facebook
  • twitter
  • instagram
  • pinterest
  • youtube

Categories

Book Review Brain Dump Bullet Journal Family Story Film Review Life Hacks Quran Journal Seeking Jannah Zero Waste

Total Pageviews

recent posts

Blog Archive

  • ►  2019 (15)
    • ►  August 2019 (1)
    • ►  March 2019 (3)
    • ►  February 2019 (1)
    • ►  January 2019 (10)
  • ►  2018 (9)
    • ►  December 2018 (1)
    • ►  October 2018 (1)
    • ►  September 2018 (1)
    • ►  July 2018 (2)
    • ►  June 2018 (1)
    • ►  March 2018 (1)
    • ►  January 2018 (2)
  • ►  2017 (30)
    • ►  December 2017 (2)
    • ►  November 2017 (3)
    • ►  October 2017 (3)
    • ►  September 2017 (5)
    • ►  August 2017 (2)
    • ►  July 2017 (1)
    • ►  April 2017 (4)
    • ►  March 2017 (1)
    • ►  February 2017 (1)
    • ►  January 2017 (8)
  • ►  2016 (9)
    • ►  December 2016 (3)
    • ►  November 2016 (5)
    • ►  October 2016 (1)
  • ▼  2014 (2)
    • ▼  February 2014 (2)
      • Mitos
      • Dilarang Menghafal Al-Qur'an
  • ►  2013 (36)
    • ►  November 2013 (4)
    • ►  October 2013 (3)
    • ►  September 2013 (3)
    • ►  July 2013 (2)
    • ►  May 2013 (2)
    • ►  April 2013 (8)
    • ►  March 2013 (3)
    • ►  February 2013 (6)
    • ►  January 2013 (5)
  • ►  2012 (12)
    • ►  December 2012 (9)
    • ►  April 2012 (2)
    • ►  January 2012 (1)
  • ►  2011 (2)
    • ►  December 2011 (2)

Popular Posts

  • REVIEW; The One Eyebrow Kit
  • Nikmatnya Sakit bagi Muslim
  • Mengapa Saya Memilih Oriflame?
  • Tahfidz Dulu, Tahsin Belakangan (?!)
  • Cara Saya Menyambut Ramadhan
Technology image created by Freepik

Blogger Perempuan

Created with by ThemeXpose | Distributed by Blogger Templates